12. Sehelai Rambut Putih

1278 Kata
Irhea menarik Eukela ke halaman belakang kediaman. Di sana ada kebun yang memiliki cukup banyak pepohonan. Dia akan mengulangi apa yang sudah dia lakukan di pemakaman. “Guru, lihat aku!” seru Irhea dengan semangat. Setelah itu dia mulai membaca mantra yang sama seperti yang dia praktikkan di dalam pemakaman. Kedua matanya terpejam sesaat. Setelah itu dedaunan yang tersebar di kebun itu tiba-tiba mulai bergerak melayang di udara. Kilatan cahaya tertentu muncul di matanya. Dia menjentikkan jarinya, lalu dedaunan itu tiba-tiba mulai berkumpul menjadi satu. Dia mencoba untuk menguasai kumpulan dedaunan itu dan mengubahnya ke dalam pusaran. Eukela yang melihat ini langsung mengerjapkan matanya dengan ketidakpercayaan. Dia tidak salah lihat, kan? Irhea benar-benar bisa menguasai sihir? Mulutnya terbuka tanpa bisa berkata-kata. Kebahagiaan meledak dalam hatinya. Ini adalah sesuatu yang selalu dia inginkan. Sungguh. Siapa guru di dunia ini yang tidak ingin melihat keberhasilan muridnya? Kalaupun itu ada, maka bukan Eukela orangnya. Dia sudah lama ingin melihat Irhea berhasil. Irhea adalah satu-satunya murid pribadinya. Dulu dia memungut gadis itu di depan gerbang akademi dalam situasi yang menyedihkan. Bisa dibilang gadis itu tumbuh besar di tangannya. Eukela sudah menganggap Irhea seperti putrinya sendiri. Dia akan senang jika Irhea senang, dia juga akan sedih jika gadis itu sedih. Jika ada murid atau guru lain yang mencoba menggertaknya, maka dia adalah orang pertama yang maju untuk melindunginya. Tentu saja dia sangat senang melihat keberhasilan ini. Dia tersenyum tipis lalu bertepuk tangan dengan bangga. “Bagus! Sangat bagus!” Irhea tersenyum lebar menunjukkan gigi-giginya yang putih. Setelah itu dia tiba-tiba menyeringai. Tangannya berputar lalu dedaunan itu mulai bergerak melesat ke arah Eukela. Whoosshh, whoosshh, whoosshh! Eukela mendengkus. Dia melambaikan tangannya lalu gelombang dedaunan yang menyerangnya itu langsung menyebar sebelum akhirnya jatuh berserakan ke tanah. “Guru, kenapa kau merusak itu?!” protes Irhea tidak terima. “Kekuatan seranganmu masih sangat lemah. Tingkatkan itu lagi,” balas Eukela sembari memberi petunjuk. “Baik.” Irhea mengangguk patuh. Setelah itu dia mulai melatih kekuatan kendalinya lagi. Ya, dia ingin lebih menguasai sihir pengendali benda itu. Mungkin sekarang dia baru bisa mengendalikan dedaunan. Namun, siapa yang tahu seandainya di masa depan dia bisa mengendalikan batu sebesar gunung? Bagaimanapun juga untuk menjadi kuat diperlukan sebuah ketekunan. Eukela berdiri mengamati dari samping. Dia sedang memikirkan tentang keberhasilan Irhea kali ini. Apa itu benar-benar terkait dengan pohon ajaib di makam leluhur? Selama ini tidak ada orang yang membicarakan tentang manfaat pohon itu. Tidak ada yang tahu untuk apa fungsi dan kegunaannya. Dan siapa pun yang berdiri di sekitar pohon tidak akan ada yang merasakan keajaiban tertentu. Ini membuatnya merasa heran. Apa mungkin hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkan manfaat dari pohon itu? Dan salah satunya adalah Irhea, begitu? Eukela tidak begitu yakin dengan tebakan ini. Dia melihat Irhea yang terlihat kelelahan. Pasti gadis itu mulai kehabisan energi. Akhirnya dia memanggilnya, “Irhea, kemarilah ….” Irhea yang merasa dipanggil langsung menghentikan pelatihannya. Dia melangkah mendekati gurunya lalu bertanya, “Ada apa?” “Kau pasti lelah. Beristirahatlah sebentar,” kata Eukela. Dia sendiri memilih tempat yang rindang untuk duduk santai. “Ada yang ingin kutanyakan.” “Apa yang ingin Guru tahu?” tanya Irhea sambil mengikuti gurunya duduk di bawah pepohonan hijau. “Tentang pohon itu. Apa yang terjadi ketika kau berada di dekat pohon itu?” Irhea menggeleng pelan. “Sejujurnya itu bukan sesuatu yang besar. Ini tidak seperti pohon itu memberiku batu ajaib atau cincin ajaib yang bisa langsung membuatku kuat. Tidak. Aku hanya merasa sangat nyaman. Rasanya seperti ada energi tertentu yang memperbaiki konstitusi tubuhku.” “Kau hanya merasakan perasaan seperti itu di dekat pohon itu saja?” tanya Eukela dengan penasaran. “Bagaimana dengan pohon-pohon di sini? Tidak ada yang seperti itu?” “Guru, pohon-pohon ini hanya pohon biasa. Bagaimana mungkin ada hal ajaib di sini?” Irhea sedikit menggerutu. Kemudian dia mengangguk. “Benar. Aku hanya merasakan perasaan seperti itu dari pohon ajaib di makam leluhur.” Eukela mulai berpikir keras sampai keningnya berkerut-kerut. Beberapa saat kemudian dia mendesah. “Jangan beri tahu siapa pun tentang itu. Bahkan kepala akademi jangan sampai tahu,” ucapnya dengan sungguh-sungguh. “Memangnya kenapa?” Irhea bertanya. “Di dunia ini ada banyak sekali orang serakah. Jika kabar tentang keajaiban pohon itu tersebar, maka akan ada banyak orang yang mengincarnya. Bahkan guru-guru di akademi pasti akan ada yang melakukan banyak hal demi pohon itu.” “Mungkin tidak semua orang bisa mendapatkan kekuatan dari pohon itu. Namun, berapa banyak orang keras kepala dan tidak bermoral di dunia ini? Atau mereka bisa menjualnya ke tempat lain. Itu mungkin bisa memiliki harga yang tinggi. Pada intinya itu sama sekali bukan hal yang baik.” Irhea mengangguk mengerti. Apa yang dikatakan gurunya memang masuk akal. Lebih baik hal seperti ini dirahasiakan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Agar tidak ada kekacauan. “Guru, apa penyebab guncangan itu sudah ditemukan?” “Belum.” Eukela menggeleng pelan. “Aku memiliki tebakan,” kata Irhea dengan hati-hati. “Tebakan apa?” Irhea menerawang jauh. “Mungkin sebenarnya tidak ada orang yang menyusup ke pemakaman. Sebenarnya tidak ada penjahat apa pun.” “Maksudmu?” “Mungkin penyebab guncangan hari itu adalah pohon ajaib. Pohon ajaib itu yang menciptakan guncangan hebat,” tebak Irhea dengan serius. “Apa itu masuk akal?” Eukela tidak langsung menjawab. Tebakan itu mungkin terdengar sedikit acak, tetapi itu bukan berarti tidak mungkin. Hanya saja tidak ada bukti untuk itu. “Tebakanmu mungkin bisa saja terjadi. Namun, apa pun penyebabnya, itu tidak ada hubungannya dengan kita. Semoga saja itu bukan sesuatu yang merugikan.” Irhea mengangguk menanggapi itu. Kemudian Eukela kembali berbicara, “Pelajari mantra-mantra sihir itu dengan baik. Besok pagi bukankah kau akan mengikuti pelatihan kekuatan fisik?” “Ya, tapi ‘murid ini’ sangat malas berkumpul dengan mereka,” balas Irhea dengan lirih. Alih-alih menggunakan kata aku, dia lebih memilih menyebut dirinya dengan ‘murid ini’. Itu salah satu bentuk kesopanannya. Eukela tersenyum tipis. “Murid-murid lain pasti senang membuat masalah denganmu. Namun, biarkan saja mereka melakukan itu. Jika kau sudah kuat, kau bisa membalaskan itu. Buat mereka menyesali perbuatan mereka yang sudah menggertakmu.” “Jangan sampai keberadaan mereka membuatmu menjadi seorang penakut. Kau tahu? Keberanian adalah salah satu kunci untuk menjadi kuat. Dan jika kau sudah menjadi orang yang kuat, siapa di dunia ini yang berani mengabaikanmu? Siapa yang berani membuat masalah denganmu?” Kalimat Eukela seolah sudah menarik Irhea dari pikiran bodohnya. Kedua matanya mulai berkilat penuh tekad. “Apa yang Guru katakan memang benar ….” “Ya. Jangan pedulikan apa pun tentang mereka. Yang terpenting adalah dirimu sendiri. Jika mereka mencoba mengejekmu, abaikan saja itu. Belum tentu orang yang mengejekmu adalah orang yang lebih hebat darimu.” “Irhea, ada terlalu banyak orang bodoh di dunia ini. Jika kau memedulikan setiap satu dari mereka, waktumu hanya akan terbuang sia-sia.” Irhea langsung mengangguk mengerti. “Terima kasih, Guru, untuk pelajaran hari ini.” “Tunggu.” Eukela tiba-tiba mengambil sehelai rambut di bahu Irhea. Keningnya berkerut samar. “Apa ini rambutmu?” Irhea mengamati rambut putih di tangan Eukela. “Tidak, itu pasti bukan. Guru, rambutku semuanya hitam.” Eukela merasa sedikit heran. “Kalau begitu bagaimana bisa ada rambut putih di bahumu? Apa kau bertemu dengan seseorang? Mungkin guru lain?” Irhea mencoba mengingat-ingat. Sejak keluar dari asramanya pagi ini, dia belum bertemu dengan siapa pun karena dia langsung bergegas ke pemakaman leluhur. “Tidak, aku tidak bertemu siapa-siapa. Mungkin rambut itu hanya terbawa angin,” ucap Irhea dengan asal. Dia tidak begitu memedulikan detail kecil seperti itu. Akhirnya Eukela hanya mengangguk. “Baiklah. Kau bisa kembali sekarang. Aku juga memiliki hal lain yang harus dikerjakan.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN