Irhea melompat berdiri dengan perasaan berbunga-bunga. Langit harus tahu seberapa bahagianya dia saat ini. Ini adalah hari yang selama ini dia tunggu, hari yang dia pikir tidak akan pernah datang.
“Terima kasih. Terima kasih banyak!” Irhea menunduk penuh terima kasih pada pohon ajaib itu. Sekarang dia semakin yakin bahwa pohon itu benar-benar harta yang sesungguhnya.
“Aku akan tinggal di sini lebih lama lagi,” gumamnya dengan pelan. Setelah itu dia benar-benar menghabiskan waktunya di sana.
Tidak ada hal yang dia lakukan. Di sana dia hanya berbaring sambil menutup mata. Dia memang tidak melakukan apa-apa. Dia hanya sedang menghirup oksigen dari pohon itu.
Semakin lama dia berada di sana, semakin dia tahu bahwa dia membutuhkan pohon itu. Udara yang dia hirup entah kenapa terasa sangat berbeda dengan udara di luaran sana.
Kenapa? Apa udara di sekitar pohon beraroma wangi? Tentu saja tidak!
Bukan karena udara di sana beraroma wangi. Irhea sendiri tidak benar-benar bisa memahami. Namun, yang jelas kondisi fisiknya terasa semakin baik. Ya, tubuhnya seperti sedang dibangun oleh energi tertentu.
Tanpa disadari, matahari mulai naik ke puncak. Irhea akhirnya membuka kedua matanya. Sinar cahaya matahari menerobos melalui dedaunan pohon beringin yang rimbun, lalu jatuh menimpa ke wajahnya.
“Ini sudah siang. Aku harus menemui guru,” gumamnya seorang diri. Setelah itu dia segera bangkit berdiri. Untuk sekarang dia sudah cukup. Besok dia akan menyelinap ke sana lagi.
“Tolong jangan mati dulu. Ayo kita berteman. Kau mungkin tidak bisa berbicara. Ya, tapi aku akan tetap menghargaimu dengan cara memberimu nama.” Dia menyentuh beberapa helai daun pohon ajaib itu.
“Tidak ada yang tahu pohon apa kau ini dan apa saja manfaatnya. Jadi aku akan memberimu identitas. Mulai sekarang kau adalah pohon Folmas.”
“Wow, itu sangat cocok dengan penampilanmu!" seru Irhea dengan senang. Jika ada orang yang melihat ini mungkin mereka akan berpikir kalau dia sudah gila karena mengobrol dengan pohon.
“Baiklah. Aku akan pergi sekarang. Besok aku akan datang lagi.” Kemudian dia melangkah pergi meninggalkan pohon Folmas. Dengan hati-hati dia keluar dari lingkaran pohon beringin.
Di sana masih sama seperti sebelumnya, tidak ada orang. Sungguh melegakan. Sepertinya di kedalaman pemakaman itu memang tidak ada banyak orang yang berani masuk.
Itu memang benar. Tidak banyak orang yang berani masuk ke kedalaman pemakaman. Mereka takut akan mendapatkan hukuman dari kepala akademi.
Irhea berlari cepat menuju gerbang pemakaman. Seperti sebelumnya, dia tidak mengalami kesulitan berkat pendengarannya yang tajam. Sekarang yang menjadi masalah hanya satu.
Para penjaga gerbang.
Dia mengintip gerbang sebentar. Keningnya langsung berkerut setelah melihat ada sosok lain di sana. Itu bukan hanya murid senior sebelumnya saja, di sana ada seorang pria tua berjanggut lebat.
“Si Tua menyebalkan itu ada di sana,” gerutu Irhea setelah melihat kehadiran Ijius. Ya, pria tua itu adalay Ijius, salah satu guru akademi yang hampir selalu berselisih dengan Eukela.
Ijius dan Eukela tidak akur. Secara otomatis Irhea juga tidak akur dengan orang tua itu. Bahkan murid Ijius pun tidak akur dengannya. Ya, mereka memang tidak pernah memiliki hubungan yang baik.
Irhea mendengkus lalu menunggu di belakang semak-semak dengan sabar. Dia menunggu Ijius pergi. Namun, bukannya pergi, orang tua itu justru berdiam diri ikut mengawasi gerbang.
“Kenapa lama sekali?!” dia menggerutu kesal. Sekarang dia merasa terjebak di sana.
Sementara itu, Eukela berada dalam situasi yang berbeda. Dia menunggu kedatangan Irhea, tetapi gadis itu masih tidak ada tanda-tanda akan datang. “Ke mana anak itu?”
Dia segera melangkah keluar dari tempat kediamannya. Beberapa murid tampak sedang berkelompok untuk mengobrol. Dia pun mendekati mereka.
“Bisakah aku minta tolong sesuatu?”
Murid-murid itu langsung memberi salam hormat melihat kedatangannya. Salah satu dari mereka bertanya, “Guru Eukela, apa yang bisa kami bantu?”
“Tolong panggilkan Irhea. Aku memiliki hal penting dengannya," pinta Eukela.
Murid yang bertanya itu langsung mengangguk mengerti. Di akademi itu hampir semua murid tahu hubungan Eukela dengan Irhea. Jadi, dia tidak merasa heran.
“Saya akan mencarinya sekarang,” katanya.
“Terima kasih.” Eukela tersenyum sebelum pergi.
“Kenapa kau mau membantunya?” bisik murid yang lain setelah Eukela melangkah jauh.
“Aku tidak mungkin menolak permintaannya kan?”
“Ck. Kalau begitu cepat panggil Irhea sekarang. Kami akan menunggumu di sini,” ucap murid yang lain.
Eukela tidak tahu apa yang murid-murid itu pikirkan. Saat ini dia hanya fokus menunggu. Cukup lama dia menunggu sampai akhirnya murid yang dimintai tolong itu datang padanya.
“Guru Eukela, aku tidak menemukan Irhea.”
Kedua mata Eukela langsung menyipit. “Kau mencarinya ke mana?”
“Di asrama putri tidak ada. Kupikir dia pergi ke perpustakaan karena biasanya dia ada di sana. Namun, setelah aku memeriksa perpustakaan, dia juga tidak ada di sana.”
Eukela menjadi heran. Ke mana kemungkinan Irhea bisa pergi?
“Baiklah. Terima kasih. Kau bisa pergi sekarang,” ucapnya pada murid itu. Setelah murid itu pergi dia sendiri juga pergi ke luar, meninggalkan kediamannya ke beberapa tempat di akademi.
Kenapa dia perlu repot-repot mencari Irhea? Karena dia ingin melihat perkembangan gadis itu. Dia ingin tahu apakah semalam gadis itu bisa mempraktikkan sihir atau tidak.
Lagipula sebentar lagi sore. Sore ini adalah jadwal untuk latihan panahan. Jadi, mau tidak mau dia harus mencarinya.
Sayangnya setelah berputar beberapa saat, dia masih tidak bisa menemukan Irhea. Sekarang perasaannya bukan hanya heran saja, dia juga menjadi khawatir. Ke mana anak itu pergi?
Eukela mendesah gusar. Tiba-tiba dia teringat dengan makam leluhur. Bukankah kemarin Irhea menyusup ke sana? Mungkinkah hari ini gadis itu juga melakukan hal yang sama?
Itu bukan tidak mungkin. Sepertinya dia memang harus mencari ke sana.
Akhirnya dia segera bergerak menuju makam leluhur. Perasaannya menjadi kesal. Jika Irhea benar-benar pergi ke sana lagi maka dia akan memarahinya.
Makam leluhur tentu tidak bisa dimasuki dengan bebas. Dia tahu saat ini makam itu memang masih dibuka dan murid mana pun bisa mengambil kesempatan ini untuk menyelinap masuk.
Namun, dia tidak ingin Irhea melakukan itu. Jika guru lain mengetahui tindakan Irhea, maka mereka bisa menggunakan kesempatan itu untuk menjelek-jelekkan namanya.
Eukela akhirnya sampai di depan gerbang. Dia langsung mendengkus ketika melihat sosok Ijius. Guru yang selalu bersengketa dengannya itu pasti tidak akan membiarkannya masuk begitu saja.
“Guru Eukela, kenapa kau bisa ada di sini?" Tebakan Eukela memang tidak salah. Ijius akhirnya mencegatnya di depan gerbang.
“Apa itu urusanmu?” balas Eukela dengan mata memicing.
“Tentu saja. Hari ini aku ditugaskan untuk mengawasi pemakaman. Jadi, siapa pun yang masuk dan untuk urusan apa, aku harus mengetahuinya,” ucap Ijius dengan bangga. Dia menyeringai dan merasa berada dalam pihak yang unggul.
“Entah apa urusanku, aku tidak akan memberi tahumu," balaa Eukela dengan datar. Sejak dia melihat Ijius di sini maka dia yakin akan ada keributan yang lain.
Irhea yang masih bersembunyi di balik semak-semak langsung menepuk dahinya dengan frustrasi. Astaga, kenapa Eukela juga datang ke sana?!