6. Bertemu Penindas

1110 Kata
Saat ini hari sudah sore. Irhea memasuki asramanya yang berada di lantai pertama. Asrama yang memiliki tiga lantai itu bukan hanya asrama sederhana. Ada pembagian kelas yang mencerminkan kualitas murid akademi. Benar. Lantai pertama untuk murid-murid yang dianggap terbelakang dan kurang terpandang. Lantai ke dua untuk murid menengah. Sedangkan lantai ke tiga atau lanta teratas, khusus untuk murid-murid jenius. Namun, tidak hanya sebatas itu. Jika ada murid bodoh yang memiliki latar belakang bagus, dia bisa menyogok guru atau penjaga asrama untuk ditempatkan di lantai teratas. Ada banyak kasus yang seperti ini. Biasanya mereka adalah keturunan dari keluarga kaya yang terpandang. Irhea merasa itu hal yang tidak patut dibanggakan. Namun, anehnya justru murid-murid bodoh yang kaya itulah yang sering membuat masalah. Kebanyakan mereka memiliki sikap yang sangat arogan. Merasa sudah menjadi murid terbaik karena tinggal di lantai tiga. Biasanya Irhea akan menjauhi dan menghindari orang-orang itu. Mereka orang yang senang menindas murid lain, terutama murid yang lemah seperti dia. Jadi, ketika kembali ke asrama, dia memilih lewat pintu gerbang samping yang sepi. Dia bersenandung dengan senang. Langkah kakinya begitu riang hingga akhirnya dia tiba di pintu gerbang. Kedua matanya tiba-tiba melebar. Langkah kakinya sontak berhenti ketika dia melihat sesuatu. Seorang murid perempuan tampak sedang menampar murid lain yang sudah berlutut di tanah. Tamparan itu tidak hanya dilakukan satu kali, melainkan tiga kali. Suara tamparan yang keras itu langsung menggema di area gerbang itu. Irhea langsung memegang kedua pipinya dengan ekspresi meringis. Itu pasti sangat menyakitkan. Dia mengamati kelompok penindas yang jumlahnya ada sekkitar lima orang. Satu orang yang baru saja menampar adalah pemimpinnya. Kenapa mereka bisa ada di sana? Irhea merasa ini bukan hal baik. Dia harus melarikan diri sebelum mereka melihatnya. Tentu saja dia tidak ingin menjadi gadis yang berlagak menjadi seorang pahlawan. Dia tidak memiliki kekuatan apa pun. Jika dia menyinggung kelompok penindas itu, dialah yang akan terkena sial. Dengan perlahan dia melangkah mundur, mencoba untuk tidak meninggalkan suara. Namun, sebelumnya dia sudah datang ke sana dengan senandung dan langkah kaki yang berisik. Itu sudah menarik perhatian si pemimpin kelompok itu. Gadis yang tampak seumuran dengan Irhea itu langsung menoleh dan menatap tajam padanya. “Irhea ….” Tubuh Irhea langsung menegang. Oh, sialan, padahal dia biasanya melewati gerbang ini dan tidak melihat pengganggu siapa pun. Namun, kenapa hari ini ada mereka? Dia berpura-pura tertawa. “Hai, Kakak Shiera. Apa aku sudah mengganggu? Kalau begitu aku akan pergi sekarang,” ucapnya yang kemudian segera memutar tubuhnya. Dia hendak melangkah, tetapi Shiera tidak membiarkannya. “Tunggu! Kenapa kau sangat terburu-buru?” Shiera menatap punggung Irhea sambil menyeringai. Hari ini suasana hatinya sangat buruk. Jadi, dia ingin melaampiaskannya pada orang lain. Dan target selanjutnya adalah Irhea. Dia segera melangkah mendekati Irhea. Ekspresinya terlihat datar dan menakutkan. Sementara itu, Irhea merasa punggungnya seperti sedang ditunjuk dengan ujung pedang yang sangat lancip. Ini membuat perasaannya lebih waspada. “Pantas saja aku tidak pernah melihatmu keluar-masuk. Jadi, kau selalu lewat gerbang ini ya?” Shiera menyilangkan tangannya di depan d**a. Irhea mau tidak mau kembali berbalik hingga kini dia berhadap-hadapan dengan Shiera. Dia menggaruk kepalanya lalu terkekeh. “Yah, sebenarnya aku memang tidak menyukai keramaian. Jadi, aku selalu memilih jalan ini.” “Tidak menyukai keramaian atau sengaja menghindari murid-murid lantai tiga?” sinis Shiera, tatapannya terlihat begitu mengejek. Irhea kembali terkekeh. “Kakak Shiera, tentu saja aku tidak menghindari murid-murid hebat di lantai atas. Lagi pula jalan ini lebih dekat dengan kamar asramaku.” Dia mencoba untuk tidak tersinggung. Shiera mendengkus lalu meneliti Irhea dari atas ke bawah. Saat ini dia sedang mencoba mencari celah untuk membuat masalah. Namun,sedikit sulit karena saat ini Irhea terlihat sangat polos. Akhirnya dia teringat pada murid yang sudah terkapar di tanah. Dia langsung menatap dingin pada Irhea. “Berhenti berbasa-basi. Irhea, kau sudah melihat hal yang tidak seharusnya kau lihat. Sekarang bagaimana aku harus menanganimu?” “Tidak, tidak. Sejujurnya aku tidak ingin ikut campur. Aku pasti akan tutup mulut tentang apa yang kulihat hari ini,” jawab Irhea dengan cepat. Mencoba sebaik mungkin agar Shiera tidak menganggap kehadirannya dengan serius. Sayangnya Shiera memang sedang menargetkannya. Bahkan jika Irhea mencoba mengatakan apa pun untuk meyakinkan, perempuan itu masih tidak akan melepaskannya. “Bagaimana aku bisa memercayai ucapanmu? Bagaimana jika setelah ini kau menemui Guru Eukela lalu mengadukanku?” sinis Shiera sambil sedikit menyeringai. “Aku selalu menjadi orang yang tepat janji, kau tahu?” Irhea menjadi sedikit tidak nyaman. Sekarang dia yakin perempuan di depannya itu tidak akan mungkin melepaskannya. Tebakannya memang benar. Shiera mendengkus lalu memberikan isyarat pada teman-temannya agar segera bergerak. Keempat murid yang ada di sana itu mengangguk lalu segera mengepung Irhea. Salah satu dari mereka tertawa. “Irhea, Irhea, seharusnya kau tidak datang ke sini hari ini.” “Benar. Suasana hati Shiera tidak begitu baik. Sepertinya kau juga tidak akan berakhir dengan baik,” timpal yang lain. Irhea menatap mereka satu persatu. Keningnya langsung berkerut. Mereka semua adalah orang yang memiliki sihir, sedangkan dia? Tidak. Dia sama sekali tidak bisa memahami sihir. Lalu bagaimana cara dia melawan mereka? “T—tunggu ….” Irhea menelan ludahnya. Baiklah. Sepertinya dia harus bermain trik dengan mereka agar dia tidak berakhir babak belur. Otaknya mulai bekerja keras untuk mencari solusi. “Apa? Kau ingin bernegosiasi?” tanya Shiera. Irhea terdiam sejenak. “Bagaimana jika kita berduel? Aku hanya manusia biasa tanpa sihir. Jadi, yang akan kita gunakan hanya serangan fisik murni,” ucap Irhea. “Itu adil bukan?” Shiera mengerutkan keningnya. Selama ini dia sudah mendengar gosip tentang Irhea. Gadis itu memang sangat lemah, tidak bisa mempelajari sihir. Bahkan kekuatan fisik pun tidak dilatih dengan benar. Jika dia berduel dengannya, pasti hasilnya sudah terlihat jelas. Irhea tidak akan menang. Kemudian dia bisa memukuli gadis itu dengan lebih mudah. Memikirkan itu membuat seringaian di bibirnya menjadi semakin lebar saja. Dia bertepuk tangan lalu mengangguk pelan. “Kau sangat berani untuk mengajakku duel.” Irhea menggaruk lehernya. Sebenarnya ini pertaruhan untuknya. Dia sudah mendapatkan beberapa perubahan akibat pohon ajaib itu. Pendengarannya menjadi lebih kuat, visinya pun lebih tajam. Jadi, dia akan mencoba menguji itu. Tentu saja dia tidak bunuh diri. Dia hanya ingin menantang diri sendiri. Biasanya seseorang akan mengeluakan kemampuan terbaiknya jika sedang dalam keadaan tersudut. Barangkali dia bisa mengahadpi si Shiera sialan itu. Lagipula daripada hanya diam membiarkan Shiera dan kawan-kawannya menghajarnya, lebih baik dia membuat pengaturan ini. Selama tidak ada kekuatan sihir, mungkin dia masih bisa menghadapi mereka. Akhirnya dia tersenyum. “Bukankah sebuah kehormatan jika bisa berduel denganmu?” Sungguh itu adalah kalimat omong kosong yang menjijikkan. Namun, demi menghindari kemarahan Shiera, dia akan menyanjungnya sedikit. Shiera pun terkekeh. “Bagus. Aku mengakui keberanianmu. Kalau begitu, kita bisa mulai sekarang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN