Resepsi pernikahan berjalan dengan mulus. Hanya saja, seperti biasa wajah Mega yang sinis menjadi bahan perbincangan para tamu karena menikah di usia yang sangat muda. Membuat para tamu yang datang bertanya tanya, bahkan mereka mengira kalau Mega hamil di luar pernikahan.
Mega yang mendengar suara bisikan para tamu yang datang karena papanya itu membuatnya marah, ingin sekali dia mencubit bibir tua mereka dan mengatakan kalau tidak seharusnya mereka mencampuri urusan keduanya.
Sudah untung diundang, diberi makan gratis dan mendapatkan banyak bingkisan. Begitulah batin Mega.
Radit menyadari raut wajah kecut Mega.
“Senyum sedikit kenapa? Jangan pasang wajah kayak itu. Nanti mereka kabur liat muka kamu yang menyeramkan. Bukankah ini yang kamu inginkan? Sekarang nikmati dan tersenyum,” ucapnya membuat Mega menatap.
“Apa?” tanya Mega tidak percaya, pada akhirnya suaminya itu mengeluarkan kalimat panjang setelah sejak tadi terus saja menyalami tamu.
“Tersenyum, tamu liatnya seolah kamu terpaksa menikah.”
“Pipi aku kram, aku gak mau senyum, Kak. Yang aku inginkan sekarang adalah memelintir kepala mereka yang terus saja membicarakan kita. Heran bukan? itu urusan kita, kenapa mereka terus saja membuatku pening. Ingin sekali aku lindas kepala mereka, Kak. Pake truk dilindasnya enak kali ya?”
“Mega,” ucap Radit memperingati.
Mega tidak mendengarkan, sebenarnya dia kesal melihat kedatangan dari cinta pertama Radit, yaitu wanita bernama Lily yang kini tengah hamil. Meskipun dia datang bersama suaminya yang memberikan hadiah supercar, Mega tetap tidak suka. Bagaimana pun, Radit sesekali melirik. Dan Mega memendam amarah itu sendirian.
Kemudian bisikan para tamu yang membuat amarahnya semakin menjadi jadi.
Saat ada tamu yang mendekat untuk bersalaman, tamu itu berkata, “Ya Tuhanku, kaumusangat cantik, Nak. Pantas saja pria tampan ini jatuh ke dalam pelukanmu.”
“Tentu aku cantik, karena aku wanita.”
Radit menghela napasnya. “Terima kasih atas kehadiran anda, Nyonya. Dia sedikit sensitive karena sakit gigi.”
“Apa?” tanya Mega.
Wanita itu hanya tertawa saja. “Kalian ini sangat lucu.”
“Mana ada lucu, kami ini sudah dewasa,” ucap Mega lagi.
Radit kembali mengatakan, “Jelas bukan kalau dia sedang sakit gigi.”
“Hahahahaha. Ah ya, aku sangat senang kalian akan meneruskan usaha Tuan Tom. Aku mendengar kalau Tuan Radit ini sangat pandai dalam segala hal.”
“Terima kasih,” ucap Radit.
“Ibu sebenarnya mau apa? Kan sudah memberi saya selamat? Mau menggoda suami saya ya?”
“Astaga, Nak. Tidak. Hahaha, kamu sangat lucu, kalau begitu saya pergi dahulu,” ucapnya lalu kembali bersama tamu yang lain.
Seketika Radit menatap Mega. Dia berbicara dengan pelan dan halus. “Tidak baik berkata seperti itu, Mega. Wanita itu sudah tua, kamu harus lebih sopan dengan seseorang yang lebih tua.”
“Meskipun itu orang gila?”
“Tapi dia tidak gila ‘kan? Kamu itu kenapa? cobalah untuk tersenyum dan merasakan kebahagiaan, ini yang kamu inginkan. Ingat?”
Daripada mendengarkan ocehan suaminya, Mega lebih baik mengalihkan pembicaraan. “Ayo berdansa, Kak,” ucap Mega menarik tangan Radit menuju ballrom dan memimpin dansa malam itu.
Membuat tamu yang lain turut serta melakukannya, salah satunya cinta pertama Radit bersama dengan suaminya.
“Apa matamu tidak bisa puas menatapnya?”
“Mega,” ucap Radit. “Aku hanya menganggapnya sebagai adik.”
“Klise sekali,” ucap Mega dengan wajah sinis menatap cinta pertama Radit.
“Kau mengundang pacarmu, Kak?”
“Mega, bisakah kau tidak membicarakan itu?”
“Kakak takut?”
“Astaga, aku tidak mengundangnya.”
“Kalau begitu kenapa dia datang?”
Radit mengikuti arah tatapan Mega, dia terkejut melihat Feyra ada di sana. Ketika Radit hendak menghentikan dansa, Mega menghimpitkan tubuhnya pada sang kakak. “Kau mau menemuinya?”
“Aku takut dia membuat kekacauan.”
“Kak, cobalah untuk tidak melakukan apapun sebelum orang lain memulainya. Jangan membuat masalah dahulu, ini nasihat untukmu yang terlalu baik. Kau orang yang panikan, Kak. Sadar tidak? Uh… tampan sekali.”
“Apa?” Radit menunduk menatap Mega. “Jangan membuat masalah dulu? Bagaimana dengan dirimu yang melakukan ini? apa kamu tidak sadar selalu memulai masalah lebih dulu?”
“Karena kakak membuat aku jatuh cinta, jadi aku yang lebih dulu dengan membuat masalah.”
Kemudian Mega berjinjit.
CUP.
Tanpa diduga perempuan berdarah campuran Amerika, China dan Indonesia itu mencium suaminya.
Radit menegang sesaat. “Kenapa, Kak? Itu ciuman pertamamu?”
“Ini bukan ciuman pertamamu?”
“Ini yang pertama kalinya juga untukku, tapi tidak perlu menampilkan wajah seperti itu. Kau tampak bodoh jika seperti itu. Kakak begitu aneh, sedikit katro. Mengerikan. Kakak sadar?”
“A⸻apa?”
Radit yang penuh kesabaran kehilangan kata kata, dia memilih untuk mengikuti alunan music. Dengan hati yang mulai mencoba menerima keberadaan Mega di hatinya.
******
Mobil mereka menuju ke apartemen baru, Mega memilih langsung pulang daripada menginap di hotel. Untuk bulan madu, mereka akan berangkat lusa sesuai permintaan Mila. Mamanya yang mengatur segalanya untuknya.
Saat diperjalanan, Mega tidak henti hentinya menggerakan gaunnya yang tanpa lengan. Melorot sedikit saja, buah dadanya akan terpampang jelas. Ini sangat tidak nyaman, membuatnya ingin segera berganti baju. Pergerakan Mega hampir membuat gaun itu melorot dengan mudahnya.
“Udah jangan banyak gerak, nanti gaunnya melorot. Jangan gerak gerak kayak gitu kenapa, diam saja,” ucap Radit dengan menahan saliva di tengorokannya, apalagi saat semakin melorot. “Jangan banyak bergerak.”
“Gaun ini membuat dadaku sesak, Kak. Aku harus mengeluarkannya.”
“Mengeluarkan apa?”
“d**a aku lah, apa lagi? Sesak tau ini tuh.”
Radit kehilangan kata kata, sebelum Mega menurunkan gaun itu hingga dadanya tercetak, Radit memberikan sebuah jaket.
“Pakai ini, tutupi kalau mau dipelorotin.”
Dan Mega melakukannya, dia memakai jaket itu hingga tubuh bagian atas tertutup. Lalu tanpa segan, Mega menarik ke bawah gaunnya. “Ah, lega. gila ya ada cewek mau pake baju modelan gini? Mana korsetnya ketat amat. Kalau aku masih pake gaun ini untuk satu jam ke depan, tinggal nama deh. Gimana mereka gak mati ya, Kak, pake gaun kayak gini?”
“Mereka yang menikah karena cinta gak akan merasakannya, karena terlalu bahagia,” sindir Radit.
“Aku juga sayang kamu kamu, Kak. Cinta malah. Udah jangan ngiri sama mereka, kan sayang sama cinta aku buat kakak aja.”
Rasanya aneh untuk Radit saat Mega mengatakan itu, apalagi dia mengatakannya dengan wajah datar dan sinis yang dimilikinya sejak kecil.
Radit berdehem. “Berhenti mengatakan itu untuk saat ini.”
Mega yang mengantuk memilih menguap lebar. Dan saat di lampu kembali hijau, ada motor yang menyalip dadakan hingga membuat Radit sedikit berbelok.
Tidak berhenti di sana, pengemudi motor itu seakan sengaja berada di depan mobil Radit sambil meliuk liuk.
Kesal akan hal itu, Mega mengeluarkan setengah badannya dari mobil.
“Minggir kau dari jalanan, Siallaaaann!”
Dan teriakan Mega membuat para pengemudi itu ketakutan, mereka berpindah jalur hingga milik Radit kosong.
“Jangan melihatku seperti itu, Kak. Itu liat jalan, nanti kalau aku mati gimana? Kalau kakak terpesona sama kecantikan aku, nanti mobilnya oleg. Yang sedih siapa? Ya Mamah lah. Makannya focus, jangan liatin aku mulu.”