AKU BUKAN PECUNDANG

1169 Kata
"Rio, pertanyaanmu aneh, apa pentingnya itu? Lagian ini cafe milikmu. Kenapa tidak kau tanya sendiri?" Teddy menjawab malas-malasan karena memang bukan topik pembicaraan itu yang ingin dia bahas sekarang. "Cafe ini milikku tapi kan hanya shadow owner! Mereka semuanya tahu ini adalah milikmu! Rumah sakit ini adalah milikmu. Aku dan Brahma hanya terikat kontrak saja tapi semuanya kan kau yang mengatur. Akan aneh jika aku yang bertanya tapi tidak denganmu. Tolong tanyakan lah apa yang dibeli Dini?" "Aish, Rio, tidak penting soal yang dibeli Dini. Coba kau jelaskan padaku, apa hubunganmu dengan Dini? Ini lebih penting!" dari kemarin sebetulnya Teddy ingin tahu soal ini. Tapi dia melihat Rio banyak sekali yang dikerjakan. Bahkan sampai semalaman suntuk mereka harus mengurus anak Dini untuk cuci darah. Belum masalah pernikahan mereka. Makanya Teddy belum sempat bertanya tapi saat ini Rio sudah terlihat agak longgar. "Jangan bilang dia dulu mantan kekasihmu dan kau berharap lebih! Ingat, kau sudah punya Christa yang sudah sangat baik sekali. Dia juga yang membuatmu seperti sekarang ini Rio. Kau, dulu bukan siapa-siapa! Lagian istrimu sangat cantik sekali! Jauh dari Dini. Ayolah, jangan hancurkan hidupmu! Kau kan sedang ingin punya anak dari Christa. Sedang ingin program!" Ya benar sih yang dikatakan Teddy. Christa sudah mengubah hidup Rio dari cuma anak pegawai negeri golongan menengah sampai berpredikat sebagai pengusaha sukses setelah mengurus semua bisnis keluarga Christa. Istrinya adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarganya. Kehadiran Christa memang memberikan pengaruh besar dalam hidup sahabat Teddy itu. "Rio, kau kubantu menikah dengan Dini karena kau bilang kau butuh ibu pengganti. Jadi apapun hubungan kalian dulu, tolonglah, profesional. Kau tak mungkin kan menghianati Christa?" "Ted, Aku cuma minta tolong padamu buat tanya ke pegawai cafetaria apa makanan yang dibeli sama Dini buat Anggia. Bukan untuk mendengar ceramahmu." "Nah, apa pentingnya makanan itu Rio? Toh, cuma itu-itu aja yang ada di cafetaria. Yang pasti ya yang di beli Dini pasti yang ada aja di etalase aku yakin. Sudahlah, fokus pada niatmu di awal Rio, dia bukan ibu gila yang ingin meracuni anaknya kok. Ingat, Christa istrimu yang sekarang. Apapun masa lalumu dengan Dini, itu hanya masa lalu. Kau tak bisa menghancurkan hidupmu sendiri dengan membuat masalah dalam rumah tanggamu bersama Christa." "Ted, kau tahu Sudah berapa lama kita bersahabat?" "Ya, lama," seru sahabat Rio itu yang masih berhati-hati dengan pertanyaan Rio. "Kau tahu aku orang yang bagaimana? Kapan aku tidak pernah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan? Apa Aku suka mangkir dengan tanggung jawabku?" Rio adalah teman Teddy yang paling bertanggung jawab dan tidak pernah macam-macam. Teddy tahu kredibilitas Rio seperti apa. Makanya dia menggelengkan kepalanya. "Tapi kalau masalah hati dan cinta ini berbeda Rio! Kadang manusia tidak pakai logika dan lebih mengikuti hawa nafsunya," tegas Teddy yang memang sangat peduli pada sahabatnya, dia berusaha untuk mengingatkan Rio. "Kau sudah menikah dan kau bertemu dengan seorang wanita yang kulihat sangat kau pedulikan! Aku tidak tahu hubunganmu dengannya apa dulu. Dan sejauh mana kalian bersama!. Cuma menurutku aku harus mengingatkan padamu karena kalau sampai Christa tahu ini akan membuat masalah besar dalam hidupmu! Kau tidak mau kan dibuang ke jalanan?" "Ted, kau menganggapku sebagai pria pecundang kah yang tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa bergantung pada wanita dan keluarganya?" Rio, jujur sangat kecewa mendengar ucapan dan sahabatnya ini. Sama saja seperti Teddy mengatakan kalau tanpa Christa, Rio bukanlah siapa-siapa. "Aku tidak mengatakan begitu tapi aku hanya melihat fakta yang ada kau bisa mendapat kehidupanmu seperti sekarang ini karena istrimu. Bahkan saham rumah sakit ini setengahnya adalah milikmu dan kantin ini juga adalah milikmu, itu semua dari mana uang yang kau dapat Rio?" Rumah sakit tempat Teddy bekerja ini adalah rumah sakit miliknya dan Rio. Rumah sakit ini dibangun dari tiga serangkai dokter yang bekerja sama. Rio, Teddy dan Brahma. Saham terbesar adalah milik Rio, lima puluh delapan persen. Sisanya, Brahma dua puluh lima persen dan Teddy dua puluh tujuh persen. Tapi selain rumah sakit, Rio memiliki tenant lainnya di rumah sakit itu. Seperti cafetaria dan minimarket. Dan Teddy tahunya semua uang yang dimiliki oleh sahabatnya dari warisan istri sahabatnya. "Kau pikir aku mendapatkan uang membangun rumah sakit ini dari uang Christa kah Ted?" "Nah, memang dari mana?" "Kau merendahkanku jika kau hanya berpikir bahwa aku bisa punya uang dari istriku saja! Tidak seperti itu Ted." "Lah terus?" "Aku tahu diri dan aku tidak pernah memanfaatkan Christa untuk memenuhi semua kebutuhanku. Aku juga tidak pernah mengambil uang dari hasil kerjaku sebagai CEO di perusahaan milik keluarganya. Semua itu kutaruh di ATM tersendiri dan aku sudah mempersilakan Christa memakainya cuma dia memang tidak pernah mau memakainya. Tapi aku juga tidak pernah menggunakan uang di sana." "Lalu dari mana uangmu untuk investasi di sini?" "Kakekku, dia punya tanah warisan yang digusur untuk pembangunan tol. Tanahnya lumayan lebar. sangat luas yang digusur." Rio menunjukkan sesuatu pada Teddy di ponselnya yang baru pertama kalinya dan membuat sahabatnya itu tercengang. "Jadi dari penjualan tanah ini kau bisa mendapatkan tujuh puluh lima miliar?" "Dan dari sini aku mengembangkan bisnisku. Dan sekarang total dari nilai ini sudah jadi tiga kali lipat. Tanpa aku mengambil satu rupiah pun dari uang keluarga Christa." "Sorry Rio, aku--" "Tak apa Ted. Semua orang mungkin berpikir kalau aku ini adalah laki-laki pecundang yang hanya hidup dari bantuan istrinya saja. Tapi tidak seperti itu kenyataannya. Aku tahu diri dan aku bukan pria seperti itu." Memang kalau dari kasat mata orang melihat Rio, dulunya bukan siapa-siapa lalu menikah dengan wanita dari keluarga konglomerat jelas saja mereka berpikir Rio sangat beruntung tapi sebenarnya ini adalah beban tersendiri di dalam hatinya karena dia tidak mau dianggap memanfaatkan istrinya. "Oke Rio, kau benar, aku salah! Dan aku tidak pernah menduga kalau kakekmu itu kaya raya." "Tanah itu dulunya memang bukan tanah yang bagus. Keluarga juga nggak tahu mau digunain untuk apa tanahnya. Tapi karena proyek jalan tol dan pas itu di daerah rest area makanya bisa kenal segede itu. Masih ada lahan yang mau dibuka lagi untuk perluasan rest area. Tapi sekarang masih proses untuk pencairan dananya. Mungkin ini namanya keberuntungan." "Fuuh, itu kenapa kau menyembunyikan sahammu di rumah sakit ini dari Christa?" "Dia tahu kok kalau aku nggak pakai uang keluarganya. Aku hanya gunakan itu untuk keperluan mobil, bensin, terus paling kalau kita lagi pergi bareng aja. Itu juga dari gajiku kerja, berpikir untuk kemajuan perusahaan mereka, bukan cuma tunjuk-tunjuk aja. Tapi untuk rumah sakit ini aku tidak bisa memberitahukan padanya karena ini bukan dari hasil kekayaannya. Ini adalah milik kakekku dan aku punya perhitungan yang berbeda soal ini." "Cuma tidak akan kau berikan pada selingkuhanmu yang sekarang sudah menjadi istrimu itu kan?" "Ted, Dini itu wanita baik-baik jadi sebaiknya jangan kau merendahkannya seperti itu!" yang ini juga Rio tak suka. "Iya, tapi kau juga harus ingat kau sudah menikah dan hubunganmu dengan Dini bukan hubungan pernikahan seperti layaknya suami istri yang kau tahulah maksudku! Kau tidak bodoh Rio!" "Hmm, aku tahu. Tapi Dini sekarang adalah istriku juga." "Rio!" "Ted!" mata pria itu terlihat serius. "Darah Anggia golongan A Rh positif. Dan ini sama seperti darahku golongan darah A dengan Rh positif."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN