EMPAT

1138 Kata
EMPAT Lila sedari tadi mengomel karena panggilannya tidak diangkat oleh anaknya. Di saat masalah sepenting ini kenapa anaknya keterlaluan. Ia, dan suaminya bahkan menunggu berjam-jam di kantor, dan sekarang pun batang hidung anaknya belum terlihat sedikitpun. "Jangang ngomel-ngomel. Ayo coba telepon lagi."Ucap Mike dengan nada tegasnya. Lila mendelik kearah suaminya, bela saja terus. Mike begitu memanjakkan Pian, dan selalu menjadi tameng Pian apabila anaknya itu berulah. "Ya. Aku memang ingin menelpon lagi. Anak itu memang keterlaluan."Ucap Lila tak acuh. Lila saat ini tengah kesal pada Mike, dan tingkat kekesalannya semakin akut di kala Mike barusan menitahnya dengan suara yang tegas dan lumayan keras. Sifat arrogant masih begitu kental di diri laki-laki itu. Nggak pernah berubah, walau berubah itu hanya di awal pernikahan dan hanya sedikit, sikap arrogant-nya masih sangat kental. "Ya...maafkan aku, suaraku keras ya, barusan."Mike semakin mendekatkan tubuhnya kearah isterinya, dan mendekap tubuh isterinya erat dari samping. Mulutnya memberi kecupan berkali kali di pipi kanan isterinya. Seketika kekesalan yang melanda Lila surut di gantikan dengan kehangatan yang tercipta karena kelembutan suaminya. "Coba kamu yang menelponya, mas."Lila menyerahkan ponselnya pada suaminya, dan di terima dengan cepat oleh Mike. Lila lelah menelpon anaknya berkali-kali sedari tadi, dan tidak ada balasan sedikitpun dari anaknya kecuali pagi tadi. "Kalau nggak angkat sekali ini, lihat saja nanti anak itu."Ucap Mike pura-pura marah. Kasian wajah kusut dan bete isterinya. Benar saja, wajah Lila seketika cerah. Setelah ia mengeluarkan dekrit akan ada hukuman untuk anaknya nanti. Efek Shasa begitu kuat untuk isterinya. Tanpa membuang waktu lagi, Mike kembali menghubungi anaknya. Ia juga khawatir akan keberadaan anak angkatnya sekarang. Mike menunggu tak sabar, dan beberapa detik kemudian, panggilannya di angkat. Lila tersenyum penuh syukur di saat anaknya telah mengangkat panggilannya di seberang sana. **** Rangga memekik tertahan di kala pendengarannya mendengar suara seorang perempuan, dan laki-laki di seberang sana. Itu pasti nenek dan kakeknya, simpul anak yang berusia delapan tahun itu dalam hati. "Assalmuallaikum...ini pasti nenek dan kakek Rangga, iya kan?"Ucap Rangga dengan suara cerahnya. Lila dan Mike yang berada di seberang sana, tertegun mendengar suara anak kecil lah yang menyapa mereka. Keduanya bahkan saling pandang dengan tatapan bertanya. Tidak mendapat balasan, tidak menyurutkan senyum lebar yang tersunggung di bibir tipis merah Rangga. "Hallo...ini dengan Rangga anak papa Pian, bang toyib acem."Sapa Rangga lagi dengan suara semangatnya. "Ini pasti nenek dan kakek, Rangga?" Lila lemas, mendengar ucapan Rangga kali ini. Apa maksudnya? Badan mungilnya seketika bersandar di bahu tegap suaminya. Setelah menguasai keterkejutannya, Mike merengkuh lembut tubuh Lila agar semakin mendekat kearahnya. Hembusan nafas panjang dihembuskan dengan gusar oleh Mike. "Kamu anak mana? Jangan asal, ya, nak. Jangan bilang kamu curi ponsel anak saya? Hayo ngaku?"Desis Mike mengintimidasi. Ada-ada saja, nggak mungkinlah anak kecil itu adalah...ah jangan bodoh, dan gampang percaya dengan omongan barusan. Omong kosong semata. Itu pasti hanya gembel yang mencopet ponsel anaknya. Gembel tidak tau diri. Awas saja besok, kalau benar ponsel anaknya di copet. "Saya harap, kamu mengembalikan ponsel anak saya besok. Saya akan melacak melalui gps dimana keberadaan kamu. Klik!"Ucap Mike tajam dan memutus panggilannya sepihak. Rangga berdiri terpaku dengan mulut mengaga di seberang sana. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dengan detak jantung yang lumayan cepat. Apa maksud ucapan kakeknya tadi? Saking lemasnya Rangga, bahkan ponsel mahal papanya meluncur dengan mulus di lantai putih bersih kamar mama dan papanya. Sedangkan Mike menatap tajam kearah Lila yang terlihat masih terpaku di bahu tegapnya. "Kamu sih, sayang. Kenapa begitu sensi sama Pian. Wajar lah aku memanjakannya wong dia anak tunggal kita."Ucap Mike sedikit kesal pada isterinya tapi tangannya tetap mengelus lembut puncak kepala Lila. "Dia nggak kurang ajar. Ponselnya di copet sama gembel. Kamu dengar sendiri, kan tadi? Sok-sokan lagi bilang kalau dia anak dari anak kita, dan menyapa kita dengan sebutan nenek kakek. Gembel jaman sekarang lincah, ya."Ucap Mike menggebu. Walau Pian melakukan apapun, akan Mike dukung. Mike terlalu sayang dengan anaknya. Pian adalah harta berharga yang ia punya setelah Lila. Tapi Lila menganggap ia terlalu berlebihan terhadap anaknya. Wajarkan? Pian anak tunggal. Mendengar ucapan panjang suaminya Lila mendelik tajam kearah Mike. Tanpa di sadari oleh Mike... "Auwwhhh!"jerit Mike dengan wajah yang meringis sakit. Satu cubitan kuat dan panjang menyapa perutnya yang sedikit membucit. "Kenapa mulut kamu masih lemes kayak dulu?"Ucap Lila tak sopan sedikitpun. Mike terdiam. "Anak kecil tadi bukan gembel. Ini pasti ada sesuatu."bisik Lila pelan dengan pandangan yang menerawang kedepan. Mike masih betah dengan diamnya. "Pian harus menjelaskan. Dua kasus yang akan anakmu hadapi nanti, mas. Shasa ku kemana dia? Apa-apaan tadi? Ana kecil tadi persis Pian kecil dulu."bisik Lila pelan. "Nggak mungkin, sayang. Tadi pasti hanya anak kecil pencopet."Ucap Mike tidak terima. "Ma....Pa..."Sapa suara itu santai. Lila refek mendongak cepat, dan memandang ke asal suara. Anaknya terlihat melangkah santai menuju mereka. Tangan kecil Lila mengepal di saat ia melihat wajah santai, dan tidak berdosa anaknya. "Jangan marah-marah terus. Nanti cepat tua."bisik Mike pelan dan mendapat delikan tajam Lila sekali lagi membuat, Mike diam, dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Sini kamu, Pian. Mama butuh penjelasn lebih darimu."Desis Lila menahan amarah. Mike membuang nafasnya kasar di samping Lila. "Maaf, Ma Pa. Aku...aku terlambat pulang, dan ingkar janji pada mama, dan papa tadi pagi. Pasti mama dan papa menunggu Pian lama di kantor."Ucap Pian dengan nada bersalahnya. Mike mengangguk dan memberikan senyuman hangatnya pada anaknya Pian. Entahlah, Mike jatuh cinta akut pada anaknya, dan rasa sayangnya sangat over dosis! Sedang Lila memincing penuh curiga kearah anaknya Pian. Entahlah, Lila bukannya benci pada anaknya. Lila hanya sedikit tidak suka akan sifat anaknya yang sekarang. Apalagi perlakuan jahat anak kandungnya pada Shasa sa anak angkat, dan merupakan adik angkat dari anaknya itu juga. "Kata kamu Shasa ada dan tinggal di Singapura, kenapa kata orang mama, nggak ada Syasa di sana."Tho the point Lila dengan nafas yang memburu menahan amarah. Mike di sampingnya berusaha menyurutkan amarahnya. Bagaimana tidak, Syasa yang ia lepas ketika anaknya tamat SMA, tidak ada di Singapura lagi saat ini. Syasa dengan Pian menghabiskan bertahun-tahun waktu di sana untuk pendidikannya. Dan Syasa memutuskan akan bekerja di sana sekaligus walau Lila melarangnya keras. Lila dan Mike sekali setahun atau dua kali akan mengunjungi Syasa di sana, tapi setahun ini tidak ada kabar sedikitpun dari anak gadisnya. Bahkan dirinya sudah menghilang dari Singapura sejak satu tahun yang lalu. Lila semakin memincing melihat anaknya yang tiba-tiba gugup dan resah. "Ayo jawab! Dimana adikmu, Pian? Rangga juga siapa dia? Dia yang mengangkat panggilan mama tadi."Pekik Lila keras. Pian semakin menegang kaku di tempat duduknya. Oh sial! Nggak mungkin Rangga mengangkat panggilan mamanya. Seketika Pian meraba saku celanya. Sial! Sial! Sial! Tidak ada ponselnya. "Ayo jawab satu-persatu pertanyaan mama!"Ucap Lila sendu kali ini. Lila takut anaknya Syasa kenapa-kenapa. Lila juga takut akan anak kecil tadi. Pian gelapan dengan jantung yang berdetak bagai di guncang gelombang di dalam sana. Ini benar-benar gawat darurat! Dan sial. Sebentar lagi, semuanya akan terbongkar. Goblok kamu, Pian! Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN