"HEI! Lo nguntit gue ke sini ya?" tanya Geo dengan tampang nyolot. Jari telunjuknya mengarah pada wajah Alvin.
Alvin mengerutkan keningnya, membalas tatapan tajam Geo. "Buset, lo main nuduh sembarang aja. Gue juga nggak tahu kalo elo mau ke sini."
Geo mendengkus pelan, tangannya kini terlipat di depan dadaa bidangnya. "Hei, lo ngapain sih sebenarnya? Udahlah, lo nggak cocok ikut begituan. Lo nggak pantes, Lo bukan cogan!" ujar Geo sinis.
"Ngajak ribut mulu lo! Cogan gini juga, lo kali itu. Udah b***k, perut kek dinding, nggak ada akhlak pula! Hadeh, benar-benar j*****m nih bocah." Alvin membalasnya tidak kalah sinis dan memohok.
Mereka berdua saling pandang tidak suka. Padahal posisinya sekarang berada di teras rumah orang lain. Tepatnya di rumah Feron.
"Lo nggak ada otak!" maki Geo. Intonasi suaranya berkali-kali lipat lebih menggelegar ketika masuk ke gendang telinga.
"Yang penting ganteng weeek!" Alvin menunjukkan raut wajah konyol. Bermaksud meledek Geo yang gampang sekali emosi.
Geo sudah akan membalas ucapan Alvin, namun ketika pintu dihadapannya terbuka lebar dan Feron muncul lengkap dengan muka datarnya. Tepaksa saja Geo mengurungkan niatnya tersebut. Baik Alvin maupun Geo seketika menunjukkan wajah nyengirnya.
Beberapa detik berlalu, keheningan yang kental mengambil alih ruang di antara mereka. Alvin melirik Geo sekilas, yang rupanya juga sedang meliriknya. Namun, secepat kilat Alvin membelokkan tatapan.
"Eh Feron, nggak disambut nih kita? Kok diem kayak t*i cicak gitu? Nggak disuruh masuk nih? Atau di kasih duit gitu. Kita tamu lho," celetuk Alvin sambil cengengesan tidak jelas.
Raut wajah Feron masih saja datar tak berekspresi. Sorot matanya yang tajam, seringkali diartikan menyimpan benci dan perasaan tidak suka kepada orang lain. Tangan Feron terlipat di depan dadaa bidangnya, benar-benar terlihat cool. Pantas saja Faren ngebet banget jadi pacarnya!
"Iya nih kita nggak di kasih duit? Tamu harus di jamu. Tamu adalah raja, dan raja harus dilayani. Ayo buruan dong, tuntun kita masuk!" celetuk Geo pula, lalu ucapannya itu dihadiahi tinjuan dari Alvin.
Geo melototkan matanya. Rahangnya seketika mengeras. Ia tidak habis pikir dengan Alvin yang selalu mencari gara-gara dengannya. Setelah mendesis kesal, Geo langsung mencerca. "Woy! Sakit anjeng! Kenapa lo pukul gue?!"
Alvin menoleh, satu alisnya naik beberapa senti ke atas. Kemudian, dengan tingkah masa bodonya, Alvin menyahut, "gue mukul lo pasti ada sebabnya."
"Lha terus kenapa? Jelasin sekarang, sebelum gue buang semua sempak simpanan Feron di laci," balas Geo tajam.
Feron yang merasa namanya disebut-sebut, lantas saja tubuhnya menegak sempurna, disusul oleh gertakan yang terdengar lantang. Membuat Alvin dan Geo seketika saja menegang di tempat dengan mata yang hampir keluar.
"KENAPA JADI GUE?!"
Geo meringis, lalu membungkukkan badannya. "Maaf pak, khilaf. Nggak sengaja," jawabnya.
Feron hanya memutar bola matanya, tidak membalas lagi.
Hingga akhirnya Geo kembali pada tujuannya. Ia menatap Alvin yang malah cekikikan nggak jelas di sampingnya. Air muka Geo kembali keruh, ia tidak terima di pukul Alvin begitu saja.
"Hei lo nyet! Kenapa barusan pukul gue? Ayo jelasin sekarang. Malah cekikikan nggak jelas gitu, lo nggak cocok meranin kuntilanak!" tuntut Geo tidak sabar.
Alvin mendesah singkat. "Ya nggak kenapa-napa, gue pengin aja," jawabnya santai sambil memasukkan jari telunjuknya ke dalam lubang hidungnya. Mencari harta Karun yang tersembunyi.
Rasanya kepala Geo hampir meledak mendengar jawaban Alvin yang sungguh menjengkelkan. Bagaimana bisa Geo tidak mengeluarkan amarah? Napasnya bahkan sudah memburu kencang, bisa ditandai dengan gerak dadanya yang naik turun, seirama dengan detak jantungnya yang sudah tertompa dua kali lebih cepat. Ingatkan Geo untuk melempar Alvin ke kandang buaya!
"Woy bangsaat! Lo mukul gue cuma pengin?!" teriak Geo, terdengar begitu keras. Dan kini kedua tangannya sudah berkacak pinggang.
"Kenapa emangnya? Nggak boleh?"
"Lo mau main-main sama gue?!" Intonasi suara Geo tidak bisa dibilang pelan. Sekarang sudah ngegas cem Faren yang pengin jadi pacar Feron. Ngegasnya benar-benar bikin geleng-geleng kepala!
Alvin kembali melirik Geo, keningnya mengkerut dalam. "Baperan banget lo! Gitu aja marah."
"Sakit ini perut gue gara-gara lo pukul. Ya gue jengkel, lah! Emang lo mau gue lempar ke kandang singa ha? Terus waktu gue ditanyai kenapa gue lempar lo, gue bakal jawab cuma iseng. Kan nggak lucu bege!" murka Geo.
"Emang nggak lucu," balas Alvin singkat.
"Oalah nggak ada akhlak banget nih dedemit satu. Yuk di depan luas, mau baku hantam sekarang?" Geo sudah maju selangkah, dadaanya nampak membusung.
"Apa sih lo, minggir jauh-jauh dari gue! Bau badan lo aneh, pakai apaan sih lo? Jangan bilang lo pake minyak wangi yang buat janda-janda pada rebutin elo ya? Wah, licik nih anak. Gercep banget."
Selagi Alvin mengoceh, Geo sudah mengambil ancang-ancang untuk membalas tindakan menyebalkan Alvin beberapa menit yang lalu. Dan, ketika ucapan Alvin sudah selesai, barulah Geo melancarkan aksinya. Ia memberikan Alvin tendangan di perut dengan lututnya. Lebih keras dan lebih kencang dari pukulan Alvin tadi.
"WOI BAJINGAAN LO! SAKIT ANJENG!" raung Alvin keras, mukanya nampak merah. Sedangkan kedua tangannya sudah memegang perutnya yang terasa begitu nyut-nyutan.
Geo merasa tidak bersalah. Ia rasa tindakannya itu pas dan setimpal. Seraya tersenyum pongah, Geo mengusap-usap telapak tangannya. Senyuman puas dan bahagia susah terpancar di wajahnya.
"Sukurin lo, sakit kan? Mau lagi? Tadi jurus emak-emak yang nagih uang kontrakan. Sekarang mau jurus apa lagi? Jurus janda ngamuk? Jurus emak-emak barbar? Atau jurus manusia nggak ada akhlak?" tanya Geo sambil bersedakep. Puas rasanya melihat Alvin yang tumbang seperti itu.
Feron yang masih berdiri tenang di ambang pintu, juga tidak tahan untuk tersenyum kecil. Tapi, baik Geo maupun Alvin tidak ada yang menyadarinya. Tingkah kedua sohibnya memang selalu begitu. Feron senang berteman dengan mereka.
"Gue nggak terima, ayo kita duel sekarang. Yang menang, boleh tidur sama nyokapnya Feron! Gimana setuju nggak lo?!" tantang Alvin. Ia sudah berdiri lagi, meskipun perutnya masih nyeri.
Geo tersenyum lebar. "setuju banget gilaa! Oke, sekarang aja bung! Buruan, nggak sabar nih!"
Kemudian, Alvin membalas senyuman Geo, sebelum akhirnya mereka berdua saling merangkul bahu dan melenggang pergi hendak baku hantam di pekarangan rumah Feron yang luasnya memang tiada kira.
Feron membentuk bola matanya lebar-lebar. Ia terkesiap, lalu berjalan cepat menghampiri Geo dan Alvin. Rahang tegasnya yang semula keras, makin sekuat baja! Setelah sampai, tak segan-segan pula Feron menjewer telinga mereka berdua, masing-masing mendapatkan jatah satu. Feron memuntirnya dengan kuat.
Langsung saja Alvin dan Geo meracau kesakitan. Semakin mereka berdua memberontak minta dilepaskan, Feron semakin kencang pula memberikan mereka peringatan. Gila kali mereka berdua ingin tidur dengan mamanya!
"Sekali lagi lo bilang apa barusan?"
"IYA OM AMPUN DEH. INI KUPING GUE SAKIT, KASIHAN BELUM MAKAN DARI PAGI. LEPASIN OM, IYA IYA JANJI NGGAK BAKAL LAKUIN ITU LAGI," racau Alvin.
"IYA GUE AMPUN JUGA. TELINGA GUE BELUM KAWIN NIH, KASIHAN NANTI OTONGNYA HILANG KARENA ELO PELINTIR. AMPUN AMPUN, GUE TIDUR SAMA FAREN AJA DEH NANTI KALO GUE KEPILIH!"
Geo ikutan berbicara begitu lantangnya. Dan sebagai tambahan, Feron memberikan Geo jitakan di kepalanya.
"FAREN PUNYA GUE!" ujar Feron dingin.