Winda semakin terdesak, membiarkan tubuhnya mengerjang hebat, dia telah meraih kepuasan di tengah perasaan sedih dan kecewa. Dia merasa aneh dengan dirinya, yang lemah karena Keenan telah melecehkannya, sementara Keenan bukanlah suaminya. Senang karena Winda meraih orgasm*nya, Keenan beranjak dan menindih Winda. Senjatanya terlihat menggantung, dan ketika menyentuh permukaan milik Winda, barulah terasa mengeras. Keenan yang sudah kehilangan akal sehatnya, membiarkan senjatanya melesat cepat ke dalam tubuh Winda, lalu berayun pelan. “Oooh,” lenguh Keenan, matanya membulat menatap wajah Winda yang pipinya sudah kering dari air mata. “Nikmatnya tubuhmu,” racaunya sambil berayun. Tidak ada senyum sedikitpun di wajah Winda, meskipun Keenan tersenyum ke arahnya saat berayun pelan. Mungki