Setelah beberapa minggu berlalu tanpa kehadiran Darel, Clarissa mulai bisa menata hidupnya kembali. Dan tepat saat itu pula, Darel memilih untuk mendatanginya lagi.
Clarissa terkejut, menemukan Darel menunggu di depan pintu apartemennya. Ini sudah hampir tengah malam dan cowok yang paling tak suka menunggu itu malah menunggu dengan sabar di sana. “Telat banget pulangnya, kerja sampai jam segini atau pergi main dengan cowok muda?” Hanya untuk mengomentari gaya hidup Clarissa.
“Itu bukan urusanmu. Mau apa ke sini?” Clarissa mencoba menyembunyikan rasa kagetnya. Berusaha sebisa mungkin untuk bersikap acuh tak acuh.
“Pacarmu balik lagi sama Dinda tuh.” Oh ... sekarang Clarissa tahu. Darel tak senang melihat Dinda dekat dengan Giorby. Meskipun Clarissa yakin, orang yang mendekati lebih dulu pastilah Dinda. Giorby tak akan sebodoh itu membuka hati, jadi itu pastilah hanya pendekatan secara pihak.
“Jangan asal fitnah. Palingan Dinda yang kegatalan sendiri.” Cewek itu mulai bersikap sarkastis. Dia bersedekap di depan pintu apartemennya. Sengaja tak dia buka karena tak ingin Darel merasa dipersilakan masuk.
“Begitu caramu membicarakan teman sendiri.”
“Dia bukan temanku.” Tidak lagi sejak Clarissa mengetahui topeng Dinda.
“Berhenti bicara omong kosong. Aku tak punya waktu meladenimu.” Hati Clarissa akan bimbang lagi kalau terlalu lama bertatapan dengan Darel. Dia ingin segera mengakhiri pembicaraan bodoh ini. Cewek itu berbalik, mengeluarkan kunci dan memasangnya di engsel. Ia berniat membuka pintu dengan cepat, masuk dan langsung menguncinya kembali.
Namun, tepat ketika Clarissa berbalik. Darel memanfaatkan kesempatan. Dia mengurung tubuh Clarissa dengan kedua tangannya, mendekatkan dadanya hingga menempel pada punggung Clarissa. Wajahnya pun begitu dekat, menyelip di sela pundak Clarissa.
“Lihat ini dan kau akan tahu kalau pacarmu memang menyelingkuhimu.” Sesaat kemudian, beberapa foto mesra Giorby dan Dinda dia berikan. Dan pastinya sumber foto itu adalah Dinda sendiri. Diambil ketika Giorby lengah.
Clarissa mengambilnya dengan kasar, melihat dengan cepat. Matanya terbelalak, kemudian terpejam berusaha menahan emosi. Dia bukan cemburu, lagian mereka tidak berpacaran. Clarissa hanya marah pada kebegoan Giorby. Sudah diperingatkan masih juga jatuh ke jebakan Dinda.
“Aku lebih baik daripada Giorby, kan?” Darel percaya diri pada penilaiannya. Selama mereka berpacaran dulu, dia tak pernah selingkuh. Jadi pastilah Clarissa akan sadar, bila dirinya lebih layak diberi kesempatan kedua daripada Giorby.
“Lebih baik? Bukannya kau sama saja? Asal disodorkan tubuh murahan itu, pikiranmu hilang begitu saja.” Kemarahan Clarissa bertambah setelah mendengar bagaimana Darel membandingkan dirinya dengan Giorby. Cewek itu berpikir kalau ternyata ada orang sebegitu tak tahu malunya.
Clarissa berbalik, mendorong Darel menjauh bersama dengan foto-foto. Dia muak pada segalanya, tak mau lagi dijerat dalam keisengan Darel.
“Kau sendiri yang bilang kau lebih memilihnya. Kalau kesal Dinda lebih memilih Giorby sekarang, rebut kembali sendiri. Jangan bawa-bawa aku!” Ini bukan reaksi yang Darel perkirakan.
Darel tertegun. Keangkuhan dan sikap menyebalkan Clarissa tak ada hari ini. Cewek yang berada di hadapannya sekarang terlihat tengah meluapkan segala emosinya dengan jujur. Rasa sakit, kemarahan, kekecewaan dan frustrasi yang begitu kentara tanpa ada niat disembunyikan.
Dada Darel terasa seperti diremas, terluka saat sadar dia melukai Clarissa. Momen seperti ini membuatnya seperti dibawa kembali ke masa lalu. Saat ketika mereka saling sayang satu sama lainnya.
“Aku nggak peduli Dinda mau dengan siapa. Aku hanya nggak suka kau berpacaran dengan Giorby.” Darel menjadi lebih jujur, memberitahukan apa yang sebenarnya membuatnya begitu panik hingga bertindak sejauh ini.
“Kau pikir aku akan tertipu lagi?” Tentu saja Clarissa tak percaya. Dia sudah terlalu sering dilukai, dipermainkan oleh emosi Darel yang tidak stabil dan kekanakan.
Bila cowok itu berpikir semua wanita lemah pada cowok b******k yang egois hanya karena dia kaya dan tampan, maka Darel salah. Clarissa adalah wanita dengan keluguan hati yang menginginkan kelembutan dan perhatian tulus.
Dia tak butuh disakiti hanya untuk menerima cinta Darel yang posesif. Clarissa ingin posisi yang setara, saling menghargai dan menyayangi tanpa adanya drama murahan dalam hidupnya.
“Kenapa kau tak pernah bisa percaya padaku! Kau yang selalu menipu dan mempermainkan ku!” Darel jadi marah. Apa pun yang dia lakukan tak bisa melunturkan pertahanan Clarissa. Semua ini begitu membuat emosinya terasa dikuras.
“Aku? Kaulah yang selalu melukaiku dengan kebohonganmu! Senang mengacau lagi di hidupku? Kau yang membuangku lebih dulu!” Kemarahan Darel memancing kemarahan Clarissa. Cewek yang biasanya bisa berpikiran jernih itu kini lepas kendali. Tasnya mulai dipakai untuk memukul Darel, mengusir dengan kasar saking putus asanya dengan situasi ini.
“AKU TAK PERNAH MELAKUKANNYA! KAU YANG MELAKUKANNYA!” Karena tak merasa bersalah, Darel merampas tas Clarissa. Dia membuangnya ke lantai. Kemudian dia mencengkeram kedua tangan Clarissa, mendorong mantan pacarnya itu hingga menabrak pintu apartemennya sendiri.
“Lihat aku baik-baik, apa aku terlihat seperti ingin mempermainkan mu? Aku selalu tulus padamu.” Tingkah agresif itu berubah seketika, menjadi melankolis.
Clarissa jadi semakin bingung, suara rendah dan tatapan terluka Darel terlihat begitu nyata. Cinta yang selalu mereka coba sangkal menjadi menebal di hati, mengingatkan pada kedua insan itu bahwa rasa yang dulu mereka miliki masih tertinggal.
“Aku sungguh-sungguh mencintaimu, Clarissa.” Kata-kata ini selalu ingin Clarissa dengar bertahun-tahun lamanya. Dia hampir menangis hanya karena mendengar Darel mengucapkannya dalam situasi seperti ini. Namun, untuk percaya begitu saja begitu sulit.
Clarissa menggigit bibirnya, mengalihkan pandangan ke samping. “Kau sungguh pandai berakting. Berapa banyak cewek yang tertipu oleh pernyataan cinta kayak gitu?” Pada akhirnya Clarissa memutuskan untuk tidak percaya. Panjangnya daftar nama wanita yang pernah jatuh ke ranjang Darel selama dua belas tahun perpisahan mereka bukan hanya sekadar angka. Clarissa tak mau mengisi namanya di sana. Karena dia tak ingin memuaskan obsesi t***l Darel.
“Kenapa kau jadi begini sekarang! Clarissa yang kucintai tak akan meragukanku!”
“Aku tak selamanya akan menjadi cewek i***t yang bisa kautipu!”
Semakin keras sikap Clarissa, semakin besar juga kemarahan dan rasa frustrasi Darel. Perdebatan mereka berubah menjadi perkelahian. Saat kata-kata tak sampai pada hati Clarissa, Darel mencoba mendominasi dengan kekuatan. Dia pikir bila dia bisa mendapatkan tubuh Clarissa kembali, maka hati sang mantan akan jatuh kemudian.
Darel mencium Clarissa, melumat bibir seksi itu penuh tuntut. Tiap rontaan Clarissa dia abaikan. Pria itu menggunakan perbedaan kekuatan mereka untuk mendesak, menekan segala perlawanan korbannya.
“Dasar b******k! Lepaskan aku!” Clarissa menggigit lidah Darel, memaki begitu ciuman penuh paksa itu terurai. Sorot mata dingin penuh kemurkaan yang dia terima. Rasa takut kini mulai hadir, seakan pria ini bisa menghancurkannya hingga tak akan sanggup bangkit kembali lagi.
“Aku mohon ... tinggalkan saja aku.” Clarissa menggeleng dengan lemah. Pelupuk matanya mulai basah, menjatuhkan tetes demi tetes air mata putus asa.
“Kau yang memulainya. Aku nggak selalu bisa sabar membiarkanmu berbuat sesukamu.” Darel membuka pintu ruangan Clarissa menggunakan kunci yang dari tadi sudah tertancap di sana, belum sempat dibuka oleh Clarissa tadi.
“Sebaliknya kau melepaskannya. Aku sudah menghubungi keamanan di bawah.” Di saat itulah, penghuni ruangan sebelah keluar. Cowok itu sudah mendengar pertengkaran mereka dari tadi dan dibiarkan karena dia kira tetangganya hanya berantem dengan pacar.
Namun, lama kelamaan, pertengkaran mereka mulai terdengar janggal. Saat dilihat pun, ternyata memang ini bukan pertengkaran biasa. Si tetangga yang biasanya selalu terlihat tenang dan anggun itu, kini terlihat begitu ketakutan dan putus asa. Dia bahkan menangis seperti korban dan lawan bicaranya terlihat persis seperti penjahat busuk yang berbahaya.
“Jangan ikut campur pembicaraan kami,” Darel membalas. Dia pikir dengan memelototi cowok itu bisa membuatnya takut dan meninggalkan mereka.
Sayang sekali, kehidupan tak akan selalu berjalan sesuai dengan keinginannya. Masih ada orang yang peduli dan ingin menolong sesama dengan tulus. Terlebih ketika dia menyadari dengan jelas tanda-tanda permintaan tolong yang Clarissa tunjukkan.
“Kubilang lepaskan dia!” Cowok itu menarik lengan Darel kasar, menghempaskannya hingga menabrak dinding lorong. Kemudian dia berpindah ke depan Clarissa, menghalangi Darel agar tak bisa mendekat kembali.
“Kau ... jangan sok pahlawan ya!” Darel melayangkan sebuah tinju yang berhasil ditangkap oleh cowok itu.
“Di sana, itu orangnya!” Kemudian, petugas keamanan gedung yang dihubungi tadi datang. Setelah itu jangan ditanya. Sudah pasti Darel diseret ke kantor polisi, meninggalkan Clarissa dan si tetangga dengan kecanggungan.