Kenginan Kuat

1160 Kata
Mega masih berada di apartemen Radit, ditemani oleh sekretaris Kim yang hanya mengawasi. Sepanjang waktu Mega hanya memainkan ponsel, sesekali menghubungi kakaknya untuk mengetahui keberadaannya. Namun tentu saja Radit tidak mengangkatnya, yang mana membuat Mega memilih untuk menghentikan terornya. Bisa gawat kalau Radit sedang bersama orangtuanya lalu dirinya ketahuan menelpon terus pria itu. Bosan dengan ponsel, Mega memilih menonton TV. Tidak ada acara yang disukainya, yang mana membuatnya terdiam dan menatap kosong TV yang menampilkan channel Korea. Tanpa Mega sadari, seseorang datang ke apartemen itu. “Nyonya Besar,” ucap Sekeretaris Kim pada Mila yang baru saja datang. “Kim, kau menjaganya? Dimana dia?” “Ada di dalam, Nyonya, sedang duduk.” “Dia makan bukan? apakah sulit untuk dia makan?” Sekretaris Kim menggeleng ragu, kenyataanya Mega makan dengan lahap dan tidak terlihat trauma sedikit pun. Mila segera masuk dan mendapati Mega yang sedang memainkan ponselnya sambil duduk di sofa abu abu. “Mega?” Perempuan itu segera menyimpan ponselnya saat mendengar suara Mila datang. “Mamah? Mamah tidak apa?” “Kemarilah.” Mila merentangkan tangannya dengan mata berkaca kaca, rapuhnya seorang ibu ketika melihat anaknya hancur dan tidak berdaya. Mega mendekat dan memeluk ibunya untuk beberapa saat. “Mamah…., maafkin Mega membuat Mamah khawatir. Ini salah Mega yang nakal. Maaf, Mah. Jangan sakit lagi.” Di sana ada Tom yang sepertinya menjaga jarak diantara mereka, memberikan ruang untuk istri dan anaknya. Tom memilih untuk berbicara dengan sekretaris Kim mengenai pernikahan Mega dan Radit. “Maafkan Mega, Mah. Gara gara Mega, Mamah jadi sakit.” Air matanya kembali turun, sungguh acting yang luar biasa. Mega hanya membayangkan bagaimana baksonya jatuh sebelum dia makan, membuat air matanya turun. “Hiks… hiks…. Maafkan Mega yang tidak bisa menjaga diri, Mah. Maafkan Mega…. Hiks…. Membuat Mamah sakit… hiks…” Mila menggelengkan kepalanya kuat, tangannya mengusap surai lembut anaknya yang masih dalam pelukan. “Tidak, Mega. Mamah sudah sembuh. Mamah tidak apa. Melihat kamu saja Mamah sudah lebih baik.” Mila berfikir Mega pasti trauma dan tidak ingin bertemu lagi dengan Radit, tapi Tom bicara padanya dan mengatakan kalau Mega bersedia menikah dengan Radit dengan alasan takut tidak ada pria yang mau bersamanya. Alasan itu membuat Mila malah semakin sedih. Air matanya menetes tatkala dia merangkup pipi anaknya. “Maaf Mama tidak bisa menjagamu, Nak. Menjaga kalian berdua.” “Cukup, Mah. Mega tidak apa, yang penting Mamah sehat. Mega tidak apa.” Mila beberapa kali menciumi wajah Mega, dia merasa menjadi ibu yang buruk. “Lukamu?” “Sudah diobati.” “Biar Mamah lihat.” “Tidak, jangan. Mega tahu Mamah akan menangis lagi jika melihatnya.” Mila diam, dia mengusap wajah putri semata wayangnya. “Sudah mendengar rencana yang akan Papah dan Mamah lakukan?” Mega mengangguk dengan mata menunduk dan wajah datar. Mega yang memang memiliki wajah dan sikap jutek membuatnya tidak sulit untuk berakting merasa tersakiti. Mega hanya diam seperti biasanya. “Maafkan Mamah.” “Berhenti minta maaf, Mah. Itu membuat Mega mengingat semuanya,” ucap Mega dengan suara datarnya. “Aku pikir itu solusi yang tepat, Kak Radit harus bertanggung jawab.” Mila mengangguk angguk menahan air mata yang hampir tumpah. “Sekarang kita pulang ya?” “Kak Radit?” “Dia akan tinggal terpisah denganmu sampai kalian menikah, Mamah tidak bisa membiarkan kalian tinggal bersama sebelum itu.” Mega mengangguk. Dibantu oleh orangtuanya, Mega melangkah di tengah. Dengan Tom yang mengendarai, mereka akan pulang ke rumah orangtuanya. Mila berada di jok belakang agar bisa mengusap rambut putri tercintanya. “Mega, kamu yakin bersedia menikahi Radit?” Mega yang berbaring di paha mamanya itu mengangguk. “Yakin, Mah. Mega yakin, Kakak memang harus bertanggung jawab.” Lagi lagi Mila menghela napasnya, mengapa nasib anak anaknya begini? Sambil mengusap surai anaknya, Mila bertanya kepada sang suami. “Ke mana sekretaris Kim?” “Meluruskan beberapa hal bersama Radit.” Sesampainya di mansion, Mega diantar oleh Mila menuju kamarnya. “Istirahat dulu, Mamah akan membuatkan bubur ayam untukmu.” Mega mengangguk dan membiarkan Mila pergi. Sepanjang waktu berputar, Mega yang memiliki sifat jutek, cuek dan keras kepala itu tetap dalam posisi yang sama. Menatap keluar jendela sampai akhirnya pintu terbuka. “Mamah?” “Ini aku.” “Kim?” Mega mendudukan dirinya, dia berbalik menatap pria berkacamata itu. “Bagaimana orangtuaku mengizinkanmu masuk?” “Saya membawakan apa yang anda minta.” Mega menerima dua buah foto yang diambil Kim secara diam diam. Mega tersenyum miring, dia menatap Kim penuh kepuasan. “Kerja bagus. Kirimkan softfile nya padaku.” “Baik, Nona.” Kim menatap tidak percaya atas apa yang dilakukan Mega. Haruskah dia sejauh ini untuk mendapatkan Radit? Pria itu jelas jelas tidak mencintainya. “Nona……,” ucapan Kim menggantung, dia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu. “Ada apa? Kenapa masih di sini? Keluarlah.” “Maaf, Nona. Saya akan keluar.” ****** Radit menatap apartemennya, dia merasa hampa. Hidupnya hancur dalam semalam. Dia jelas tidak melakukan apa pun pada Mega. Radit menarik napas dalam, dia meyakinkan dirinya sendiri untuk memberitahukan kebenarannya. Bahwa selama ini Mega terobsesi dengannya. Mengendarai mobil dengan kecepatan membelah jalanan, Radit sampai di rumah orangtuanya dengan cepat. Saat hendak masuk, dia berpapasan dengan Kim. “Sekretaris Kim.” “Tuan Radit, anda dilarang untuk memasuki tempat ini sebelum pernikahan berlangsung.” “Minggir,” ucap Radit menerobos begitu saja. Dia mencari keberadaan orangtuanya. “Di mana Mamah dan Papah?” “Di lantai atas, Tuan,” jawab pelayan yang bekerja di sana. Radit bergegas, dan dia berhenti melangkah saat melihat Mila, Tom dan Mega sedang berada di ruang santai lantai dua. Mereka sedang bersenang senang memakan buah bersama, dengan Mega yang selalu mendapatkan usapan penuh kasih sayang dari mereka. Mega yang lebih dulu melihat kedatangan Radit. “Kakak?” Tom terkejut mendengar kata yang keluar dari mulut Mega, membuatnya berbalik. “Mau apa kau ke sini? Apa ucapanku kurang jelas?” “Papah, aku perlu bicara. Aku ingin menjelaskan semuanya.” Saat Tom berdiri hendak mendekati Radit, Mega menggenggam tangan Papanya. “Mega ingin bicara dengan Kak Radit, Mah, Pah.” “Mamah tidak akan meninggalkanmu dengannya.” Tegas Mila. “Hanya sebentar, Mah.” “Aku ingin bicara dengan Mamah dan Papah, bukan dengan Mega.” Tom menatap tajam. “Selesaikan apa yang ingin Mega katakan, setelahnya baru kau menemui kami. Kami akan memberi kalian ruang, awas saja kalau macam macam, Papa mengawasi kalian. Ayo, Mah.” Mila dan Tom berjalan melewati Radit sedari tadi Mila menahan tangisan melihat putranya. Saat kedua orangtuanya pergi, Mega meminum teh dengan tenang. “Apa yang ingin kamu katakan?” Tanpa bicara, Mega mengeluarkan sebuah foto dan meletakannya di meja. Radit terkejut bukan kepalang melihat itu. “Bisa kakak bayangkan bagaimana perasaan Mamah dan Papah melihat foto ini? Kakak mengkhianatiku sebelum semuanya dimulai, Kak.” Radit menahan semua emosinya. “Kenapa kamu lakukan ini?” Mega tersenyum miring, dia mengadah menatap Radit yang berdiri di depannya. “Aku ingin menjadi istrimu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN