Pernikahan

1102 Kata
Lembaran demi lembaran itu mega buang dengan malas, kini dia sedang melihat dekorasi dekorasi pesta yang disiapkan Kim. Tapi tidak ada yang disukai Mega, yang Mega inginkan adalah pernikahan dengan bernuasa dark. Yang mana itu memberi kesan elegant. Ketika membuka salah satu lembara, Mega mengerutkan keningnya kemudian tertawa sinis. “Kim, aku tidak suka ini, jangan ada cup cake di pernikahanku. Kau pikir ini ulang tahun?” “Itu pilihan Nyonya Mila, Nona. Ada beberapa lagi dekorasi yang bisa anda lihat dan catheringnya.” Mega berdecak dan mengambil lembaran yang diberikan oleh Kim. Keningnya berkerut, kenapa semua dekorasi yang diperlihatkan kepadanya itu warna putih? Apa mereka akan mengadakan pesta anak kecil yang baru lahir? “Dekorasinya warna putih?” tanya Mega malas. “Temanya adalah white roses.” “Siapa yang minta?” “Nyonya Mila, Nona.” Mega mengerucutkan bibirnya malas. Sebentar lagi dia akan menikah dengan Radit, selama sisa hari dia lebih banyak berada di rumah diawasi oleh sekretaris kim. Bahkan dia tidak boleh keluar. Jika bertanya kemana Mila dan Tom? Mereka jelas bekerja, Tom sibuk dengan perusahaanya dan Mila sepertinya sibuk dengan toko parfume miliknya yang nantinya parfume itu akan dijadikan souvenir. Bukan sembarangan parfume, mamanya memiliki brand tersendiri yang sudah mendunia dan juga dengan harga fantastis. Jadi memberikannya sebagai cendramata adalah hal yang mewah. Bayangkan saja, satu buah parfume berukuran 30ml berharga 500ribu, itu adalah harga paling murah. Mengingat parfume tergangtung dengan ketahanan wangi dan juga pembuatan yang rumit. Ada harga, ada kualitas. “Bagaimana dengan apartemenku nanti?” “Tuan Tom sudah memesan penthouse di kawasan elite yang berdekatan dengan gedung pusat Alz Group.” “Bagus, apa dua lantai?” tanya Mega antusias. “Satu lantai, Nona. Tapi sangat luas.” Mega mengadah menatap Kim yang berdiri di sampingnya, menatap pria berdarah china dengan lekat. “Kau melakukan apa yang aku inginkan?” “Ya, apartemen itu bertema terbuka dengan alam. Kamarnya menyatu dengan ruang kerja, tempat bersantai dan bersebelahan dengan balkon.” “Bagus,” ucap Mega menatap lembaran lainnya. “Apa kau tidak ada pekerjaan selain pergi dari hadapanku?” “Jika anda butuh sesuatu, saya ada di bawah, Nona.” “Aku tau,” ucap Mega melihat lihat apa saja yang akan ada di pernikahannya nanti. Setelah lelah mencorat coret dekotrasi yang tidak dia inginkan, Mega berbaring bosan, matanya menatap datar ke langit-langit. Biasanya, Mega berkelana dengan motor besarnya membelah jalanan bersama kelompoknya. Mega juga bekerja di bengkel salah satu temannya, mengikuti ajang pameran motor lalu melakukan kemah dengan orang orang itu. Itu adalah hal menyenangkan setelah mencintai Radit. Mega gila dengan motor, membelah jalanan dengan menggunakan itu sangatlah menyenangkan. Mega merindukan suasana dirinya bermain denga oli, mengotori diri dengan bagian otomotif. Tapi Mega mengingat lagi, tujuannya melakukan itu untuk mendapatkan hati Radit meskipun terasa menyenangkan. “Siiiaaalll, ini membosankan. Apa yang harus aku lakukan?” Sanpa Mega mendapatkan ide. “Ah, aku tau.” Mega menggunakan jaket kulitnya, dia siap untuk membelah jalanan lagi dengan motor ninja berwarna hitam miliknya. Sayangnya, saat menuruni tangga, Kim melihatnya dan menghadangnya. “Anda mau ke mana, Nona?” “Jalan jalan sebentar.” “Anda tau peraturannya.” Mega kembali mengumpat kasar, dia berbalik menatap Kim. “Oke, kau boleh ikut.” “Dengan menggunakan mobil.” “Apa kau selalu