Mila diam memaknai setiap kata yang keluar dari mulut Mega. Sampai akhirnya dia sadar sesuatu dan segera menahan Mega yang hendak melangkah mengambil minum.
“Kenapa Mamah megang tangan Mega?” tanya Mega kebingungan. “Mega mau minum dulu, nanti dulu bahas malam pertamanya ya.”
Mila berusaha kuat untuk menahan banyaknya pertanyaan di dalam benaknya. Dia menarik napas dalam sebelum membuncahkan amarah pada putrinya.
“Mah?” tanya Mega lagi, dia khawatir melihat raut wajah mamanya yang seakan menahan marah. Mega mulai was was, dia berfikir dan mencari cari letak kesalahannya dengan mengerutkan kening dan memperhatikan wajah ibunya. “Mamah kenapa sih ih?”
“Kamu….. dulu, gak itu?”
“Gak apa?”
“Gak tidur sama Radit?”
Saat itu pula Mega sadar kalau dirinya sendiri yang membocorkan rahasia itu. Saat dirinya akan berlari, tangan Mila menahannya dan menatap putrinya dengan tatapan sangat tajam. “Mega!”
Akhirnya Mega menghela napas dalam, dia terdiam sejenak. Lari pun tidak akan menyelesaikan masalah, semuanya sudah terbongkar. Dia dengan penuh keberanian menatap kembali ibunya. “Mah, iya. Itu yang Mamah pikirkan, itu benar. Mega yang jebak Kak Radit biar keliatan tidur sama Mega, biar Mamah sama Papah nikahin Mega sama Kak Radit.”
Dan saat itulah Mila menangis, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya tidak menyangka anak nya melakukan hal seburuk itu. Dia menjebak saudaranya sendiri agar bisa dia miliki.
Mega menahan air matanya, dia memeluk Mila. “Aku sayang sama Kak Radit, Mah.”
“Gak gitu caranya.”
“Kalau gak gitu, Kak Radit bakalan sama orang lain. Mamah juga gak bakalan izinin aku, Papah juga. Mamah tau kenapa aku sering buat onar? Buat dapet perhatian Kak Radit, Mah. Mega gak tau rasa ini ada, tapi setiap Kak Radit sabar buat nenangin Mega yang buat onar, Mega jadi jatuh cinta sama dia, menganggap Kak Radit lebih dari saudara. Lagian juga bukan sedarah.”
“Mega, kamu sadar gak sih apa yang kamu lakukan?” tanya Mila menatap dalam manik putrinya.
Mega mengangguk, dia mengakui segala kesalahannya.
“Mega, yang kamu lakukan itu salah.”
Dan Mega terdiam, membiarkan ibu nya menyelesaikan dan mengeluarkan semua kekesalan, dia menutup rapat mulutnya.
“Mega, ada banyak pria tampan di luar sana, ada banyak pria yang kaya di luar sana, masih ada banyak yang lebih baik dari Radit di luar sana.”
mega menggeleng. “Tapi gak ada yang sebaik Kak Radit, yang mau ngurus aku dengan tulus, Mah,” ucap Mega menundukan pandangan.
“Dia baik sama kamu karena kamu itu adiknya, karena dia sayang sama kamu. Sekarang? Dia masih kesal kan sama kamu? Jebakan kamu itu?”
Mega terdiam, memang benar hal itu terjadi. “Mega akan merubah segalanya, supaya Kak Radit bisa menerima Mega.”
“Mega, kamu tahu apa yang paling sulit dirubah? Perasaan.”
“Kak Radit mulai menerima Mega kok,” ucap Mega yang juga menahan air matanya. “Ini gak seburuk yang Mamah pikir, Kak Radit pasti akan cinta sama Mega.”
“Setelah yang kamu lakukan?”
“Dia akan sabar sama Mega, Mamah tau Kak Radit gak akan pernah ninggalin Mega.”
**********
Tidak ada yang bisa dirubah. Sekuat apa pun Mila melakukannya, yang telah berlalu tidak bisa di ulang. Jika dia memarahi Mega habis habisan sekarang, tetap tidak aka nada yang berubah. Yang ada hanya memperkeruh keadaan.
Apalagi jika dia memberitahukan suaminya, bukan solusi yang akan didapatkan, melainkan petaka. Apalagi saham perusahaan sedang gonjang ganjing merosot, Mila harus bisa menahan diri.
Keputusannya, dia akan mencoba menerima keadaan, tapi dia juga akan memberitahu Tom saat waktunya tiba nanti.
Dia kembali menarik napas dalam.
Membuat Mega yang ada di belakang sana menatap mama nya penuh kebingungan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sejak tadi ibu nya hanya menggambar tidak jelas di sebuah buku. Itulah yang selalu dilakukan Mila jika sedang terpukul masalah.
Dia hanya bergerak untuk minum, ke kamar mandi, kemudian kembali menggambar lingkaran tidak jelas.
“Mah….,” panggil Mega. “Ini udah siang. Makan yuk.”
Mega sudah memesan makan dari restaurant bawah. Lagi.
Saat itulah Mila berbalik dan duduk di sofa untuk makan siang bersama putrinya. Selama makan, dia tidak banyak bicara, membuat Mega melakukan hal yang sama.
Setelah selesai, baru Mila berkata. “Gak bisa masak kan?”
Mega menggangguk.
“Besok Mamah datang ke sini. Nanti belanja sama Radit ya beli bahan bahannya.”
“Mamah mau pulang?”
Mila mengangguk, membuat Mega memeluk ibu nya dari belakang. “Mah….”
“Yang udah udah jangan di bahas. Sekarang, kamu jadi istri yang baik, jangan lakukan hal aneh aneh lagi demi mendapatkan sesuatu yang kamu mau. Paham?”
Mega mengangguk.
“Renungkan kesalahan kamu, Mega. Mamah marah sama kamu, kamu bikin Mamah menyalahkan Radit. Padahal seharusnya Mamah tau kalau Radit gak akan melakukan hal seperti itu, apalagi sama kamu,” ucapan Mila menggantung karena dia menarik napas dalam lagi. Kemudian berkata, “Mamah mau pulang.”
“Hati hati di jalan.”
Mila tidak menjawab, dia pergi begitu saja meninggalkan Mega yang menarik napas dalam menahan tangis. Sekuat dan se bar bar apapun dirinya, tetap tidak bisa menahan air mata karena telah menyakiti hati mamanya. Namun, saat ini Mega masih percaya kalau aka nada sebuah keajaiban cintanya di mana Radit juga akan mencintainya dan rumah tangga mereka akan berakhir bahagia.
Karena Radit belum pulang, Mega memilih mengerjakan sesuatu di apartemen. Dia tidak suka letak ranjang yang terlalu dekat dengan jendela.
Karena memang sudah mempelajari tinju sejak lama, ditambah kekuatan fisik Mega yang luar biasa, dia mendorongnya seorang diri sehingga mengeluarkan banyak tenaga dan keringat.
Butuh waktu dua jam untuk menyempurnakan semuanya.
“Hah! Lelah sekali,” ucapnya beristirahat sejenak, dia minum sebotol air dengan napas yang naik turun.
Saat itulah Radit pulang, membuat Mega terkejut. “Kak? Kok udah pulang?”
Tatapan Radit focus pada posisi barang barang di sekitar. “Eum, itu bawa kerjaan ke sini. Ini siapa yang mindahin?”
“Liat aku, Kak.”
Radit melakukannya, dia terkejut melihat Mega yang mengeluarkan banyak keringat.
Perempuan itu tersenyum. “Aku loh yang mindahin.”
“Sendiri?”
“Ya iyalah, masa sama hantu.”
Radit terpenganga, tenaga Mega sangatlah kuat. Ranjang sebesar itu dia geser, ditambah dengan mengangkut sofa sofa yang sebelumnya ada di ruangan sebelah.
“Terus itu dijadiin apa? Buat apa itu yang deket kaca besar?”
“Jadiin tempat kerja kamu lah, biar masih di satu ruangan.”
Radit kagum melihat Mega yang bisa memindahkan barang barang ini. “Wah, kamu hebat. Seperti Megaloman.”
“Megaloman apaan?” tanya Mega heran.
“Hah? Kakak mau mandi, nanti kita belanja.”
Mega tersenyum mendapat pujian. Saat Radit masuk ke kamar mandi, Mega segera melakukan pencarian.
“Apa itu Megaloman?”
Dan saat keluar hasilnya, dia tertawa tidak percaya. “Apa ini? megaloman itu ultramen?”