JUMAT malam, tepatnya di ruang keluarga. Seorang cewek berpakaian piyama tidur bergambar bunga-bunga sedang duduk di sofa empuk. Televisi dihadapannya masih menyala, tapi tatapan cewek itu malah terpusat pada layar ponselnya. Ia sedang memperhatikan formulir online yang sudah di isi. Yang ikut berpartisipasi dalam acara aneh Faren banyak diikuti oleh para cowok-cowok ganteng tentunya, seperti apa yang sudah tertulis dipersyaratan. Tentu saja mereka ikut, jika ditanya alasannya mengapa, pasti mereka akan menjawab tidak mau di keluarkan dari sekolah. Masuk ke SMA Erlangga sungguh membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bukan berita mengejutkan lagi kalau sekolah tersebut adalah salah satu dari sekian banyak sekolah paling elit di kawasan Jakarta.
Besok adalah acaranya. Dan Faren sudah menyiapkan segalanya dengan baik. Semuanya sudah beres, dan ia tinggal hadir dan memilih cogan untuk dijadikan pacarnya. Sebenarnya Faren sudah mengklaim Feron. Dan pastinya cowok itu akan datang karena sangat memenuhi syarat. Hanya Feron seorangpun yang Faren incar.
Karena asik dan menyibukkan diri, Faren sampai tidak sadar jika mamanya sudah mengambil duduk di sampingnya. Panggilan ketiga sukses Faren abaikan yang terlontar dari mulut mamanya. Bukan disengaja, Faren memang benar-benar tidak mendengarnya.
"Faren sayang, dari tadi mama perhatiin, kamu kok kayak sibuk banget sih?" tanya Vina—mama Faren.
Faren menoleh, sedikit terkejut. Kemudian ia tersenyum kecil, dan meletakkan ponselnya di meja kaca. "Eh mama, sejak kapan mama di sini? Main datang aja kayak jelangkung," ujar Faren sambil terkekeh kecil.
Vina menepuk pundak Faren cukup kuat. "Kamu ini, ya! mamanya sendirian di bilang jelangkung. Mau mama santet online kamu?"
Tawa Faren menggelegar. "Lha terus apa dong ma? Kuntilanak? Nggak lah, kuntilanak terlalu cantik untuk dibandingkan dengan mama," jawab Faren santai, sangat merasa tidak bersalah.
Vina berdecak singkat seraya menggelengkan kepalanya. Ia sudah bisa memaklumi hal ini, kemarahannya tidak boleh muncul begitu saja, ia sudah hapal sifat putri semata wayangnya ini yang suka becanda.
"Udah udah, kamu tadi lagi ngapain sih? Sibuk banget kayaknya. Mama panggil berulang kali kamu juga nggak denger."
"Acara besok ma, yang itu lho. Yang kemarin papa nyetujuin itu. Pas kita lagi sarapan. Mama ingat? Enggak ingat nih pasti, ya iyalah nggak ingat, udah tua renta cem nenek gayung gini," celetuk Faren ngasal. Memang mulutnya itu minta ditabok, apa yang tercetus diotaknya langsung ia aplikasikan.
Vina menghela napas pendek, setelah mengingat beberapa detik. Ia pun menatap Faren dengan dalam. Posisi duduknya ia geser, mencari keberadaan ternyaman. Tidak lama habis itu, tangannya terangkat dan jatuh di sejumput rambut milik Faren. Senyuman wanita paruh baya tersebut terbentuk ketika sejumput anak rambut tadi ia arahkan ke telinga Faren.
"Kamu beneran ngadain acara itu? Udah siap semuanya?"
Faren tersenyum, dibarengi dengan anggukan kepala antusias. Sorot matanya juga berbinar, "iya ma. Besok udah mulai kok. Besok kan libur. Sengaja Faren milih hari libur biar nggak keganggu sama waktu belajar."
Vina mengusap kepala putrinya itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Disusul menyahut ucapan Faren, "harus banget kamu lakuin itu. Emang penting?"
Tidak sulit untuk menjawab pertanyaan dari mamanya itu. Faren bisa saja langsung menjawabnya dengan antusias. Tapi ada sesuatu lain yang ia rasakan di dadaanya. Ia memandangi wajah Vina lekat-lekat. Sorot matanya melemah. Binar mata keceriaan tadi sudah hilang.
"Mama nggak suka?" tanya Faren.
Vina menggeleng pelan. "Bukanya nggak suka. Mama cuma ngerasa, apa yang Faren lakuin ini kurang tepat. Emang Faren nggak ngerasa gimana gitu? Nggak malu buat acara begituan?"
Dengan muka polosnya, Faren langsung menggeleng. "Faren kepengin punya pacar ma. Di sekolah Faren banyak cowok-cowok gantengnya. Masa sih nggak ada yang mau sama Faren? Faren pengin kayak temen-temen Faren yang lain, bisa senang-senang sama pacarnya."
Vina yang tidak mau menyakiti perasaan Faren, akhirnya pun ia memiliki melukiskan senyuman tipis yang menghiasi wajahnya. Lalu, sebelum membalas ucapan Faren, wanita itu mengecup puncak kepala putrinya itu. "ya udah, terserah Faren aja. Semoga lancar ya acaranya. Mama pergi ke kamar dulu kalo gitu."
"Iya ma," balas Faren singkat. Tak lupa pula ia mengusung senyuman paling manis.
"Ingat, Faren jangan tidur terlalu malam," peringat Vina.
"Iya ma, Faren ngerti kok." Faren memberikan Vina hadiah berupa jempol tangannya yang ia angkat tinggi-tinggi ke udara.
Sehabis kepergian mamanya, Faren tersenyum lebar. Ia sudah ada bayangan bagaimana acara besok akan berjalan. Pasti sangat menyenangkan. Faren bisa menatap para cogan sepuasnya. Tidak ada yang melarang, ini adalah acaranya sendiri. Ia boleh memilih bebas untuk cowok yang akan menjadi pacarnya. Tapi incaran Faren yang sesungguhnya cuma hanya ada satu. Yaitu seorang Feron Randeas Wibisono.
"Ya ampun Gusti! Faren udah nggak sabar banget. Fegan bakal jadi pacarnya Faren mulai besok. Faren seneng banget gilaa! Nggak pa-pa keluarin duit banyak, yang penting Fegan jadi milik Faren! Asik, Faren jadi nggak jomlo karatan lagi deh."
Faren mencak-mencak tidak jelas di sofa. Bergerak lincah ke sana ke mari. Perasaannya terlalu gembira. Bayangan para cogan yang berjejer rapi dihadapannya membentuk sebuah barisan, saat ini sudah memenuhi kepala Faren. Intinya, Faren benar-benar tidak sabar!
"Faren telpon Nata ah," cicit Faren.
Setelah beberapa menit menunggu sambungan telepon di angkat, akhirnya suara Nata diseberang sana dapat Faren dengar. Meskipun awalnya kesal karena Nata tidak menjawab pada deringan pertama, tapi sekarang Faren merasa lebih baik.
"Halo Nata! Apa kabar hari ini? Baik kan seperti biasa? Belum ada niatan untuk matii, kan? Janganlah, nanti Faren nggak ada temennya gimana dong?"
Di seberang sana, decakan kasar lolos dari bibir Nata. Tentu saja ia kesal bukan main mendengar ucapan sembrono Faren yang kalau bertutur kata tidak memakai bismilah terlebih dahulu.
"Ish ... Ngomong apa sih lo! Nggak jelas, lo nyuruh gue mati, ha?" tanya Nata jutek.
"Ya bukan gitu. Faren cuma mau tanya buat acara besok. Nata nggak lupa, kan? Besok lho, nggak boleh terlat. Nggak ada panitia lain kecuali kita berdua. Tenang aja Nata, nanti Nata bisa pilih cogan yang menurut Nata suka. Oke?"
Tidak ada jawaban dari Nata, keheningan sudah tercipta, mengharuskan Faren membentuk keningnya dengan kerutan bingung. Ia kemudian menjauhkan ponselnya dari telinga dan menatap layar ponselnya. Sambungan telepon masih terhubung. Tapi tidak ada respons sama sekali dari Nata.
"Halo Nata? Masih denger cecan ini ngomong, kan? Jangan ngelamun dong, nanti digondol pocong gimana?" tegur Faren.
"Eh iya maaf, sinyalnya tadi buruk hehe ..."
"Jadi gimana?" tuntut Faren, ia belum menerima jawaban sama sekali dari Nata.
"Oh besok? Gue siap kok. Iya siap, besok kan? Gue nggak bakal telat, janji deh."
Senyuman Faren kembali terbentuk kian lebar. "oke Nata, makasih udah bantuin Faren. Sampai ketemu besok ya! Sebagai hadiah. Kali ini Faren bakal kasih Nata pantun bahenol."
"Hmm ..." Jawab Nata acuh tak acuh.
"Pagi-pagi udah goyang itik,
itiknya diambil pak salam,
Apa kabar temen Faren yang cantik,
Selamat malam."