semenyebalkan ini, Kim?” “Saya yang mengemudi.” Mega menyimpan kembali helmnya dan mengikuti Kim menuju mobil. “Kita mau ke mana, Nona?” “Aku penasaran dengan wanita bernama Feyra itu.” “Dia mungkin sedang kuliah.” “Aku tau kau bisa melakukan apa pun, Kim.” Dan Kim tersanjung dengan pujian itu, mereka menuju kampus tempat Feyra berada. Entah keberuntungan atau bukan, Kim menemukan Feyra di sebuah caffe pinggir jalan bersama teman temannya. Caffe itu berhadapan dengan kampus. “Yang memakai baju putih itu?” “Ya, Nona.” Mega menyilangkan tangannya di d**a. Dia bergumam dalam hati dengan memasang wajah sinis, “Bagaimana wanita lembek sepertinya ingin menjadi kekasih kakakku? Seharusnya dia sadar, Kakakku itu tampan. Butuh keahlian khusus untuk menjadi pendampingnya.” Mega tersenyum miring, apa yang bisa dibanggakan dari seorang Feyra? Wajahnya tidak lebih cantik darinya. Kaya? Mega yakin dia masih berada di bawahnya. “Kau hebat, Kim. Pantas saja Papaku selalu mempercayakan semuanya padamu.” “Sebuah kehormata dipuji oleh anda.” “Pffttt…” Mega menahan tawanya mendengar Kim yang mengatakan hal itu. “Kau ini benar benar polos. Nanti kau akan bekerja untuk Kak Radit, tapi jangan melupakan kalau aku selalu menjadi yang utama setelahnya. Kau tahu aku anak kedua orangtuaku, bukan Radit.” “Baik, Nona.” ****** Dan hari itu akhirnya datang, Mega menatap dirinya sendiri yang memakai gaun pengantin. Wajah sinisnya tidak pernah luntur dari wajahnya, membuat orang yang pertama kali melihatnya memandang Mega sebagai wanita yang jutek. Ketika dirinya sedang bercermin, terdengar ketukan pintu. “Acaranya akan di mulai, Nona. Sebentar lagi Tuan Besar akan datang.” “Oke,” ucap Mega tanpa melihat ke belakang. Setelah beberapa menit menunggu, Tom akhirnya datang dengan langkahnya yang pelan. Memandang Mega yang tidak sadar akan kedatangannya, Mega memainkan kukunya yang di cat berwarna putih bening. “Mega?” “Papah?” Tom mendekat sambil tersenyum, dia mengulurkan tangannya. “Ini sudah saatnya.” Dan Mega menerima tangan Tom, die berdiri berhadapan dengan pria paruh baya itu. Tom menahan semua tangisannya, dia mengangguk dan meyakinkan diri sendiri. “Ya, ini yang terbaik untukmu, bersama dengan Kakakmu.” Melihat Tom yang menahan tangis, Mega dengan wajah datarnya memeluk, lalu memberi ciuman di pipi Tom. “Aku bahagia, Papah. Jangan menangis.” “Ya, ya, aku tidak menangis.” Kemudian Tom membawa Mega keluar. Saat berhenti di pintu menuju altar, Tom gugup, berbeda dengan Mega yang terlihat sangat santai dan rileks. Saat pintu terbuka, memperlihatkan tamu undangan yang sudah menunggu, dan juga Radit yang ada di altar sana. Radit terlihat tampan dan gagah dengan jas hitamnya, membuat Mega menatapnya lama untuk sesaat. Dia baru sadar saat Tom menyerahkan tangannya pada Radit. “Jaga anakku,” pesan Tom pada Radit. Keduanya berhadapan, dakwah pendeta tidak bisa masuk ke otak Mega. Dia terus menatap Radit, mencari tahu titik apa yang membuatnya jatuh cinta pada pria itu. Hingga saatnya pengucapan janji suci Radit melakukannya dengan sedikit keraguan dan gugup. Untuk nama belakang, Radit tidak memakai Alvareza, melainkan Alvarez. Memang mirip, tapi untuk meredam kecurigaan. Berbeda dengan Mega yang bicara lantang dengan dagunya yang terangkat penuh kepercayadirian. “Saya Mega Alvareza menerima engkau Raditya Alvarez sebagai suami, dalam sehat maupun sakit, dalam senang maupun susah sampai maut memisahkan. Disaksikan oleh roh kudus, ku ucapkan janji suci ini padamu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN