RDBG 12. Bad Girl Gone Wild

1869 Kata
Gadis itu tidak sungkan membuka bagian pribadinya seakan tidak ada orang lain di dekatnya dan menikmati diri dalam keresahan. Dia terlihat putus asa, mengaduk kuat rongga mungilnya hingga terciprat-ciprat cairan kegadisannya. Tangan yang sebelah sibuk memeras- meras buah daranya, tetapi tidak ada air keluar dari sana. Hanya sensasi nyeri- nyeri di buah kismisnya yang mengeras. "Hmmhhh, Tuan Grisham ...," desah Esteva, terpejam membayangkan kejantanan tuan muda itu memasukinya. Martin yang sudah sejak awal tertarik dengan Esteva, tidak menutupi efek terangsangnya. Gundukan di bawah pusarnya membesar. Tanpa banyak suara, Martin membuka sabuk celananya dan mengeluarkan penghuni gundukan itu. "Nona membuat saya terangsang," katanya serak lalu mulai menggosok-gosok batang berdenyut miliknya. "Uhm?" Esteva membuka mata sekilas dan melihat kejantanan Martin, seketika liangnya bergetar halus hingga ke sumsum tulang, meronta minta dimasuki lawan main. Pinggulnya menggeliat. Mata Esteva memicing. Bagaimana caranya membuat pemuda ini menjadi mainan kesenangannya? Pemuda itu mendesah. "Butuh yang lebih besar untuk memuaskan Anda, Nona? Saya sudah segila ini karena Anda. Sebutkan saja keinginan Anda, Nona, saya akan melaksanakannya." Ia melepas batangnya sebentar untuk membuka kemejanya. Tubuh Martin yang ditempa kerja lapangan dan terik sinar matahari berona keemasan oleh keringat berahinya. Ototnya padat kencang berlekuk- lekuk membuat Esteva ingin mencakar- cakar tubuh itu. Esteva setengah berbaring dan mengangkang kakinya menghadap Martin. Tangan membuka lebar bibir liang mungilnya. Wajahnya merona oleh panas yang tak tertahankan dalam tubuhnya. Ia berujar parau serupa mendesak pemuda ladang itu. "Oh, ya, saya butuh ... Anda menjilati saya, Tuan Martin." "Baik, Nona," sahut Martin, secepat kilat sudah berlutut di antara kedua kaki Esteva dan menjejal liang mungil gadis itu dengan lidahnya. Disertai gigitan- gigitan gemas pada tonjolan kecil di liang itu, Martin membuat Esteva mengerang manja. "Aaahmmm, sshh, aaahh, Tuan Grisham .... Hummh, Tuan ..., saya rindu tuan .... Hmmhh cepatlah pulang .... Hmmmh, ah, tidak tahan rasanya ... Aaahhh ....!" Liang gadisnya meneteskan cairan lagi yang segera diseruput lahap oleh Martin. Jemarinya mencakar-cakar punggung kencang pemuda itu. Martin meracau bak orang mabuk. "Ouhmm, Nona, kau sangat manis, Nona, pantas saja Tuan Grisham tergila-gila. Oh, lagi, Nona, biar saya buat Nona keluar lagi. Hummhh ...." Martin semakin gencar dan unjuk kepiawaiannya melahap kegadisan Esteva. Lidahnya, jarinya, kecupannya, khusus di bagian itu hanya untuk memuaskan Esteva. Gadis itu keluar berkali- kali hingga kakinya lemas dan dia memandangi langit seolah melihat ada pelangi di sana. Martin terengah menahan gejolak berahinya. Batang jantan yang mengacung keras butuh segera bergesekan dengan pasangannya. Esteva duduk membenahi posisi tubuhnya, tampak masih tersengal setelah gelombang nafsunya reda. "Oh, aku merasa lebih baikan sekarang," gumam Esteva, mengabaikan Martin. Pundak Martin turun karena mengira Esteva mengakhiri permainan rahasia mereka. Ia nyaris membalik tubuh hendak bermain sendiri. Akan tetapi dugaannya salah. Gadis itu membelakanginya lalu membungkuk seraya mengangkat roknya ke pinggang. Esteva memanggilnya sambil memukul pantatnya sendiri. "Tuan Martin, cepat puaskan saya lagi!" Martin terperangah dan memandang takjub gadis itu. "Ah, a- apa, Nona?" Jemari halus Esteva di kedua tangannya membuka labia luar memperlihatkan maksimal lubang kegadisannya yang berona kemerahan. Gadis itu mendesah bak memelas yang tak dapat ditolak. "Masuki saya, Tuan Martin. Setubuhi saya cepat dan kuat! Hmmh, cepat! Saya butuh kamu sekarang juga!" Sekujur tubuh Martin gemetaran laksana menghadapi hukuman mati, tetapi yang kali ini menjanjikan masuk surga. "No- nona ...," ucapnya gelagapan. "Nona Eva ... yakin? Tuan Grisham ...." "Sssht!" Gadis itu menelunjuk bibirnya supaya diam. Ia mengerling pada Martin dan berujar manja. "Ini rahasia kita, Tuan Martin. Tidak akan ada yang tahu kecuali Anda memberitahu." Mata Martin terbuka lebar. Di sisi kirinya ada malaikat, di sisi kanannya ada iblis, di depannya ada bidadari dari surga siap mengajaknya bercengkerama. Siapa yang dipilihnya? Kakinya melangkah sendiri mendatangi Esteva dan nalurinya membimbingnya memasuki gadis itu dengan segenap keperkasaannya. Dia menghunjam cepat hingga lubang mungil itu sumpek oleh miliknya. "Kyaaah, Tuan ... Grisham ...," teriak Esteva. Suaranya menggema di dalam hutan sepi itu. "Ohmm, ya lebih cepat! Ah, cepat! Ah! Yaaah .... Ungg hu hu huuu hummhh ...." Martin memacu Esteva seperti kuda tunggangannya mengejar lawan. Tubuh keduanya bergetar hebat dan titik peluh berjatuhan dari lekukan tubuh mereka. Esteva yang menyorong pantatnya berpegangan erat pada batang pohon, menahan agar tubuhnya tidak membentur pohon karena dorongan Martin. Pertahanan itu membuat liangnya meremas kuat milik Martin. Pemuda itu meracau lagi. "Uugh, Nona ... Anda sangat nikmat, Nona. Ah, ini rapat sekali. Aahhhh ... Pantas saja ... Tuan Grisham ... tergila- gila ... Uaahh ...." Esteva panik tetapi senang. "Jangan keluar di dalam! Cepat tarik! Tarik!" Martin lekas menarik miliknya keluar dari liang Esteva dan menyemburkan nektarnya di rerumputan. Ia mengocok kejantanannya saat menembak beberapa kali sampai akhirnya plong. Martin langsung terhuyung mundur beberapa langkah. Ia mengusap kasar wajahnya. "Oh, gila! Tadi nyaris saja," gumamnya lega setelah melepaskan pelurunya di luar. Esteva tersandar di pohon dan menggeliat sensual. Bawahan gaunnya sudah diturunkan. Napasnya sesak, tetapi tersentum manis dan wajah berseri-seri bahagia. "Oh, itu tadi hebat sekali, Tuan Martin. Anda baik sekali memperjuangkan tidak keluar di dalam saya," katanya. "Tentu saja, Nona. Saya tidak ingin rahasia kita terbongkar." Esteva semringah serta mengerling mesra Martin. "Wohoo, saya senang punya teman yang bisa mengerti saya." "Suatu kebanggan bagi saya menjadi teman pilihan Nona," ucap Martin penuh wibawa. Esteva tersenyum lega. "Saatnya melanjutkan perjalanan kita lagi. Saya masih ingin melihat- lihat wilayah Winterwall," katanya. Esteva mulai membenahi pakaiannya. Tandanya permainan mereka cukup sampai di sini dahulu. Martin pun mengenakan pakaiannya lagi seperti semula. Mereka keluar dari semak- semak mengendari kuda dan berbincang seolah sebelumnya tidak terjadi apa pun. Martin menjelaskan batas- batas wilayah dan hewan atau tanaman apa yang kerap mudah didapatkan di setiap musim selama setahun. Mereka memetik buah beri liar dan membakar ubi sebagai pengganjal perut. Esteva tidak ingin siang yang panjang di kastel, sehingga senja hari barulah ia kembali ke kediaman mewah itu. Ia dan Martin berpisah begitu saja seolah tidak saling mengenal. Britanny menyapanya saat di selasar. Rupanya menunggunya sejak lama. Melihat penampilan urakan Esteva, ia merasa wajar saja karena dia berkuda seharian. "Kamu ke mana saja? Menaksir luas yg tanah milik Grisham dan berpikir berapa harta kekayaan yang dimilikinya jika itu semua jatuh padamu?" Dengan gamblang Esteva menjawabnya. "Anda benar sekali, Nona Britanny. Silakan laporkan pada Tuan Grisham. Saya tidak takut." Ia melengos melewati Britanny. "Saya mau mandi. Seharian di luar membuat saya berkeringat dan bau kuda. Saya tidak mau menyambut Tuan Grisham dalam keadaan seperti ini." Britanny dongkol sekali mendengarnya. Ia bergegas menjauhi selasar itu sambil menggerundel kesal. Esteva mandi berendam dan membersihkan saksama setiap inci tubuhnya. Siangnya dilalui damai ditemani Martin, pengurus kuda yang tampan rupawan dan sangat pengertian. Tinggal malamnya lagi. Kapan Tuan Grisham pulang itu yang tidak pasti. Susah memang kalau berhubungan dengan pejabat penting. Tidak seperti Andreas yang sesuka hati dan suka cari masalah. Tuan Grisham mungkin sedikit arogan dan terhormat. Namun ia menyukainya. Ia menyukainya karena Andreas membenci Grisham. Sesederhana itu. Biar Andreas menyesal seumur hidupnya telah menjadi ayah lak.nat dan terberengsek seantero Inggris. Makan malam berlangsung tanpa percakapan antara ia dan Britanny. Selanjutnya Esteva kembali ke kamarnya. Ia menolak keras acara membaca buku yang disarankan Alfred. Ia beralasan mengantuk karena seharian berkuda. Alfred mengiringinya menuju kamar. Dari gelagatnya, Esteva yakin Alfred ingin menyampaikan sesuatu. "Nona, jika saya boleh berpendapat, tolong jangan dekat-dekat Martin. Tuan Grisham tidak akan suka Anda dekat dengan pria lain." "Apa yang Anda bicarakan, Tuan Alfred? Martin itu, kalau boleh saya beranggapan, seperti anggota tim di kru kapal Andreas, tuan saya sebelumnya. Jadi, apa salah jika saya berpikir Martin adalah bagian dari kru istana Tuan Grisham? Tolong, saya bukan makhluk yang tidak pernah kenal laki-laki. Pffth!" Esteva tertawa sinis atas pikiran Alfred yang menganggap dia wanita terhormat atau berusaha jadi terhormat. Tidak. Terhormat hanya akan menyakiti hatinya. Mereka tiba di depan kamarnya dan Esteva segera pamit. "Permisi, saya mau tidur." Ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Esteva bersandar dulu di balik pintu. Ia mendengar Alfred menjauh, barulah ia menuju ranjang. Ranjang ... Sebelumnya adalah tempat ia melepas lelah setelah hiruk pikuk kehidupan melaut atau mengatasi masalah di Bournemouth. Semenjak bersama Grisham, fungsi ranjang sudah berubah menjadi tempat gelisah dan merasa sendirian. Ia butuh seseorang menemaninya. Butuh merasakan secara nyata ungkapan kasih sayang untuk dirinya. "Ah, sialan!" gerutu Esteva seraya mengubah arah langkah kakinya. Ia tidak jadi naik ke ranjang, melainkan melantai, duduk bersandar di kaki ranjang dan memandangi jendela kamar yang terbuka tirainya. Ia memandangi langit malam yang dihiasi bulan sabit. Rindu langit malam saat di lautan. Rindu terombang ambing. Rindu bahaya dan badai. Rindu Andreas saat masih jadi miliknya. Andreas begitu bebas kala itu. Hanya setelah beristri dia jadi bodoh dan dikebiri. Benci istrinya. Benci gadis pembohong dan penipu itu. Hei hei, bukankah saat ini kau sedang melakukan hal yang sama? Tidak, aku berbeda. Setidaknya aku tidak pura-pura lugu seperti dia, batin Esteva. Aku benar-benar butuh seks dan aku akan mendapatkannya. Esteva menekuk kakinya dan mengangkang sendiri. Tangannya menyingkap rok lalu jari- jari halusnya merayap ke lekukan berair yang tersembunyi oleh bahan renda celana dalamnya. Jarinya menyelip ke sela kain itu dan memasuki lubang lembap di situ lalu mengaduk cepat. "Ngg ahhh ...," erang Esteva sambil memejamkan mata. Semakin cepat dan dalam rasanya semakin berdesir. Liangnya berdecap- decap basah. Ia menambah dua jari di dalam sana dan termangap merasakan sensasi meregangnya. "Aaahh .... Hmmmhh ... Tuan Grisham ...," sebutnya meratap. Sebelah tangannya membuka kancing depan gaunnya dan menyusup ke balik baju memainkan buah kismisnya yang disukai Tuan Grisham. Ia mencubit keras buah mungil itu hingga memekik sendiri. "Aaah, Tuan Grisham .... Cepat pulang .... Saya sudah tidak tahannnhh .... Ahhhhh!" Slurrp ... Cairannya muncrat ke lantai. Esteva terengah sebentar lalu lanjut mengocek- ngocek lagi lebih gencar dari sebelumnya. "Hnnnnhh, Tuaannnhh ...." Bayangan gelap lekas merayap hingga meneduhi Esteva. Sosok berbadan tegap berdiri di hadapan gadis itu dan menggeram marah. "Dasar gadis nakal! Kau melanggar laranganku! Kau harus dihukum Esteva Cortez!" Grisham muncul di kamar Esteva dan bergegas mengambil cambuk kuda di nakas. Esteva terkesiap. Bukan karena ketakutan, melainkan karena dia sangat senang Grisham datang lebih awal dari perkiraannya. Ctar! Grisham mencambuk tangan Esteva yang melanggar aturannya. "Awh!" Esteva kontan menarik tangan dari liang gadisnya. Grisham melirik ke area itu yang basah berlendir. "Apa kubilang sebelum aku pergi tadi? Kamu benar-benar tidak bisa menahan diri barang sekejap?" omel Grisham. Gadis itu manyun tersipu, menyimpan tangannya bersilang di belakang. " Saya kesepian, Tuan," katanya mengiba. Sebelah alis Grisham terangkat. Ia bersedekap memegang cambuknya. "Kesepian? Kata Alfred kau keluar seharian dengan Martin. Apa yang kalian lakukan?" selidiknya. ”Cuma berkuda." Grisham mendengkus. "Kau pikir aku akan percaya itu?" "Terserah. Jika Tuan khawatir, Tuan bisa memeriksa ...," tangannya hendak membuka muara liangnya lagi, tetapi Grisham kembali mencambuknya. "Aah!" Esteva menyimpan tangannya lagi. "Kau dan tanganmu benar- benar tidak bisa diam!" geram Grisham. Sementara liang Esteva mengilap- ngilap menggodanya. "Hisssh, sialan!" gerutu Grisham lalu ia membentak Esteva. "Berapa kali kau sudah keluar sebelum aku datang?" Gadis itu tertunduk dalam penuh sesal. "10 kali, Tuan," jawabnya lirih. Grisham terperangah. "Sialan!" desisnya. Kemudian menyeringai dan berujar dingin pada gadis itu. "Naik ke ranjang dan buka kakimu lebar- lebar. Biar kuhukum liang binalmu sebanyak kau bermain-main tanpaku." Esteva tidak membantah sedikitpun. Ia melakukan suruhan Grisham. Duduk di tepi ranjang dan mengangkang selebar mungkin. Kedua tangannya bertumpu siku ke belakang. Grisham mengayunkan cambuknya bersamaan Esteva memejamkan mata bersiap menerima hukuman. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN