“Ustadz?” Khalid menatap Imran sambil menarik laci meja kerja. “Ah, iya. Sebentar, Pak.” Dia lupa kalau kartu debitnya masih berada di tangan Ayesha. Untung saja dia punya simpanan uang di rumah yang bisa dijadikan jaga-jaga. “Tidak perlu pakai uang kas sekolah atau uang kalian, Pak. Pakai uang saya saja. Belikan buah-buahan dan …,” ucapnya menghentikan ucapan. Ia sibuk menghitung lembaran uang pecahan seratus ribu rupiah sebanyak lima lembar, sekaligus mengingat makanan favorit Ayesha. “Dan apa, Ustadz?” Imran menerima sodoran uang ke arahnya. “Jangan lupa belikan pisang goreng yang masih hangat.” Imran memasang wajah bingung. “Tapi kalau gorengan seperti itu malah takutnya buat tenggorokan gatal, Ustadz. Apa gak sebaiknya roti saja, Ustadz?” “Iya, roti juga. Buah-buahan juga sama pi