Setelah kepergian Radit, Mega memilih untuk turun ke lantai bawah apartemen. Bukan sembarang apartemen, di sana disediakan gym, kolam renang, mini market bahkan taman bermain untuk anak anak.
Mage memasuki mini market untuk membeli bahan yang akan dipraktikannya memasak, dia melihat daftarnya di ponsel sambil memegang keranjang di tangan lainnya.
“Lah…, gak lengkap di sini mah,” gumam Mega tidak mendapati tahu dimanapun.
Mini market ini terlihat seperti mini market darurat yang menyediakan banyak makanan beku yang tinggal dipanaskan.
“Mas, ada tahu nggak?”
“Tidak ada, Kak. Kami tidak menyediakannya.”
“Kalau ini?” tanya Mega memperlihatkan layar ponselnya, di sana tertulis jelas bahan bahan makanan seperti :
1. Kangkung
2. Tempe dan tahu
3. Ikan bandeng
4. Kecap asin
5. Kecap manis
6. Daging sapi
7. Kacang panjang
8. Kacang kulit
9. Ati ampela
“Gimana, Mas? Ada nggak?”
“Aduh, Kak. Maaf, kami hanya menyediakan yang ada saja. bahan bahan pokok seperti ini harus ke mall besar, di sini paling ada kecap, mau ditambah saus nggak?”
Mega menghela napasnya dan merebut kembali ponselnya, wajahnya yang datar membuat pegawai itu sedikit merasa terganggu karena ketakutan.
“Yaudah sana.”
“Baik Kak.”
Mega hanya mengambil bahan bahan yang ada, dia juga membeli ice cream kemudian memakannya di bangku lobi. Mega melihat lihat ke sekeliling apartemen yang ditempatinya, keseluruhan apartemen ini memiliki gaya Prancis Klassik. Sementara untuk maisng masing unit apartemen memiliki gaya tersendiri sesusi keinginan klien.
Sambil duduk dan memakan ice cream, ada seorang penjaga di bagian lobi itu mendekatinya. “Hallo, Nona, anda ingin menemui seseorang di sini?”
Mega yang sedang asyik memakan ice cream itu hanya menghela napasnya, selalu ada saja orang yang seperti ini. membuat Mega mengeluarkan dompetnya dan memperlihatkan kartu pemilik apartemen itu.
Penjaga itu terlihat kaget. “Astaga, anda pemilik penthouse. Maafkan saya, Nyonya. Saya orang baru di sini.”
“Ya, terserah. Jangan ganggu aku. Pergilah.”
Mega berfikir apa yang harus dilakukannya, sampai dia menelpon Mila. Tidak biasanya dia menganggur, jika menganggur pun pasti saat tidur. Mega merindukan suasana jalanan ramai dimana dirinya menyalip, tapi dia mencoba menahannya saat ini.
“Hallo, Mega?” tanya Mila dari sana. “Gimana keadaan kamu, Nak? Kamu lagi ngapain? Radit ke kantor ya? Dia gak macem macem kan sama kamu? Mamah tunda bulan madu kalian, lagian Mamah takut juga kalau…..”
“Mamah mau ke sini kan?” tanya Mega.
“Iya, ini Mamah lagi siap siap.”
“Mamah bawa bahan makanan ya, kita belajar masak. Aku mau belajar masa buat Kak Radit.”
Mila menghela napas. “Jangan terlalu dipaksakan, Mamah tau kamu pasti masih benci sama dia. Pelan pelan aja ya, jangan maksa.”
Mega terdiam, pasti mamanya berfikir kalau dirinya masih merasakan ketakutan itu. “Mamah janji gak akan bahas bahas ituloh, kan udah buka lembaran baru. Jangan murung terus, aku kangen mamah yang cerewed yang dulu.”
Mila tertawa di sana. “Oke oke, tunggu Mamah ya, nanti Mamah ke sana. Mamah mau ke toko dulu.”
“Iya, Mah. Take care di jalan yo.”
“Iyooo.”
******
Mega menunggu kedatangan mamanya sambil mencoba belajar memasak dengan melihat tutorial memasak di Youtube. Dia menarik napas dalam saat merasa semuanya sangatlah sulit.
“Astaga…., kenapa mereka terlihat sangat sulit? Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” gumam Mega menahan rasa kesalnya. Dia membanting ponselnya dan mulai bangkit untuk membereskan ranjang.
Karena merasa lapar dan sarapan tadi tidak memuaskan, Mega memesan dari restaurant bawah. Menunggu sambil mencoba merapikan ranjang dan sekitaran isi apartement.
Ini membuatnya sedikit risih, Mega selalu mengandalkan pembantu untuk melakukan hal hal semacam ini. Namun, sekarang dia harus melakukannya sendiri.
Belum ada rencana untuk memanggil pembantu, Mega hanya takut kalau keberadaan pembantu itu malah mengganggu masa masa berduaannya dengan Radit.
Karena kesal dan bahkan mamanya belum datang, Mega memilih untuk memesan makanan dari restaurant, dia seringkali lapar.
Restaurant di bawah belum mengantarkan makanan, membuat Mega semakin kesal. “Kenapa mereka sangat terlambat?”
Dan ketika terdengar suara bel dari pintu, Mega segera membukanya tanpa melihat monitor lebih dahulu. “Lama sekali, apa yang kalian lakukan?” tanya nya kesal.
Saat itu juga Mega sadar kalau yang ada di depannya adalah mama nya sendiri.
“Mamah?”
“Kenapa bentak Mamah? Dasar gak sopan,” ucap Mila merasa kesal, dia masuk tanpa izin dari putrinya itu. “Radit gimana sama kamu? Dia gak macem macem ‘kan?”
“Enggak.”
“Gak….?”
“Mah…, ayolah ini kehidupan baru Mega. Kak Radit baik kok,” ucap Mega. “Terlepas apa yang dia lakukan, manusia bikin salah kan emang biasa.”
Mila menghela napasnya. “Tadi kamu masak apa buat Radit?”
“Roti.”
“Belum belanja?” Mila memeriksa isi dari kulkas, dan ternyata kosong. Kemudian dia juga mengecek bagian westafel dimana di sana ada wajan gosong. “Kok ini gini?”
“Gosong.”
“Iya tau,” ucap Mila menahan kesal. Dia menatap putrinya yang malah memainkan ponsel di sana. Mila segera merebut ponsel itu dan memasukannya ke dalam saku.
“Mamah ih,” ucap Mega tidak terima. “Aku lagi pesen makanan tau.”
“Kamu itu udah nikah, jangan asyik sama dunia sendiri, katanya kan mau lembaran baru. Urus suami kamu dengan baik ya.”
“Mau ngurus gimana orang Kak Radit nya juga ke kentor.”
Mila menggeleng kesal. “Sini duduk, Mamah mau ngomong.”
“Ngomongin apa? Bulan madu? Aku aja yang pilih, Mah.”
“Mega, nikah itu bukan main main. Bukan karena kamu nikah sama Radit kamu bisa seenaknya sama dia.”
“Aku gak seenaknya toh,” ucap Mega tidak terima. “Aku jadi istri yang baik buat dia.”
“Pernikahan juga bukan buat sesaat.”
“Gak sesaat, orang aku mau punya anak sama Kak Radit. Nyampe Kakek Nenek, nanti kita juga mau kasih Mamah beberapa biji cucu kok. Oke?”
Mila diam, rasanya aneh mendengar kalimat itu dari putrinya yang menikahi anak laki laki yang dia rawat sejak kecil. Pikirannya tidak bisa dikontrol jika memikirkan hal hal itu. “Cucu?”
Mega mengangguk. “Iyalah, biar rame dirumah Mamah.”
************
“Mah, tau gak?”
Mila yang sedang bersih bersih itu hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Mega yang sedang makan.
“Mah?”
“Gak tau lah, orang kamu gak bilang.”
“Ish,” gumam Mega kesal. “Mamah sini sarapan dulu.”
“Udah, makan aja yang bener, jangan kebanyakan ngomong. Mamah udah sarapan di rumah tadi.”
Sejahat apa pun Mega, dia memiliki sisi kebaikan. Dia tidak ingin ibu nya kelelahan sendirian. Dia juga berencana untuk beres beres selepas makan, tapi Mila mengambil alih lebih dulu.
Mega mendekat dengan membawa piring di tangannya. “Ini makan, Mah.”
Dan Mila menerima suapan dari putrinya. “Makan aja sana.”
“Mamah masih kesel ya sama Mega?”
“Mamah masih heran, kamu ini benci atau suka sama Radit?”
“Suka lah, orang ganteng siapa yang gak suka?”
“Dulu sering ngajak ribut tuh pas tau perusahaan….. mau dikasih sama dia.”
“Tapi kan sekarang Mega sadar kalau Kak Radit memang yang terbaik dan berhak, jadi udah nggak marah musuhin lagi. Mega sayang kok sama dia, apapun yang terjadi. apalagi kita udah nikah, maunya lihat ke depan, jangan bahas masa lalu. Lebih baik bahas anak.”
Mega membuat mamanya terdiam tidak bisa berkata kata.
“Oh ya, Mah.”
“Apalagi?”
“Bagi tips.”
“Tips apa?”
“Malam pertama.”
Mila terdiam seketika, malam pertama? Bukannya dulu Mega dan Radit pernah melakukannya?
“Apa?” tanya Mila lagi.
“Malam pertama, Mah. Kan Mega bingung harus gimana pertama tamanya sama Kak Radit, biar dia seneng gimana, Mah? Sakit nggak?”