Jodoh Adalah Misteri

2033 Kata
"Kau gak jadi ke tempat Mira?" Ah-eh. Ia sebetulnya masih sering kaget karena umminya bisa tahu. Padahal ia baru saja sampai di rumah dan umminya sudah bertanya. Eeeh mungkin menyatakan? Karena beliau bahkan sudah bisa menebak akhirnya. Ya tak terduga juga sebenarnya. Karena memang seharusnya bertemu namun ternyata takdir Allah itu begitu ya? "Ooh, enggak, um. Besok mungkin." Walau ia juga belum tahu. Bukannya sok sibuk sih. Tapi memang mendadak ada sesuatu yang darurat. Ia tak pernah mau menceritakan hal semacam ini juga pada umminya. Menurutnya tak penting. Umminya mengangguk. Ia berjalan masuk ke kamar. Usai mandi, ia kembali merenung. Menolak lelaki yang menurutnya terlalu tinggi kualitasnya kan yaa gimana ya? Ada banyak sih lelaki yang sebenarnya ditawarkan oleh Mira dan Wirdan. Sejauh ini memang tak satu pun lelaki yang ditawarkan keduanya bisa ia terima. Karena ya kualitasnya seprtti Adam yang menurutnya jauh lah kalau dibandingkan dengannya si alumni UI yang memutuskan menjadi guru TK. Ia memang punya alasan sendiri sih kenapa merasa cukup dengan menjadi guru TK padahal ia bisa saja melakukan lebih. Namun ternyata ia punya kesenangan sendiri. Dalam hal apa? Seperti pagi ini ketika sudah berdiri menunggu para murid datang di gerbang sekolah. Mengobrol juga dengan para orangtua. Ia bisa tahu anak yang dipenuhi kasih sayang orangtuanya dan yang mana yang kurang. Karena terlihat dari perilaku mereka. Biasanya yang kurang kasih sayang cenderung untuk mencari perhatian para guru. Sebab di rumah, cara mereka melakukan ini seringkali diabaikan oleh orangtua. Khayra sih mafhum kalau orangtua yang keduanya bekerja. Ya wajar lah kalau anaknya mungkin diantar oleh supir atau pembantu lainnya. Ada juga sih yang diantar neneknya. Ya bisa dimaklumi. Tapi ada beberapa juga anak yang datang sendirian meski ibunya tidak bekerja. Bisa datang sendirian? Awalnya tentu tak bisa. Apalagi kan harus menyebrangi jalan menuju ke sekolah. Tentu saja berisiko. Namun lama-lama si anak menjadi terbiasa. Tapi terkadang tak hanya itu sih. Ada anak yang kurang kssih sayang dan kurang diurus oleh ibunya meski ibunya hanya di rumah dan tidak bekerja. Ya Khayra tahu kalau menjadi ibu rumah tangga itu tak mudah. Namun ketika kits menikah, bukan kah kita sudah tahu ya komitmen itu? Kalau sudah tahu, seharusnya menjalankan amanah yang telah diberikan bukan? Karena hanyak perempuan jomblo di luar sana yang justru sangat ingin berada di posisi itu namun bertemu jodoh yang tepat, seperti Khayra. "Tugasnya lupa dikerjain ya?" Ia bertanya pada Soni. Anak cowok itu bawel sebenarnya. Ia memsng tak banyak bicara pada guru lain tapi ia jauh lebih terbuka pada Khayra. Bahkan sebagian besar anak-anak di sini juga dekat dengannya. Karena Khayra sadar, sebagian besar mungkin kurang beruntung karena orangtuanya belum paham atau bahkan belum siap menanggung beban tanggung jawab sebagai orangtua yang seharusnya. "Soni minta bantu mami tapi mami suruh kerjain sendiri. Soni kan gak ngerti, buuuk." Ya namanya juga anak-anak ya? Harusnya kan diarahkan. Meski Khayra juga sudah hapal sih dengan ibunya Soni ini. Karena rumahnya juga tak begitu jauh dari rumahnya, ia juga cukup tahu bagaimana kesehariannya si ibunya Soni ini. Dari pagi biasanya sudah sibuk membersihman rumah sampai kinclong. Ya bagus sih. Tapi anak-anaknya dimarahi habis-habisan kalau membuat kotor meski hanya satu helai rambut yang jatuh. Kalau anaknya makan juga tak boleh sampai kotor. Apalagi kalau makannya di meja makan. Itu tak boleh sampai terkena taplak mejanya. Alhasil? Anaknya makan di lantai dengan menaruh tissue dulu sebagai alas. Ya mungkin bagus ya karena membuat anak disiplin dengan kebersihan. Tapi si anak jadi jijik bahkan hanya dengan kotor sedikit. Seperti saat anak-anak TK jalan-jalan dan diajak bermain lumpur, Soni tak mau ikut. Katanya nanti dimarahi maminyakalau bajunya sampai kotor. "Soni kalau besok, mami Soni gak bisa bantuin Soni kerjain tugasnya, Soni datang saja ke rumah ibu. Tahu kan rumah ibu di mana?" Ia mengangguk. Ia sih tak keberatan membantu karena yang suka datang bukan hanya Soni. Namun permasalahan besar bagi Kahyra sih ketika berhadapan dengan orsngtua yang tak terima kalau anaknya mungkin agak lambat atau anaknya malas atau anaknya terlalu jahil sehingga terlalu sering menganggu anak-anak lain. Takutnya kan jadi jiwa pem-bully ya? Apalagi si ibu biasnaya bukannya intropeksi diri eeh malah membela anaknya. Anaknya jadi tak tahu kesalahannya menganggu orang apakagi sampai berbuat jahil dan melukai orang, itu kan berbahaya. Soalnya sudah pernah ada kejadian di mana ujung pensil mengantam ujung mata seorang anak di TK-nya tahun lalu. Jangan tanya ya berdarahnya. Meski masih bisa melihat, ia tak bisa senormal dulu dan itu jelss mengerikan bukan? Kalau sudah begitu, orangtua si anak yang menjadi tersangka juga gak mau dituntut kan? Hanya karena menganggap itu kenakalan biasa. Padahal itu sebuah tindak kriminal yang berbahaya. Dan kalau berhadapan dengan maminya Soni untuk memberitahu Soni mungkin harus lebih rajin belajar dan blablabla...... "Eh bu Khayra tahu apa soal anak saya? Kan Soni itu anak saya. Saya tahu kok kalau dia belajar terus. Gak pernah ganggu orang juga. Kan saya ibunya jadi saya yang paling tahu. Lagi pula, apa sih yang ibu tahu soal anak? Nikah aja belum kok!" Ujung-ujungnya statusnya yang dibicarakan. Bukan hanya sekali atau dua kali sih. Sudah berkali-kali dan setiap berhadapan dengan orangtua semacam ini pasti ucapan ini yang ia dapatkan. Tersinggung sih jangan ditanya. Tapi seksrang Khayra tak mau memasukkannya ke dalam hati. Ia ingin fokus saja pada pekerjaannya. Toh ia dibayar kok. "Ngadepin orang ngeyel itu susah. Lebih baik abaikan aja. Sama kayak orang dengki. Jangan sampai mengecilkan dirimu sendiri agar orang lain tidak dengki atau suka kepada kita. Itu akan percuma. Karena mau di posisi apapun kita, orang lain pasti gak akan pernah suka." Ia hanya tersenyum kecil. Umminya memang benar. Diawal mengajar dulu sungguh banyak drama. Banyak ibu-ibu yang tak suka dengannya karena dianggap sok paling tahu soal anak mereka. Padahal ia hanya mengamati dan ya anak-anak mereka sendiri kok yang bicara kalau kadang mereka diabaikan, dimarahi, dikasari. Lalu salahnya di mana kakau hanya mencoba memberitahu bukan menasehati. Itu dua hal yang berbeda. Tapi ibu-ibu itu tentu tak rela. Belum lagi tetangga depan dan samping rumah yang tak hanya julid tapi dengkinya setengah mati. Setelah satu tahun kerja dan Khayra membeli motor dengan uangnya sendiri saja, iriiinya masya Allah. Saking gak mau kalahnya, ikutan membeli motor juga meski harus kredit. Eeeh beberapa bulan kemudian sudah ditarik Pegadaian. Karena gak bisa membayar uang pinjeman yang nominalnya besar dan rumah itu hampir disita karena dijadikan jaminan. Akhirnya negosiasi yaa motornya yang diambil. Makan tuh dengki! @@@ Empat tahun lalu ia kembali ke negeri ini dengan sebuah cinta. Tapi sebulan kemudian, ia meninggalkan negeri ini tanpa cinta. Penyebabnya hanya satu wanita yang tak sengaja dijumpainya kini. Seharusnya ia tak melihat ke arah pojok toko buku itu. Tapi matanya malah nakal bermain kesana. Ia tak tahu jika rasanya masih sakit. Masih sama walau waktu terus berliku. Apalagi ini kedua kalinya ia melihat wanita itu berperut buncit. Hamil lagi dengan lelaki lain tentunya. Lelaki pesaing yang tak pernah ia tahu jika lelaki itu adalah pesaingnya. Bintang Akib Pahlevi. Direktur utama beberapa perusahaan media yang kini berkembang pesat. Jika menghitung harta, tentu saja ia kalah jauh sejak awal. Namun ia tahu, bukan itu yang menyebabkan Airin pergi darinya. Tapi ia juga tak berniat mencari tahu penyebab wanita itu meninggalkannya. Ia tak ingin tahu walau hati masih dihujam penasaran. Bahkan sialnya, ia masih peduli. Ya bahkan mungkin sampai sekarang ya? Karena sesekali masih mencari kabar beritanya. Nanun minim. Yang sering muncul hanya suaminya. Itu pun tidak sering juga. "Om! Om!" Bocah laki-laki empat tahun menarik-narik bajunya. Ia menoleh ke bawah dan melihat mata penuh harap itu menatap padanya. Dengan senang hati ia berjongkok dan bertanya apa inginnya. "Minta tolong ambilin itu, om!" Bocah itu menunjuk-nunjuk buku di depannya. Hal yang membuatnya terkekeh geli dan tanpa sadar mengacak rambut bocah itu. Lalu dengan senang hati ia mengambil buku otomotif itu lalu ia serahkan pada bocah itu. "Makasih, om!" Serunya lalu berlari menuju wanita yang tak Adam tahu jika bocah itu adalah anak Airin. Lelaki itu terdiam. Senyumnya menghilang. Ia tidak marah apalagi membenci Airin. Hanya saja terasa aneh ketika ia membantu bocah kecil yang ternyata anak Airin. "Yang mana, om-nya?" Airin bertanya dan suara itu sampai ke telinganya. Tak mau Airin tahu keberadaannya, ia segera berbalik pergi. Ia tak ingin Airin melihatnya. Wanita itu pasti tak nyaman. Ia juga tak mau berpura-pura tersenyum di hadapan wanita itu. Biarlah sakit ini hanya ia yang tanggung. Ia tak mau mengusik kebahagiaan wanita yang sudah bersuami dan punya anak itu. Luka ini hanya miliknya sendiri. Sakitnya pun hanya dirasanya sendiri. "Tadi bilang makasih gak?" Airin masih bertanya pada anaknya. Sementara matanya tak lepas memandang punggung lelaki tegap yang kini keluar dari toko buku. Ia jelas tak familiar lagi. Adam mungkin masih sama tingginya tapi ia sudah tak sekurus dulu. Kini tubuhnya sudah lebih berisi. "Udah, ummi. Kan tadi a'ak udah bilang." Ia menjawab senewen. Hal yang membuat Airin terkekeh lebar dan mengacak-acak rambut bocah cilik itu. Gemas akan ulahnya. "Bukunya udah semua?" Ia bertanya dengan penuh semangat. Agha hanya membalasnya dengan anggukan kencang. Bocah itu membuat Airin gemas setengah mati. "Kalau begitu kita pulang!" "Nanti abi jemput kan, mi?" Mendengar pertanyaan itu, Airin terkekeh. "Abi udah di depan nungguin kita." Tapi yang tak Airin tahu adalah mata seseorang yang masih menatap penuh harap. Berupaya mengubur harapan yang hanya akan membuatnya seperti bermimpi. Baginya jodoh adalah sebuah misteri. Entah dimana dia kini. Namun yang selalu ia tahu jawabannya adalah Airin bukan jodohnya. Ia punya yang lain. Seseorang yang disimpan-Nya dan dipertemukan nanti di waktu yang indah. Maka saat Airin pergi, saat itu ia berbalik. Kadang masa lalu perlu dikenang tapi bukan berarti ingin kembali. Ambil saja pelajaran tentangnya, tentang sebuah masa lalu. Sebab ia sedang mengajarkan makna dari indahnya merasakan patah hati. Hal yang mungkin dibenci namun merindu untuk merasakannya. Sebab patah hati mangajarkan diri untuk berpikir semakin matang dan dewasa dalam setiap keputusan. Jika memang bukan dia, untuk apa diresahkan? Sebab Allah tak kan membuat kecewa hamba-Nya bukan? Dia pasti sedang mempersiapkan seseorang yang kelak ketika kita mencintainya, akan terus mengingatkan pada-Nya. Cinta yang sebenar-benarnya cinta. Ia turut pergi. Padahal ia perku membeli beberapa buku kedokteran yang walau susah juga mencarinya di toko buku itu. Harusnya ia mencari ke toko buku yang lain, yang didominasi buku berbahasa Inggris. Ia menarik nafss dalam. Kemudian mengendarai motornya. Lihat lah, Dam. Kau bahkan tak punya mobil. Hidup kau memang jauh dari dulu dengan Airin yang serba ada. Setidaknya dengan kau tidak bersamanya, kau sudah menyelamatkannya dari kesusahannya hidupmu yang tak seharusnya kau bagi. Gajinya mungkin sekarang sudah cukup besar. Namun kalau harus bersanding dengan Airin, ia tak yakin sih uang itu akan cukup. Pasti akan kurang ya? Apalagi kalau melihat suaminya. Perusahaannya bukan hanya satu tapi banyak. Ia yang hanya mengandalkan pekerjaan ini susah sekali bersaing. Ah sudah lah. Jangan mengecilkan dirimu, Dam. Kau spesial. Mungkin memang kau bukan untuknya. @@@ "Ya, mam?" "Kamu sibuk gak? Boleh aku minta tolong, Ra?" Kebetulan sekali perempuan ini menelepon. Ia jadi lupa kalau seharusnya ia juga menghubunginya sih. Wirdan butuh koneksi dan itu harus melaluinya dan orang yang harusnya ia hubungi memang perempuan ini. Tapi entah kenapa ia lupa. Kemarin juga seharusnya ke tempat Mira lagi tapi tidak jadi. "Minta tolong apa, mam?" "Anu....ada salah satu anak buahku yang perlu ke rumah sakit. Kamu paham maksudku kan?" Ah. Ia mengiyakan. Ini hal biasa sih. Meski sudah beberapa bulan tak melakukannya. Ia mengiyakan. Si perempuan yang ia panggil mami ini mengatakan kalau mereka akan bertemu di depan rumah sakit seperti biasa. Ia segera bergegas dengan motornya menuju ke sana. Kemudian memarkirkan motor dan menunggu mobil mami. Ia memang masih terhubung dengan satu-satunya komplotan PSK yang paling mengerikan di Jakarta. Sebenarnya si mami ini ingin berlepas diri. Tapi sulit. Kalau ada anak asuhannya, disebut PSK, yang sakit semacam ini, ia akan sulit untuk mengurusnya. Karena ia punya atasan yang yaaah kalau dibilang tak manusiawi ya memang tak manusiawi. Dulu, Khayra pernah masuk ke sana. Kalau dibilang PSK, ia tak mau menyebut dirinya sendiri begitu. Ia dulu tak menjajakan diri dengan berganti-ganti puluhan pria. Ia hanya mengincar beberapa orang saja yang kebanyakan dari mereka hanya minta ditemani bicara. Mungkin sugar baby? Karena waktu itu ia memang masih sangat kecil. Saat masih SMA. Saat keluarganya baru pindah ke sini. Saat ia tak pernah mau perduli dengan yang namanya Tuhan dan dosa. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN