SATU
Judul n****+ :Suamiku Kakakku
SATU
"Kakak...kenapa ini Shasa selalu di pegang?"Tanya Shasa dengan wajah meringis sakit.
Telunjuk lentiknya, menunjuk tepat pada kedua d**a nya secara bergantian.
Mata tajam Pian memandang dalam, dan tajam pada kedua d**a adiknya yang sedang dalam tahap pertumbuhan itu.
"Suka-suka kakak. Anak angkat harus nurut sama yang anak kandung."Ucap Pian telak.
Membuat Shasa menundukkan kepalanya dalam. Ia memang hanya’lah anak angkat. Kedua orang tuanya telah meninggal. Ayahnya meninggal sejak ia kecil, mamanya, Evita meninggal karena overs dosis penggunaan obat-obatan terlarang. Lila dengan baik hati mau mengangkatnya menjadi anak saat ia berumur 5 tahun.
Pian dapat melihat ada sinar terluka yang terpancar dengan jelas dari sinar kedua mata adik angkatnya.
"Jangan sedih. Kamu istimewa buat, Kakak. Yang penting kamu harus nurut dan patuh sama kakak. Jangan bilang-bilang mama kalau kamu sering di pegang-pegang sama, Kakak."Ucap Pian tajam, dan tegas dengan nada mengancam.
Sosok Pian yang lembut, dan ramah serta menggemaskan dulu telah berubah menjadi Pian yang egois, kasar, dan berbicara semauanya. Sejak Shasa datang ke rumahnya semua sifat baik Pian berubah menjadi sedikit buruk. Tapi sialnya, Pian malah ingin memiliki Shasa. Pian menyadari kalau ia menyukai Shasa, saat ia berada di sekolah tingkat akhir. Shasa selalu menganggu pikirannya, selalu membuat ia merasa rindu dengan wanita kecil itu, yang hanya berjarak umur tiga tahun dengannya.
"Tapi ini sakit."bisik Shasa lirih dengan kedua tangan yang menutup rapat d**a nya , takut kakaknya akan meremas, dan memainkannya lagi.
"Jangan ngeluh, sayang. Untung kakak nggak merobek sekalian mahkota kamu. Nurut aja, jangan rewel dan cengeng."Ucap Pian dengan seringai khasnya.
"Maafkan aku..."
"Melamun lagi?"ucap suara itu tajam.
Seketika, segala lamunan tentang masa lalunya yang buruk ah sangat buruk buyar seketika oleh kakak angkatnya. Shasa memandang tepat kearah Pian, yang tengah memandang tajam kearahnya dengan tangan yang mengepal erat. Shasa yakin, pasti sendok ditangan suaminya itu telah bengkok.
Shasa menggeleng tak acuh, dan membuang pandangannya kearah lain.
"Makan!"Titah Pian tegas.
Pian kesal dan marah, isterinya sedari tadi hanya mengaduk-ngaduk makanannya tanpa menyentuhnya. Ia bahkan sudah membuang waktu berharganya hanya karena ingin makan siang dengan isterinya.
Shasa tidak menggubris ucapan Pian, dan tetap mengaduk tak nafsu makanan yang dibelikan oleh Pian barusan di pinggir jalan.
"Aku nggak sanggup, Kak. Jangan maksa aku lagi."Ucap Shasa dengan nada lembut. Berharap agar Pian mau mendengar kata-katanya. Ia muak selalu di paksa oleh kakak angkatnya yang sialnya telah menjadi suaminya.
"Hahaha...maksa? Kita sama mau sayang. Aku cinta kamu, kamu cinta aku. Nggak ada kata paksa di antara kita berdua."Pian tertawa mengejek mendengar ucapan-demi ucapan yang dilontarkan oleh isterinya.
Isterinya Halu, ah!
Ada sinar cinta di mata Shasa untuk dirinya, Pian yakin itu.
"Apa yang kakak lakukan selama ini memang paksaan. Aku nggak rela dan ikhlas. Aku juga tidak pernah menginginkannya."Balas Shasa penuh tekad dan yakin.
Pian geram mendengarnya. Dengan tenang laki-laki tinggi tegap itu bangkit dari dudukannya dan melangkah cool kearah Shasa.
Pian mendekap tubuh Shasa dari belakang. Shasa menegang mendapat pelukan erat dari tubuh besar, dan hangat suaminya. Tangan besar itu juga merayap menggoda di leher putih mulus Shasa. Mengelus selembut bulu disana, membuat Shasa seketika merasa panas dingin.
"Nggak ada kata paksa, sayang. Kita mau sama mau. Kamu akan menjadi isteriku selamanya. Hanya kamu seorang."bisik Pian dalam tepat pada telinga kanan Shasa bagaikan janji mati yang tengah laki-laki itu ikrarkan.
Shasa meremang mendengarnya bahkan bulu kuduk wanita itu terasa merinding.
"Aku mau kamu, sekarang!"Bisik Pian dengan nada serak kali ini.
Shasa semakin menengang. Tangan kecil dan lentiknya mengepal kuat dibawah sana. Ia akan menyampaikan niatannya hari ini juga.
"Aku mau cerai, Kak!."
Reflek Pian melepaskan pelukannya dari tubuh Shasa kasar.
******
Shasa membuang pandangannya kearah lain, di kala telapak tangan besar Pian ingin merangkum dagunya. Ia benci, dan kesal pada suaminya. Ia kalah telak, dan Pian berhasil menguasai dan mengendalikan dirinya lagi. Shasa benci ia lemah seperti ini.
"Kamu nggak sopan, ya belakangi suami seperti ini. Ayo pandang kakak, balikan tubuhmu kearahku."Pian berusaha membalikkan badan Shasa lembut agar menghadap kearahnya.
Dengan pelan, dan berat hati, Shasa membalikan tubuhnya terpaksa. Matanya seketika bertemu pandang dengan manik madu Pian yang tajam.
"Kenapa harus dipaksa? Dosa tau, Sha. Kalau nolak suami kalau lagi minta itu. Bahkan walau kalian para cewek capek harus tetap layani suami. Itu kewajiban kalian, sayang."Pian mengelus selembut bulu pipi hangat Shasa.
Shasa terlihat memejamkan matanya menikmat usapan demi usapan yang diberikan oleh suaminya. Tapi mendengar ucapan Pian yang melenceng, mata Shasa seketika terbuka nyalang.
"Walau capek sekalipun?" Desis Shasa sinis dengan tatapan penuh ejek pada Pian.
"Ya, anggaplah suami adalah Raja. Para isteri adalah ratu. Ratu berada di bawah kendali raja."Jawab Pian lembut.
shasa terlihat marah. Pian tau, api tidak boleh di lawan dengan api. Ia harus melembutkan suaranya, dan sabar menghadapi sifat Shasa yang keras.
"Ini bukan di negeri dongeng atau jaman kerajaan. Teori bodoh dari mana itu?"sinis Shasa lagi dengan tatapan yang sangat sinis kali ini.
Hati Pian sedikit panas melihat cara panadang Shasa pada dirinya. Tapi ia berusaha sabar sebisa mungkin. Walau Shasa sudah berlaku tak sopan padanya.
"Iyah, sayang. Papa nyerah, kamu menang. Cup!"Pian memberikan kecupan penuh kasih sayang pada kening Shasa. Shasa merasa hatinya menghangat di dalam sana. Reflek tangannya memeluk tubuh Pian yang sama keadaannya dengan tubuhnya, tidak ada secarik kain’pun yang menutupi tubuh keduanya. Membuat tubuh keduanya mengirimkan gelenyar panas bagai tersetrum kesatu sama lain.
Seketika bibir Pian tertarik dengan lebar keatas. Jantungnya berdebar menggila di dalam sana. Shasa memeluknya. Ia senang, amat senang. Tapi suara panggilan yang begitu nyaring yang berasal dari ponselnya, membuat ia terpaksa
melepaskan pelukan Shasa dari tubuhnya.
Shasa merasa sakit hati dikala suaminya lebih mementingkan telepon itu. Padahal suaminya...
Sudahlah! Shasa membalikkan tubuhnya kasar dan menutupi tubuhnya penuh dengan selimut.
Jangan-jangan itu adalah selingkuhan, Pian!
Sedangkan Pian, memandang penuh sesal kearah Shasa. Ia tau isterinya tengah kesal. Tapi ini adalah telepon penting, dari mamanya. Dengan tubuh yang telanjang bulat Pian keluar dari kamar untuk berbicara dengan mamanya. Pian tidak ingin Shasa semakin menuntut agar ia segera mempublikasikan hubungan mereka di depan umum. Terutama pada mama dan papa mereka.
Shasa memekik kesal. Hatinya selalu tergerus oleh Pian. Setiap laki-laki itu datang mengunjunginya, pasti ia akan dibuat kesal dan sakit hati. Seperti saat ini.
Ia juga merasa seperti wanita simpanan.
Tanpa memperdulikan rasa nyeri dan pegal di tubuhnya, Shasa bangkit dengan pelan dari baringannya dan segera menuju ke kamar mandi. Ia ingin segera mandi dan menghilangkan segala bekas sentuhan Pian.
***
"Sayang, pasangin dasiku. Cepat! Mama menungguku dikantor."perintah Pian diktator.
Shasa mendengus, dan memandang dengan mata sayu kearah Pian.
"Aku lelah. Pasang sendiri dulu."Ucap Shasa lesu.
Hati Shasa lagi-lagi sakit. Suaminya baru datang belum dapat dua jam, sudah akan meninggalkan dirinya lagi. Padahal baru satu kali ini dalam seminggu Pian datang menjenguknya lagi. Apakah Pian punya isteri lain di luaran sana?
Shasa muak! Ia ditahan seperti ini.
"Oke, sayang. Istrahatlah, aku akan usahkan datang nanti malam. Jangan dulu tidur."Pian memberikan senyuman yang begitu manis pada Shasa. Shasa tidak membalasnya, wanita itu sudah terlanjur kesal, dan sakit hati.
"Aku lelah, dan aku akan tidur lebih awal malam ini."
Pian lagi-lagi memberikan senyuman hangatnya pada Shasa. Jangan terpancing. Ucap hatinya mencoba sabar di dalam sana, akan kelakuann tak sopan isterinya.
"Oke. Aku akan tetap datang, dan akan menemani tidurmu sepanjang malam."Kata Pian lembut.
"Aku tidak butuh pelukan. Aku butuh pengakuan, Kak."Ucap Shasa frustasi.
Akhirnya kata yang ia pendam selama tiga bulan ini keluar mulus dari mulutnya. Setelah sekian lama ia bungkam karena mendapat pukulan fisik dari Pian, dulu,tepatnya tiga bulan yang lalu.
Pian kali ini memandang tajam kearah Shasa.
"Aku belum siap, sayang. Secepatnya aku akan mengaku pada kedua orang tua kita. Aku malu pada mereka, karena dulu aku terlihat sangat tidak suka padamu. Harga diriku akan jatuh dan aku belum siap untuk hal itu."Ucap Pian dengan
raut wajah serius.
Apa kata mama, dan papanya kalau tiba-tiba saja ia mengaku pada mamanya telah menikah dengan adik angkatnya sendiri. Yang mama dan papanya tau, Shasa tengah melanjutkan studi lanjutnya di singapura. Ia juga selalu mengatakan
pada mama dan papanya bahwa Shasa bukanlah tipenya, dan ia sangat benci pada Shasa.
"Kamu egois!"pekik Shasa tertahan.
"Aku capek, Kak. Sembilan tahun sudah kita menikah tapi tidak ada orang yang mengetahuinya. Di anggap apa aku ini?"lirih Shasa putus asa.
"Aku tau. Saat ini aku belum siap, sayang. Aku janji secepatnya, kita akan mengumumkan pernikahan kita."janji Pian serius.
Shasa tetap menggelengkan kepalanya.
"Lepaskan aku. Sepertinya kakak tidak akan
pernah siap."lirih Shasa dengan air mata yang telah merembes deras kali ini. Membasahi kedua pipinya.
Siapa yang sanggup hidup dalam ikatan suci tapi tidak pernah diakui di depan umum, bahkan di depan kedua orang tuamu sendiri, bahkan
terkesan disembunyikan dari semua orang. Dikurung dengan kejam dengan segala fasilitas canggih yang terbatas. Ia bukan tahanan!
"Tidak akan pernah aku melepasmu, Sha! Mungkin anakku tengah tumbuh didalam rahimmu sekarang."Ucap Pian bangga dengan langkah lebar menuju kearah Shasa yang tengah terbaring lemas di atas sofa.
Shasa tertawa kecil. Tidak tau saja, kalau ia telah meneyuntik KB dua minggu yang lalu. Ia akan mengucapkan terimah kasih kepada tetangganya besok.
"Kamu mau, Rangga punya mama tiri?"Kata Pian dengan seringai khasnya.
"TIDAK MAU! RANGGA BAKAL CEBURIN MAMA TIRI KE SELOKAN DEPAN RUMAH KALAU BERANI!"
"DAN PAPA BAKAL AKU SUNAT LAGI! MAU?!"
Pian seketika menegang kaku. Oh sial itu suara anaknya, Rangga...
Tbc