Tangguh dan Azkia sudah berada diperjalanan menuju Indonesia. Diperkirakan akan sampai besok pagi. Selama dalam perjalanan, Azkia terus melirik ke arah tangguh yang telihat gugup dan cemas.
"Kamu kenapa? Kayak gugup gitu?" tanya Azkia lembut.
"Eh? Aku? Gak apa -apa kok." Jawaban Tangguh selalu singkat dan tak pernah memuaskan.
Azkia membuka kotak snack dan mulai menikmati satu roti cokelat. Perasaannya juga sedang tak karuan. Kedua orang tuanya meminta Azkia pulang bersama Tangguh. Padahal ia masih kuliah. Ditanya ada apa? Kedua orang tuanya sama sekali tidak memberitahu.
Tangguh juga kembali memejamkan kedua matanya. Sosok Yura masih sering terlintas dipikirannya. Ia memang harus menemukan gadis itu. Rasa bersalahanya semakin besar terlebih tak ada komunikasi keduanya. Tangguh hanya takut kalau Yura saat itu mengandung dan ia malah tidak bisa bertanggung jawab atas Yura.
Beberapa jam kemudian, pesawat mulai turun dan berhenti di Bandara Soekarno -Hatta. Tangguh dan Azkia juga sudah turun dari pesawat lalu berjalan ke arah lobby untuk menunggu jemputan.
Supir pribadi keluarga Azkia sudah menjemput Zakia dan Tangguh.
"Non Azkia ... Mobilnya sudah siap. Kata Nyonya besar, Den Tangguh diajak juga," titah sang supir memberitahu.
Tangguh yang berdiri disamping Azkia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Gak usah Pak. Saya naik taksi saja. Lagi pula arah pulang ke rumah saya kan berbeda arah sama rumah Azkia," jelas tangguh dengan sopan.
"Tapi, Nyonya Ratna menyuruh saya untuk sekalian mengajak Den Tangguh ..." ucap supir itu sedikit ngotot. Namanya juga pekerj, kalau sampi tidak nurut sama majikan, bakal tamat riwayatnya.
Azkia langsung mengambil ponselnya dan menelepon sang Mama.
"Ma ... Ini udah dijemput. Mama suruh Mas Tangguh ikut ke rumah? Mas Tangguh capek lho Ma. Perjalanan kan jauh, biar pulang dulu aja. Kalau mau ngobrol nanti malam kan bisa." Azkia nampak membela Tangguh.
Azkia menutup ponselnya dan menatap Tangguh yang juga sedang menatap Azkia.
"Papa ada perlu sama kamu. Kalau bisa datang ke rumah pagi ini sekalian sarapan pagi dirumah. Gimana? Kalau emang capek, kita anter dulu gak apa -apa." Azkia menunggu jawaban Tangguh.
"Memang ada apa?" Tangguh sedikit penasaran.
Papa Azkia adalah sahabat Papa Tangguh. Mereka sangat akrab sekali bahkan sudah seperti saudara sendiri. Tangguh bisa seperti ini juga atas dukungan Papa Azkia. Kalau bukan Papa Azkia yang embela Tangguh saat itu, mungkin Papanya sudah mengusir Tangguh dan mencoret namanya dari kartu keluarga.
Azkia hanya mengangkat bahunya sedikit sambil masuk ke dalam mobil menunggu Tangguh ikut masuk ke dalam.
Supir pribadi Azkia sudah memasukkan koper Azkia dan tangguh ke dalam bagasi mobil.
Mau tidak mau, Tangguh ikut masuk ke dalam dan memilih duduk di depan tepat disamping sang supir yang mengendarai mobil mewah milik keluaga Azkia.
"Jadi mau kemana? Pulang ke rumah kamu atau ke rumah aku, ketemu Papa?" tanya Azkia dengan wajah serius.
"Pulang aja. Bilang Papa, nanti malam aku main ke rumah," jawab Tangguh begitu mantap.
"Oke." Azkia nampak kecewa sekali. Padahal Azkia sudah senang bila Tangguh bisa ikut ke rumahnya. Azkia jadi ketergantungan dengan tangguh. Selama di Amerika mereka tinggal berdua disebuah Apartemen milik Papa Azkia. Tangguh begitu mandiri dan sangat bisa diandalkan.
***
"Pagi Ma, Pa ..." sapa tangguh dengan suara ramah dan sangat sopan.
Nungky dan Ratna yang sedang sarapan mengangkat kepala mereka dan terkejut melihat putranya sudah kembali dari Amerika.
Ratna langsung berdiri dan menghampiri Tangguh.
"Anak Mama sudah kembali. Kamu hebat sekali, tangguh. Kenapa mendadak sekali pulangnya? Kenapa gak kasih tahu Mama atau Papa kalau mau pulang? Kan bisa dijemput?" ucap Ratna basa basi.
Tangguh mengerutkan keningnya lalu tetap mencoba tersenyum kecil.
"Tadi ikut sama Azkia," jawab tangguh singkat.
Nungky juga berdiri dan menyambut kedatangan putra kesayangannya lalu memeluk erat sambil menepuk dan mengusap punggung itu dengan bangga.
"Kamu hebat, Tangguh. Kamu berhasil menyelesaikan S3 dan sudah diterima di Kampus Garuda. Itu kesuksesan yang bukan main -main. Gimana? Kamu sendiri pasti bangga dengan prestasi kamu ini kan?" tanay Nungky yang langsung membawa Tangguh ke kursi makan untuk sarapan pagi bersama.
Ratna sedang ke dapur untuk membuatkan minuman hangat kesukaan putra kesayanagnnya itu.
"Diminum Nak," pinta Sang Mama dengan suara lembut sekali.
"Terima kasih, Ma," jawab tangguh sambil menyeruput minuman hangat yang dibuat sang Mama. Memang sungguh berbeda sekali dengan keadaan di Amerika.
"Kamu benar -benar bisa berubah, Nak. Mama bangga sama kamu," jelas Ratna dengan kedua mata berbinar indah. Ratna paling bahagia melihat Tangguh yang sekarang.
Dulu, Ratna dibuat emosi sepanjang hari karena sikap dan sifat Tangguh yang sangat nakal dan masa bodoh.
"Ini semua karena Mama dan Papa. Maafin Tangguh yang dulu sama sekali tidak bisa kalian banggakan. Mulai sekarang, Tangguh harus bisa dibangakan. Usia Tangguh juga sudah dewasa kan? Sudah waktunya Tangguh untuk berumah tangga," ucap tangguh mantap.
Ratna dan Nungky saling melirik dan menatap bingung.
"Kamu sudah punya calon?" tanya Ratna menuduh.
"Belum Ma. Tangguh makan dulu ya. Laper," ucap Tangguh dengan cepat.
Tangguh sedang tidak ingin ditanya ini dan itu oleh kedu orang tuanya. Setelah ini, ia mau mandi dan pergi untuk mencari gadis yang bernama Yura.
Perasaan bersalahnya terus terpatri diotaknya. Sebelum Tangguh bertemu dengan Yura, hidupnya sudah pasti seperti sedang dikejar maling karena rasa bersalahnya tlah mengambil mahkota kegadisan Yura.