8. Tekad Irhea

1132 Kata
“Irhea, cobalah untuk fokus. Pusatkan pikiranmu, jangan terganggu oleh apa pun. Kemudian hafalkan sihir ini,” ucap Eukela sambil menunjuk mantra sihir paling sederhana yang ada di buku itu. Itu hanya mantra kelas rendah yang seharusnya bisa dipelajari dengan mudah. “Aku tidak yakin,” balas Irhea dengan ragu. “Keyakinan adalah aspek yang penting. Bukankah kau sudah mendapatkan keuntungan dari pohon ajaib itu? Cobalah. Kau pasti bisa. Ini hanya sihir sederhana,” bujuk Eukela dengan lembut. Dia memiliki sedikit harapan untuk murid yang satu ini. Akhirnya Irhea menghela napas lalu mengangguk beberapa kali. “Baiklah. Aku akan mencobanya,” ucapnya dengan kedua tangan yang terkepal. Sebenarnya kadang-kadang dia sudah bosan mencoba melatih sihir. Seberapa pun kerasnya dia mencoba, hasilnya selalu mengecewakan. Jadi, dia tidak akan terlalu meletakkan harapan besar pada kesempatan kali ini. Takut mengecewakan. Dia pun mengambil alih buku itu dan bersiap untuk mempelajarinya. Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu tiga kali. Irhea mengengkat sudut alisnya. “Biar aku yang membukanya," ucapnya sambil berlalu pergi membuka pintu. “Apa Guru Eukela sedang bebas? Kepala akademi memanggilnya sekarang,” ucap seseorang yang merupakan salah satu murid senior di akademi. “Aku akan memberi tahu guru,” balas Irhea dengan sopan. “Terima kasih.” Murid senior itu langsung berbalik pergi. “Siapa?” tanya Eukela yang akhirnya datang mendekat. Dia merasa penasaran tentang siapa yang datang. “Itu murid senior. Kepala akademi meminta Guru datang.” Eukela mengangguk mengerti. “Kau bawalah buku itu ke asrama untuk dipelajari. Aku akan menemui kepala akademi terlebih dahulu. Besok kau bisa datang ke sini lagi,” katanya dengan tegas. Irhea langsung terbelalak mendengar itu. “Guru, tapi—“ “Kau harus bisa membawa buku ini. Asrama bukan tempat yang jauh. Aku akan kecewa jika buku ini jatuh ke tangan orang lain. Kau tahu? Ada mantra tingkat tinggi di sini,” kata Eukela dengan sedikit penekanan. Irhea menelan ludahnya dengan perasaan gugup. Itu yang dia takutkan. Buku tebal itu adalah buku yang sangat penting karena merupakan kumpulan dari berbagai mantra. Jika ada orang yang mengetahuinya, pasti orang itu akan mencoba mengambil buku itu darinya. Siapa di dunia ini yang tidak menginginkan kumpulan mantra sihir? Itu adalah harta yang berharga. Apalagi di sana ada mantra tingkat tinggi. Bahkan jika seseorang tidak bisa mempelajarinya, mereka masih bisa menjualnya untuk uang. “Kau mendengarku?” Eukela menatap Irhea dengan mata menyipit. “Baiklah.” Mau tidak mau Irhea mengangguk patuh. Kemudian dia pun mempersilakan gurunya pergi. Setelah Eukela pergi, Irhea segera mengemasi buku tebal yang berisi ratusan mantra. Dia memegang buku itu dengan erat lalu segera membawanya kembali ke asrama. Semoga saja tidak ada orang yang mengganggunya. Dalam perjalanan, dia sangat berhati-hati agar tidak mencolok atau menarik perhatian. Dia mencoba untuk bersikap sangat normal meskipun apa yang sedang dia pegang adalah buku yang sangat berharga. Pada saat itu tiba-tiba dia melihat kelompok lain sedang melangkah berlawanan arah. Kelompok itu adalah salah satu kelompok yang sama seperti Shiera. Pembuat masalah. Irhea menghela napas panjang. Kenapa hari ini ada banyak sekali kelompok penindas yang berkeliaran? Dia menunduk lalu berusaha untuk tidak mencolok di depan mereka. Pada saat itu salah satu orang dalam kelompok itu tiba-tiba menabarak bahunya dengan keras. Buku tebal di tangannya langsung terjatuh hingga menimbulkan suara ‘bukk’ yang cukup keras. Kedua mata Irhea langsung melebar. Dia mengangkat kepala untuk menatap siapa yang baru saja menabraknya. Itu adalah gadis berbibir tebal dan bermata tajam. Bahkan tanpa mendelik pun wajahnya sudah terlihat tidak ramah. “Apa kau buta, huh?!” gadis itu tiba-tiba membentak. Irhea tidak membalas, dia hanya membungkuk untuk memungut bukunya. Tiba-tiba gadis yang baru saja membentaknya itu mengangkat kaki dan menendang buku itu dengan keras. Senyum mengejek langsung muncul di bibir gadis itu. “Apa kau sangat membutuhkan buku itu, huh?” Ekspresi Irhea menjadi datar. Dia tidak senang dengan kejadian ini. Buku itu bukan miliknya, melainkan milik gurunya. Dia harus menjaga itu dengan baik, tetapi gadis sialan itu malah menendangnya dengan kasar seperti itu? Kedua tangannya langsung mengepal. “Apa kau masih punya sopan santun?” desisnya dengan marah. “Sopan santun? Sopan santunku hanya untuk orang-orang tertentu, yang jelas bukan untuk gadis bodoh sepertimu!” Ingin sekali Irhea menampar bibir tebal itu atau menariknya dengan kuat sampai melebar. Dia menghela napas dan mencoba bersabar. Daripada melayani gadis itu dia lebih memilih melangkah memungut bukunya. Namun, gadis itu sepertinya tidak ingin melepaskannya dengan mudah. Bibirnya berkecumik membacakan mantra, lalu buku itu segera terbang menjauh, menjauh dari Irhea. Kelompok itu langsung tertawa, tawa yang sangat mengejek. “Sarele, kau benar-benar kejam,” kata salah satu gadis yang lain. Gadis yang bernama Sarele langsung mendengkus. “Aku hanya ingin bermaain-main dengannya,” ucapnya yang kemudian menyeringai lebar. “Sarele, kembalikan buku itu!” seru Irhea dengan marah. Dia tidak bisa mengambil buku itu karena Sarele selalu memindahkan posisi buku jika dia hendak menggapainya. “Tidak semudah itu, Irhea,” balas Sarele dengan sedikit mengejek. Irhea menjadi semakin marah saja. Dia mengerutkan kening lalu segera memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini. Bagaimana caranya? Dia sedikit bingung. Menangkap buku itu lebih sulit daripada menghindari serangan kelompok Shiera. “Apa kau tahu buku siapa yang sedang kau mainkan?” tanya Irhea tiba-tiba. “Aku tidak tahu, dan aku tidak peduli pada itu,” balas Sarele dengan acuh tak acuh. “Itu adalah buku milik Guru Eukela. Jika dia tahu kau bermain-main dengan itu, dia pasti akan menghukummu,” desis Irhea dengan penuh ancaman. Sarele tampak mengerutkan kening dengan curiga. Kemudian teman-teman dalam kelompoknya langsung saling menatap. Tentu saja mereka sudah tahu kalau Irhea memang sangat disayang oleh gurunya. Mereka juga tahu kalau Eukela adalah guru yang cukup galak. “Kau tidak sedang membohongiku?” tanya Sarele dengan curiga. “Untuk apa aku berbohong? Aku tidak akan peduli pada buku itu, biarkan guruku menyelidiki itu sendiri,” kata Irhea yang mulai bersiap untuk pergi. Dia berpura-pura tidak peduli lagi pada buku itu. Sarele akhirnya melepaskan kendalinya pada buku itu. Buku yang tergantung di udara itu langsung terjatuh begitu saja, menimbulkan bunyi yang cukup keras. “Baiklah. Aku selesai bermain. Kau bisa mengambilnya sekarang,” kata Sarele dengan cemberut. Dia dan kelompoknya ahirnya melangkah pergi meninggalkan Irhea. “Oh, sial!” desis Irhea setelah Sarele pergi. Dia segera berlari mengambil buku berharga itu lalu memeluknya dengan penuh perhatian. “Hampir saja ….” Buku itu sudah sedikit kusut, ada beberapa lecet di bagian sampulnya. Jika Eukela melihat itu mungkin dia akan menerima omelannya. Sarele benar-benar membuatnya marah. Jika dia diberi kesempatan, dia pasti akan membalas perilakunya hari ini. “Huh, pada akhirnya mereka masih tidak berani melawan guruku,” ejek Irhea dengan dingin. Sekarang dia semakin bertekad untuk menguasai sihir. Dia harus bisa melakukannya. Dia harus bisa membalaskan semua penindasan dan ejekan yang diterima selama ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN