LIMA
MAAF BANYAK TYPO
Rangga, dengan wajah yang lesu, bahkan terlihat pucat, melangkah lemas menjauh dari ponsel papanya yang berserakan di atas lantai. Rangga kembali menuju kearah ranjang dimana ada tubuh mamanya yang masih setia terlelap diatas sana. Ponsel mahal papanya bahkan tidak di pungut oleh anak itu. Hatinya sakit mendengar ucapan kesal, marah dan geram oleh laki-laki di sebarang sana sana tadi. Dan benarkan suara laki-laki dan perempuan tadi adalah mama dan papa, papanya alias nenek dan kakeknya?
Tapi kenapa jahat sekali sih mulutnya? Suara laki-laki yang menurut Rangga adalah kakeknya tadi bagaikan suara kucing hutan yang kelaparan. Ganas. Persis papanya, ih! Kenapa sih, papanya harus papa Pian. Papa Pian yang banyak bohong dan janji palsunya. Papa Pian yang selalu buat mamanya nangis bahkan buat Rangga juga nangis. Rangga mau tukar tambah papanya biar nggak keluyuran terus. Eh tukar dengan papa yang baik maksudnya.
Dan Rangga saat ini,
Dengan sangat hati-hati menaiki ranjang empuk mama, dan papanya yang juga menjadi ranjangnya juga apabila papanya absen datang kerumah. Kalau papanya masih sekolah, Rangga yakin papanya tidak akan naik kelas karena bolos terus.
Aish! Matanya terasa panas, dan perih. Rangga jelas tau apa maksud dari ucapan kakeknya tadi. Umurnya sudah delapan tahun, kakeknya mengira dia adalah pencopet bahkan gembel. Pencopet yang copet ponsel Papa edannya.
Walau sudah Rangga tahan sebisa mungkin air matanya, tetap air matanya yang menang. Air matanya meluruh dengan mulus tanpa malu-malu dari kedua matanya. Membasahi kedua pipinya dalam sekejap. Ekspresinya terlihat begitu pahit sekaligus lucu dengan bibir bawah yang memoncong begitu maju kedepan dan kedua mata yang menyipit.
"Rangga anak papa atau bukan, sih, mama?"tanya Rangga sendu pada wajah lelap Syasa yang terlihat pulas.
Rangga kecil bingung, kadang papanya begitu terlihat sayang padanya, tapi laki-laki itu banyak lebih terlihat tak acuh bahkan cuek padanya. Rangga juga tidak melihat ada foto pernikahan mama, dan papanya yang terpajang di rumah.
Melihat kelopak mata mamanya yang mengkerut, Rangga dengan cepat menghapus jejak bulir air matanya yang mengalir di pipinya.
Sebisa mungkin, Rangga menampilkan wajah ceria dengan senyuman manis yang tersungging indah di kedua bibirnya, dengan tangan yang menopang di dagu.
Rangga terlihat seperti orang dewasa yang tengah menanti kekasih hatinya bangun tidur. Dengan tatapan penuh cinta dan puja yang terlihat jelas di kedua sinar matanya.
"Mama...Rangga mau tukar tambal Papa. Rangga juga mau minta Papa baru. Bisa nggak mama kasih untuk Rangga?"celetuk Rangga serius.
spontan membuat Syasa terlonjak bangun dari baringannya dengan mata yang meletot lebar.
****
Pia... Pian setelah berhasil menguasai dirinya akan pertanyaan bertubi yang dilontarkan oleh mamanya. Pian terlihat menarik nafasnya panjang, dan menghembuskannya perlahan. Mata tajamnya memandang penuh sesal kearah mama, dan papanya terlebih mamanya. Pian tau, apapun yang ia lakukan, pintu maaf selalu terbuka lebar untuk dirinya dari papanya.
"Maaf, Ma. Sebenarnya Syasa sudah dari enam bulan yang lalu balik ke sini."Ucap Pian dengan kepala yang menunduk dalam.
Seketika, tangan mungil, dan lentik Lila terlihat
mengepal kuat. Mike dengan sabar mengelus lembut bahu isterinya yang naik turun karena rasa amarah, takut, dan gelisahnya terhadap Syasa.
"Kenapa nggak bilang dari dulu kalau adikmu telah kembali disini?"lirih Lila sedih. Ia telah berhasil menguasai dirinya agar tidak lepas kontrol. Lepas kontrol pada anak kurang ajar yang ada di depannya.
"Syasa mau mandiri, Ma. Aku sebagai kakak tentu saja mendukungnya. Tenang saja, Ma. Syasa selalu aku kontrol di setiap bulannya walau aku benci setengah mati padanya."Ucap Pian dengan bersungut-sungut, dan tangan yang mengepal erat.
Pian begitu lihay dalam mengucap dusta. Mike yang terlalu sayang pada anak tunggalnya itu terlihat percaya saja akan setiap ucapan anaknya, dan memandang tuduh kearah isterinya yang terlalu suudzon terhadap anak kandung mereka.
Sejujurnya dalam hati kecil, tidak ada gairah dan keinginan untuk mengasuh anak orang, apalagi itu adalah anak dari mantan isterinya yang pengkhinat, dan pencipta dosa besar untuk dirinya dulu terhadap Lila.
"Jangan bohong kamu, nak. Ayo jujur, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu."tuduh Lila dengan raut yang masih tidak percaya.
Seketika Pian menunduk dalam mendengar ucapan tuduhan dari mamanya, Lila seketika merasa bersalah. Setaunya anaknya memang jarang berbohong bahkan nyaris tidak pernah dulu, tapi siapa tau sekarang’kan? Manusia bisa berubah.
"Sumpah, Ma. Pian nggak bohong. Syasa ada di Indonesia tapi Syasa belum ingin bertemu dengan mama dan papa. Dasar anak pungut itu, memang keterlaluan."sungut pian lagi. Masih dengan kedua tangan yang terlihat mengepal erat. Raut wajahnya penuh amarah pada syasa.
"Mama jangan khawatir, Pian akan membujuk Syasa nanti agar mau tinggal dengan kita lagi."Ucap Pian dengan nada yakin kali ini, wajahnya sudah mengukir senyum.
Lila?
Lila memandang dalam kearah anaknya, sepertinya anaknya tidak berbohong. Lila akhirnya mengangguk.
Dan
Cup
Satu kecupan mendarat di pipi kiri Lila. Siapa lagi , kalau bukan Mike dalangnya.
"Awas, ya. Curiga lagi sama anak kita, bakal ada hukuman untuk kamu."Ancam Mike serius.
Lila hanya mendengus. Pian terlihat menghembuskan nafasnya lega. Tapi itu hanya beberap saat sebelum pertanyaan serius kembali terlontar oleh mulut mamanya.
"Rangga siapa? Kenapa ponsel kamu ada sama dia? Dia juga tau kalau kami adalah kakek neneknya."Tanya Lila penasaran. Mike juga ikut menanti jawaban anaknya, jawaban dari mulut anaknya akan ia percaya 100%. Semoga saja tadi memang adalah gembel yang merangkap jadi pencopet.
Pian terlihat meneguk kasar ludahnya berkali- kali. Ia seketika gugup tapi ia masih bisa menguasai dirinya dengan cepat.
Dan Pian dengan raut yang amat serius, Pian...
"Dia...dia anak panti asuhan dan anak yatim piatu mama... Kenalan Pian atau yang tak sengaja Pian tolong 1 tahun yang lalu...."Ucap Pian susah payah dengan tubuh yang bergetar merinding seakan ada aliran listrik yang menyetrumnya.
Maafkan, Papa, Rangga!
Tbc