Khayra tersenyum kecut. Ibunya selalu benar. Ia tak kan menyalahkan ibunya pun takdir Tuhan yang masih merahasiakan siapa jodohnya. Ia tak pernah gundah menanti. Namun sering terselip rasa iri ketika yang lain tidak hanya berdua namun bertiga-empat-dan seterusnya. Sementara ia?
Sudahlah. Khayra hanya ingin menarik nafas. Mengingat kembali ucapan Umminya tadi. Wanita itu benar.
Boleh jadi, lelaki mencintainya. Tapi kalau tak dibumbui rasa cinta kepada-Nya, apa jadinya? Yah sama seperti kasus Titin tadi.
"Padahal dulu ada si Ihsan. Sudah ganteng, rajin solat meski tak begitu mapan. Cuma kalah dompet saja sama mantan suaminya itu. Tapi kini lihatlah? Betapa bahagianya Ihsan bersama istrinya kini."
Umminya sempat meratap dan membahas masa lalu. Mengenang sahabat SMA-nya yang ditinggal menikah. Titin yang lebih memilih lelaki lain yang lebih mapan dan dikira lebih baik dari Ihsan itu ternyata tak lebih sama dengan lelaki lain di luar sana.
"Namanya juga jodoh, Ummi. Tak ada yang tahu," itu celetuknya, menimpali ucapan Umminya tadi.
"Ya memang. Tapi manusia kan diberi kesempatan memilih. Kenapa tak memilih yang ada saja? Bersyukur dengan apa yang dipunya? Namun kebanyakan manusia lebih suka memandang ke arah lain. Mencari yang lebih baik, padahal bisa jadi malah lebih buruk."
Khayra hanya menarik nafas. Memang benar ibunya. Namun tak semua pilihan yang dipilih manusia akan benar bukan? Bisa jadi salah. Ya kan? Seperti halnya Titin. Ternyata bungkus tak sebagus isinya? Namun mengingat pertemuan dengan Titin tadi, ia baru menangkap betapa sendunya wajah itu.
"Kau, Ra. Tak usah lah dengar kata orang. Usahalah, mintalah pada-Nya agar dipertemukan dengan dia. Dari dulu Ummi selalu bilang pada kau, tak masalah seberapa tua kau menikah nantinya asal tak menyesalinya seumur hidup."
Itu penutup setelah omongan tentang Titin yang bercerai dengan suaminya yang marah jika disuruh solat. Ia tahu maksud ibunya. Ibunya hanya ingin agar ia mencari yang terbaik. Tak usah dengar ucapan atau gunjingan orang tentang usianya yang bertambah tua namun belum juga menikah. Hidup ini kan dia yang menjalani bukan mereka. Kalau tergesa-gesa hanya karena malas mendengar omongan orang, nanti adanya menyesal. Lebih baik diam saja. Biarkan anjing menggonggong sesukanya. Ia tak perlu meributkan mereka.
Dan di sini lah Khayra sekarang. Berdiri di depan banyak orang. Agak-agak nervous karena Wirdan sudah memberitahu kalau orang-orang ini bukan orang yang sembarangan. Makanya ia gugup. Takut salah bicara. Apalagi, ia adalah juru kunci. Karena ia lah pemegang kunci akses untuk bisa menembus wilayah yang sangat sulit disentuh bahkan oleh pemerintah sekalipun. Pemerintah tak berdaya? Ya berhubung mereka menikmati uang secara pribadi dari sana ya pasti ada resikonya. Kalau mereka menggusur artinya mereka akan berhadapan dengan hukum. Para pengusaha yang dirugikan jelas tak akan tinggal diam bukan?
"Untuk waktu penelitian, mungkin tidak akan bisa fleksibel mengingat seperti yang saya jelaskan tadi. Sebenarnya agak ilegal untuk bisa masuk ke sana. Tapi kita tidak punya pilihan. Makanya ini sangat berisiko. Oleh karena itu, pihak LSM bertanggung jawab secara penuh untuk keselamatan selama penelitian di sana."
"Kalau waktu penelitian tidak fleksibel maka akan menyusahkan beberapa orang yang sambil bekerja dan jam kerjanya kaku?"
"Saya akan coba semaksimal mungkin untuk bisa menyesuaikan waktu teman-teman di sini dengan subjek di sana. Tapi kalau tidak bisa, kita harus atur rencana lain. Namun sebetulnya, pak Wirdan sudah menyiapkan cadangan dari setiap orang yang menjadi peneliti utama. Sehingga ketkka tidak bisa akan otomatis digantikan sementsra oleh tim cadangan. Seperti yang teman-teman sudah tandatangani bagian kontrak, p********n disesuaikan dengan jumlah jam kerja."
Sistem seperti itu untuk menghindari kerugian dari kedua belah pihak. Khayra kemudian mempresentasikan jadwal penelitian yang semoga tak ada perubahan. Mereka sudah menyiapkan semuanya. Ya lebih tepatnya Wirdan sih. Meski nanti saat pelaksanaan, Wirdan mungkin sudah tak ada di Indonesia. Namun lelaki itu menjamin semua keamanan dan keselamatan mereka.
Begitu selesai menjelaskan, ia didera berbagai pertanyaan. Tapi setidaknya, tak ada yang menyudutkannya karena bisa memasuki area yang paling sensitif. Bahkan penelitian ini benar-benar sangat berisiko. Khayra khawatir sebetulnya. Namun herannya ia selalu percaya dengan ide gila Wirdan. Ya cowok itu memang hobi sekali menyusahkannya.
"Inget ya, ini yang terakhir!"
Ia mengancam itu pada Wirdan setelah mengiyakan permintaannya satu minggu lalu. Wirdan dan Amira kompak tertawa. Mereka tahu kalau Khayra tak pernah secara konsisten memgang hal itu. Gadis itu sangat mudah dirayu oleh mereka tapi tentu saja tak mempan oleh para lelaki lain.
"Kalau masih ada yang mau ditanyakan, jangan sungkan kontak saya. Nanti tim admin akan memasukkan kita semua ke dalam satu grup yang sama untuk memudahkan komunikasi."
Mereka mengangguk-angguk. Walau beberapa diantaranya memiliki banhak pertanyaan sih. Ya tentang bagaimana Khayra bisa membawa mereka masuk ke sana. Mengingat sudah banyak orang yabg mencoba melakukan penelitian, penyuluhan bahkan wawancara untuk pemberitaan tapi tak satu pun berhasil masuk ke sana. Sangat sulit karena ya tadi, ada banyak pejabat yang terkibat. Itu yang paling menyulitkan. Meski ya tak ada satu pun yang menanyakan hal itu.
Adam menatap Khayra. Ya sedari awal, ia begitu tajam menatapnya. Ada banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya. Tapi seperti yang lain, tak ia tanyakan karena bersifat agak pribadi. Ia sih tak mau menilai buruk masa lalu seseorang. Hanya penasaran karena berbagai cerita yang ia dapatkan soal prostitusi istimewa yang selalu lolos razia polisi. Karena kalau pun ada razia, para PSK eksklusif di sana hanya dihukum secara formalitas. Yang artinya ya sebenarnya bukan hukuman juga. Mereka hanya tidur tanpa perlu diinterogasi di kantor polisi. Menjelang pagi, biasanya para polisi sendiri yang akan mengantarkan ke tempat tinggal mereka. Sungguh mereka adalah pengayom masyarakat yang sangat keren bukan?
"Untuk bisa jebol ke tempat prostitusi itu gak mudah, dok. Mustahil kalau hanya titel LSM. Pasti ada yang spesial. Tapi paling mungkin ya kalau dia juga bagian dari mereka."
Itu adalah kata-kata dari salah satu staf di rumah sakit di mana ia juga bekerja. Meski ia tak percaya. Karena kalau melihat Khayra, rasanya jauh dari itu. Gadis itu benar-benar tanpa cela di matanya. Lantas ia tertarik? Entah lah. Meski.....
"Apa dia stres karena gagal nikah kemarin ya, sayang?"
Wirdan dan Amira pura-pura pusing dihari Khayra pingsan dj rumah mereka. Ya kan sengaja akting begitu untuk memancing rasa penasaran Adam. Hahaha. Lantas Adam jadi oenasaran? Gak juga. Hahahaha. Akting mereka yang sepertinya kurang bagus.
"Kayaknya sih. Ya namamya juga gagal nikah, siapa sih yang gak sedih?"
Tapi Adam tak penasaran bagaimana kisah asmara Khayra sih. Ia penasaran tentang alasan dibalik kenapa Khayra bisa mengetahui dunia gelap semacam itu. Ia saja tak begitu tahu. Tapi mungkin wajar karena Khayra sudah lama tinggal di sini.
@@@
Mereka segera terbang begitu mengilhami isi pesan. Apa isi pesannya? Si pengirim mengajak untuk bertemu di Aceh. Walau lokasinya masih belum tahu persis di mana tapi mereka tetap nekat berangkat. Tetu saja naik pesawat yang berbeda-beda.
Fadlan terbang dengan pesawat komersial. Fadli? Terbang dengan pesawat pribadi bersama Wira. Feri juga akan terbang dengan pesawat tapi dijam berbeda. Begitu pula dengan Wira dan Akib. Regan? Naik pesawat jet. Ia sudah pasti akan tiba paling cepat di Aceh.
Dalam lima jam, mereka semua sudah menuju lokasi yang diduga sebagai tempat sinyal pesan itu berada. Ada di dalam hutan yang jaraknya sekitar 3 jam dari bandara. Fadlan menguap. Mereka semua dijemput supir. Kalau menyetir sendiri tentu akan sangat melelahkan. Jadi lah para supir siaga di depan bandara. Tentu saja mereka bukan sembarang supir. Ini operasi darurat. Belajar dari kejadian beberapa tahun lalu, Regan membuat banyak kantor intel cabang diberbagai daerah untuk berjaga-jaga hal semacam ini akan terjadi. Di sisi lain, ia juga harus melebarkan bisnisnya untuk bisa saling menopang bisnis yang lain begitu pula dengan berbagai pengeluarannya.
Di sisi lain, seseorang juga turut terbang ke sana. Usai membereskan pekerjaan di kantor, ia segera melaju. Ya sembari mengurus urusan kantor juga nantinya. Pekerjaannya bisa dilakukan di mana saja asal ada laptop bukan? Jadi ya aman.
Ia menguap begitu keluar dari bandara lalu memesan taksi untuk menyusul para orang kaya yang pernah ia buat pusing itu. Ia menguji kesetiaan mereka pada negara. Lalu? Ya mengumpulkan para konglomerat yang setia pada negara tentu tak mudah. Karena jumlahnya benar-benar sangat sedikit. Kebabanyakan dari mereka bukan kah sangat tamak? Jadi begitu ia menemukan komplotan aneh satu ini, baginya sangat menarik untuk diikuti. Lalu untuk apa ia sampai ikut ke sini?
Ia penasaran dengan komplotan yang akan mereka temui. Ia yakin jika itu adalah komplotan. Tak mungkin hanya satu orang. Ia segera menyusul sembari mengecek keberadaan mereka. Hanya satu orang yang ia ikuti. Ia yakin orang ini akan membawanya menuju tujuan. Siapa?
Tentu saja Regan yang memimpin pasukan ini untuk terbang. Disaat yang lain masih dalam perjalanan, Regan sudah menunggu di pinggir hutan sebelum masuk ke sana. Tentu saja menunggu yang lain sembari menyiapkan pasukan seolah mereka akan perang. Padahal yang memberikan pesan sebenarnya tak sedang mengajak perang. Justru ingin memberikan sebuah dokumen penting. Walau yang turun tentu saja bukan sang pengide. Hanya anak buah. Karena mereka memang tak sedang mengajak untuk ribut.
"Ada kabar?"
"Belum. Belum ada yang mencurigakan."
Itu Regan. Ia tentu saja mengawasih secara penuh. Setengah jam kemudian, Wira muncul. Lelaki itu naik helikopter. Diikuti oleh Feri. Satu jam kemudian Fadli yang muncul bersama Fadlan. Mereka turun bersamaan dari mobil yang berbeda. Terakhir Akib yang muncul. Ia juga turun dari helikopter. Lalu mereka bergegas masuk tanpa tahu ada yang sudah mengintai kehadiran mereka.
Anak buah mereka sudah membuka jalan menuju titik pesan yang masih dipastikan. Tentu saja mereka menyiapkan diri sebelum berangkat. Meski ini sudah gelap. Usai sokat isya dan makan malam di pinggir hutan, mereka akhirnya masuk satu per satu. Keluar-masuk hutan biasanya agak jarang dilakukan. Karena mereka lebih banhak terlibat adu senjata di sekitar bangunan. Baru kali ini mereka turun lagi sejak terakhir beberapa tahun lalu.
"Rasanya mulai terasa bertambah umur," ujar Feri yang membuat mereka terbahak. Karena baru setengah jam mereka berjalan, Feri sudah tampak sangat lelah. Ya maklum lah, fisiknya bukan lagi beberapa tahun yang lalu. Apakagi dua tahun terakhir, suasana cukup damai. Kalau pun ada masalah ya tak perlu sampai harus turun juga. Masih banyak anak buah mereka dan lagi bukan hal yang sangat penting seperti hari ini yang mengharuskan mereka turun.
"Anaknya juga udah gede. Udah gak kaut gendong juga," keluh Fadlan.
Mereka malah sibuk nostslgia masa muda. Sebenarnya mereka juga masih muda. Meski ya bagi Feri? Lumayan lah ya. Anak pertamanya saja sudah 20 tahun. Hahahaha. Sungguh perjalanan yang begitu cepat. Ia tak sadar kalau waktu benar-benar cepat berlalu.
@@@
Training singkat itu berjalan hampir 4 jam. Sudah selesai tentunya. Bahkan mereka membawa sekotak kue dan nasi beserta lauk-pauknya. Ia turut keluar begitu selesai mengobrol dengan yang lain. Baru beberapa langkah menuju lift, ia kembali melihat Khayra. Ada yang istimewa?
Sejauh ini tak ia temukan. Hanya saja banyak keganjilan dari perempuaj itu. Entah kenapa ia merasa aneh saja. Walau tak bisa menerka dan tak boleh berburuk sangka. Ia masuk ke dalam lift bersama orang lain lalu keluar di loni dan berjalan menuju parkiran. Janjinya sih akan menemui Wirdan lagi kalau sempat dimalam sebelum keberangkatan cowok itu. Tapi akhirnya ia berangakt sekarang karena khawatir dua malam lagi, ia tak sempat ke sana. Di tengah perjalanan ini saja, ia mendapatkan telepon dari rumah sakit. Ya tak jadi ke rumah Wirdan. Hal semacam ini tentu sudah sering terjadi. Meski sudah biasa.
Ia sebenarnya hanya dihubungi karena si perawat ingin bertanya sekiranya penanganan yang terbaik apa untuk pasien. Eeh malah datang langsung. Ia memang begitu. Tak tenang kalau tak memastikannya sendiri.
Ia tiba di rumah sakit kurang dari 20 menit. Lalu bergegas menuju ruang pemeriksaan. Dokter senior yang seharusnya ada jadwal praktek hari ini sedang menangani pasien lain. Jadi ia turun tangan. Setengah jam kemudian selesai. Ingin tinggal tapi disuruh pulang oleh para staf. Akhirnya ya berjalan menuju parkiran.
Ia melirik jam. Ini sudah hampir magrib sebenarnya. Tapi ia tahu ada masjid yang tak begitu jauh dan sejalur dengan tujuannya. Ia sepertinya akan ke rumah Wirdan meski tak lama.
Baru berjalan tak begitu jauh, keningnya mengerut melihat gadis itu lagi. Kali ini ngapain?
Membawa beberapa anak jalanan dengan motornya. Ia menyuruh dua anak itu untuk naik ke atas motornya. Dia kenal kah? Karena dua anak itu terlihat seperti pengamen jalanan. Lantas dibawa ke mana?
Ia tak sadar telah mengikutinya begitu melwati lampu merah. Tapi masih sejalan kok. Tenang saja.
Tak lama, motor yang dikendarai gadis itu berbelok ke kiri. Ya memasuki masjid besar karena memang azan telah berkumandang. Ia juga berbelok karena memang hendak solat. Tapi ia tak tahu kenapa dua bocah itu turut dibawa. Begitu turun dari motor, gadis itu tampak menunjuk tempat wudhu laki-laki untuk dua bocah itu. Ia tak tahu apa yang dikatakan karena ia sedang memarkirkan motornya dan cukup jauh dari gadis itu. Begitu selesai melepas helmnya, ia bergegas turun. Begitu menoleh ke arah gadis tadi berada, sudah menghilang. Mungkin mengambil wudhu? Karena waktu azan memang tak lama. Ia juga buru-buru melangkah ke tempat wudhu agar tak ketinggalan soal berjamaah.
Usai solat magrib, ia berjalan menuju teras dan menemukan dua bocah itu duduk di teras masjid. Ia melihat ke sekitar. Ya mencari sosok gadis tadi tapi belum terlihat. Lantas ia menghampiri keduanya. Hanya penasaran. Ia juga tak tahu kenapa jadi penasaran seperti ini.
"Kalian nungguin siapa?"
"Kakak Khayra."
Aah. Ternyata dua bocah ini mengenalnya. Lalu apa katanya? Kakak? Aah bukan anak. Ya walau mungkin saja kan ia sudah punya anak. Ya gak?
Baru mau bertanya lagi, Khayra muncul dan baru hendak memanggil kedua orang itu, ia malah terkejut melihat kehadiran Adam. Padahal ia sudah berpura-pura tak mengenalnya di sepanjang acara tadi. Tapi malah dipertemukan lagi di sini. Ia membungkuk sedikit. Ya sekedar memberikan hormat.
"Ayo adek-adek."
Ia mengajak dua bocah itu pulang. Adam hanya melihatnya. Mau bicara? Rasanya gadis itu tak berminat untuk diajak bicara. Bahkan kini sudah pergi dengan dua bocah tadi dengan mengendarai motor. Ke mana Khayra mengantar mereka?
Sebuah LSM yang lokasinya tak begitu jauh. Ia sudah sering begini. Walau yang lain justru merasa aneh. Kenaoa gadis itu begitu perduli pada orang lain?
@@@
"Mereka sudah mendekat, bos."
Ia mengiyakan. Sementara ia sudah bergegas untuk terbang menggunakan helikopter menuju bandara lain. Karena ia yakin kalau bandara Aceh pasti sudah dijaga ketat. Ia perlu naik pesawat komersil dengan identitas palsunya.
"Padang."
Ia memutuskan untuk terbang menuju ke sana. Sementara tim Fadlan? Lelaki itu baru saja berteriak 'awas'. Mereka kompak merunduk dan ya tiga anak panah melesat menuju mereka. Membelah tim menjadi dua. Mereka segera bersiaga. Baru meliaht sekitar, dedaunan mendadak berterbangan. Ada satu suara yang tak asing. Suara apa? Helikopter yang baru saja naik ke atas namun sempat berhenti dan pintunya terbuka.
David muncul di sana sambil berdiri. Panah tadi menancang di pohon paling belakang. Apa maksudnya?
Lelaki itu hanya terkekeh dengan senyuman lalu kembali masuk karena helikopternya segera terbang lebih jauh. Tangan-tangan Fadlan dan yang lain tentu saja terkepal. Dongkol sekali . Jadi lelaki itu lagi yang berurusan sengan mereka? Ohoooo.
"Pak!"
Salah satu anak buah memanggil. Anak panah tadi tentu saja terbang bukan tanpa alasan. Ternyata ada surat-surat yang digulutlng dan ditempeli pada anak panah itu. Mereka kompak mengerubungi untuk melihat apa isinya agar tahu apa maunya lelaki itu.
Sementara David justru baru saja duduk dengan nyaman dan tenang di dalam helikopter. "Terakhir kali, mereka menghajar anak buahku. Sedikit permainan dengan membaut mereka terbang ke sini mungkin menyenangkan ya?"
Bahahaha. Ia sengaja membuat keadaan seolah benar-benar darurat bagi tim Adhiyaksa. Begitu terbang, tim Fadlan justru menghela nafas. Ya kesal lah dengan teka-teki b******k yang sebenarnya hanya candaan. Intinya Black Phanter menyembunyikan sesuatu hal yang sangat penting di dalam hutan ini. Kalau mereka mau tahu ya harus mencarinya. Sialnya, tak ada petunjuk apapun.
Mereka tenru saja saling berdebat. Ini bukan saatnya untuk meladeni permainan konyol David. Tapi di sisi lain, mereka juga khawatir sih.
"Bagaimana kalau itu bom atau semacamnya?"
Mereka tentu tahu kalau Black Phanter terkenal dengan kekejamannya. Tak ada istilah manusiawi di dalam kamus mereka. Hal ini jelas membust Regan memaki. Mau tak mau, mereka akhirnya bergerak dengan mengerahkan banyak pasukan untuk melacak sesuatu yang penting yang disembunyikan di dalam hutan ini oleh David dan kawan-kawan.
"Lama tidak berjumpa dengan mereka."
David justru merasa senang hanya dengan hal-hal sepele ini. Hahahaha. Ia akui kalau geng konglomerat yang satu itu berbeda dengan yang pernah ia hadapi sebelumnya.
@@@
"Hati-hati loh."
Mira mengangguk. Mereka berpelukan lagi. Baru nanti malam, Mira dan keluarganya akan terbang. Ia sengaja datang sebentar usai mengajar. Kini sudah berpamitan karena hendak menuju LSM-nya Mira. Ia butuh beberapa orang di sana untuk membantunya nanti. Bagaimana pun ada peran mereka. Mereka juga akan ikut untuk penelitian. Ya tak semua. Hanya yang pernah berkaitan dengan prostitusi yang satu itu.
Mira menatap motor Khayra yang sudah pergi menjauh. Ia menghela nafas.
"Harusnya datang tuh semalam, Ra."
Hahaha. Tapi Khayra baru membaca pesannya begitu bangun pagi tadi. Gadis itu banyak kesibukan. Ya semalam bahkan ikut mengurus perlombaan yang digelar di masjid. Ia terus menutup telinga meski diolok-olok status jomblo dan perawan tua. Mereka menyebutnya begitu. Namun ia hanya diam saja.
"Mungkin emang belum jodoh," gumam Mira lagi. Ya tak ada jalan untuk mempertemukan lagi dengan Adam. Ia lupa dengan proyek penelitian itu.
Sementara itu, Khayra baru saja memarkirkan motornya di parkiran LSM. Ia melapor dulu di bagian lobi kalau akan ke gedung khusus. Untuk masuk ke sana, meski ia orang LSM l, ya tak bisa sembarangan. Catatan kunjungannya harus jelas. Karena orang-orang yang tinggal di sana bukan orang yang sakit sembarangan. Sakit yang cukup serius dan bisa saja menyebar. Itu yang dikhawatirkan.
Ia berjalan ke sana. Petugas mengatakan kalau ada pasien baru di sana. Ia baru tahu. Meski tak bertanya namanya toh bisa saja ia berkenalan nanti.
Tiba di sana, ia menyapa petugas yang berjaga di depan. Lalu para penghuni dipanggil agar mendekat ke mereka. Tapi tentu saja ruangan mereka disekat dengan kaca. Ya seolah melihat orang-orang yang terkurung di dalam rumah serba kaca.
@@@