Glacier

2133 Kata
Jika setiap hari Tavisha sudah disibukkan oleh kuliah dan bekerja, setidaknya di hari minggu ini dia ingin menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan. Menonton video youtube di televisi berukuran 32inc yang ada di rumahnya. Mama Shinta sibuk berkutat di depan, katanya lagi memangkas rumput, sementara Papa Rio sibuk memangkas tanaman yang dirasa sudah tumbuh melebihi pagar. Kesibukan minggu pagi yang menyenangkan. “Tavisha! Tolong ambilin karung di gudang!” teriak Mama, suara perempuan itu sampai di telinga Tavisha. Si anak berdecak, mengeluh. “Iya, bentar!!” Tavisha menendang b****g Vanesha yang sedang tiduran disampingnya, "Dek, ambilin dong" "Aahhh, nggak mau! Kakak yang disuruh bukan gue!" Vanesha menyingkirkan kaki Tavisha yang ada di dekatnya. "Ck. Durhaka lo sama orang tua, disuruh gak mau." Vanesha hanya memincingkan matanya menatap sang kakak. Atensinya kembali menatap layar televisi seolah tak peduli. "Dek, buruan ambilin." "Apasih?! Gak mau, ambil aja sendiri. Lagian gudang deket tuh, tinggal jalan dikit nyampek." "Bener-bener nih bocah, awas aja lo minta duit ke gue ya" "Gue minta ke Papa lah" Akhirnya tetap Tavisha yang harus jalan ke arah gudang, sebenarnya jarak antara gudang dan posisinya tidak jauh, hanya saja dia sedang malas gerak. Tak lama kemudian, Tavisha datang seraya membawa dua karung kosong berwarna cokelat. “Nah, mumpung kamu disini sekali masukin rumput-rumput yang udah Mama tumpuk itu” “Aduh, Maaaa. Aku mau nonton youtube lhooo.” rengek Tavisha, menghentakan kaki. "Tuh, ada Vanesha juga, kenapa cuma aku yang disuruh?" “Vaneshaa!!!" "Iya, Maaa!!!" "Sini bantuin kakakmu!" Tavisha menahan senyum, hahaha, enak saja hanya dia yang disuruh kerja bakti. Wajah kecut Vanesha muncul dari balik pintu, dia menatap penuh permusuhan ke arah Tavisha. Tavisha menjulurkan lidah, mengejek. "Nah, udah lengkap, ayo bantuin Mama anak-anak, amalan kalian gak bisa di unduh lewat youtube," “Nih!" Tavisha menyodorkan satu karung ke arah Vanesha, sang empu hanya diam tak mau menerima. Karena kesal, Tavisha membuka karung tersebut lantas memasukan kepala Vanesha ke dalamnya. "MAAAA!!!!" seketika, suara jeritan Vanesha terdengar diantara tawa renyah Tavisha. "Hahahaha, mampus lo!" "KAAKK, LEPASIIINN!!" "Nggak mau, wleee" "PENGAP b**o!!" "Ma! Denger tuh, Vanesha ngatain aku bego." Papa Rio dan Mama Shinta menghela napas, mereka balik badan, lantas melanjutkan kegiatan masing-masing tanpa mempedulikan kakak-beradik yang tengah bertengkar itu. DUK! "Arrgghhh!!" Tavisha meraung saat merasakan nyeri sebab Vanesha menendang tulang keringnya dengan sekuat tenaga. "Sialan lo!" "Haaahhh..." Vanesha menghirup udara segar setelah terbebas dari karung tersebut. Dia merapikan rambut seraya menatap penuh permusuhan ke arah sang kakak. "Gue bales lo nanti, Kak." Vanesha membawa karung tersebut mendekat ke arah tumpukan rumput, dia mulai memasukan rumput-rumput tersebut ke dalamnya tanpa mengatakan apapun. Singkat cerita, Vanesha ngambek. Tavisha pun segera melakukan hal yang sama, ikut membantu Vanesha memasukan rumput. Baru dua kali ia memasukan rumput, netranya menangkap seekor ulat bulu berwarna hijau gemuk berjalan ke arahnya. “Mamaaaaa!!!! Mamaaaa ada ulat, Maaa!!" Tavisha berteriak seraya melompat-lompat, tubuhnya langsung merinding saat mengingat bagaimana ulat gemuk itu berada di dekatnya. “Plis, plis, plis!!” Tavisha menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Vanesha yang melihat ada kesempatan untuk balas dendam, tanpa rasa takut ia memegang ulat gemuk itu dengan tangan kosong, Vanesha tau itu ulat aman, tidak membuat gatal. "Wahahaha, ulatnya ada di pundak lo tuh, Kak!" "AAAAAAA!!!!" Tavisha semakin melompat-lompat saat menatap ulat gemuk itu menempel di bahunya, tangannya mengusap bahu berkali-kali, berharap ulat itu jatuh. "Hahahaha, cemen lo gitu aja takut!" Vanesha kembali mengambil ulat gemuk itu, mendekatkan ke wajah sang kakak. "Buka mata dong kak, liat nih ada yang lucu" "LUCU PALA LO, ANJ!!" "Maaaa!! Kakak ngomong kotorrr!!" "Pa," Mama Shinta menatap suaminya, meminta pertolongan untuk memisahkan dua anak-anaknya. "Vanesha, Tavisha, ini Papa punya pisau sama alat potong tanaman, mau kalian pake buat senjata?" "Issh!!" Mama memukul bahu Papa Rio, "Yang bener ah negurnya!" "Vanesha nih, Ma!" Wajah Tavisha memerah, rambutnya berantakan. "Lo yang mulai ya, giliran dibales ngadu, huuu!" "Maju lo sini!" Vanesha maju seraya menyodorkan ulat gemuk yang terus menggeliat di tangan Vanesha. "Nih, maju, nih!" "Vanesha! Tavisha! Udah-udah kalian masuk aja lagi, biar Mama sama Papa yang beresin kekacauan kalian" Saat Mama Shinta yang menegur, barulah Vanesha dan Tavisha menyadari kekacauan yang mereka buat, rumput yang semula sudah di kumpulkan pada satu sisi kini berantakan dan berhamburan dimana-mana. "Maaf, Mama.." Vanesha segera melempar ulat gemuk ke tumpukan sampah. Gadis itu nyengir, lantas berlari masuk ke dalam sebelum kembali disuruh kerja bakti. "Maaf, Ma.." ○○○○ Lucas suka hari libur, setidaknya dia punya waktu untuk menikmati hari tanpa dikejar-kejar deadline, tanpa mendengar teriakan Kaisar yang selalu menyuruhnya ini itu. Setidaknya itulah yang Lucas bayangkan tentang hari minggu. Seperti minggu kesekian di tahun ini, Lucas baru bangun sekitar pukul sepuluh pagi. Masih dengan wajah ngantuk, Lucas menuruni anak tangga. Hidungnya mencium aroma masakan yang harum, aroma itulah yang membawanya menuju dapur. "Aahh, enak banget baunya" Langkah kaki Lucas seketika berhenti saat menyadari bukan asisten rumah tangganya yang berdiri di depan kompor, melainkan seorang perempuan berambut sebahu, memakai kaos oversize dan celana pendek. "Hei, pagi, Lucas" "Gila, sopan santun lo dimana, dateng-dateng bikin kacau dapur orang" Ayudia sudah biasa mendengar kata-k********r yang keluar dari mulut Lucas. "Fyi aja, hari ini bibi nggak bisa masakin lo, anaknya sakit dan harus pergi ke rumah sakit." Masih dengan wajah santainya, Ayudia memindahkan masakannya ke dalam piring. Dia hanya membuat nasi goreng untuk dua porsi, namun aromanya benar-benar menggugah selera. "Tenang, Cas. Nggak gue kasih racun kok" "Kenapa bibi pergi gitu aja tanpa pamit ke gue?" "Lo masih tidur, bibi nitip pesan ke gue buat disampaikan ke lo" Ayudia menatap Lucas, "Mau terus berdiri disitu atau duduk terus kita makan?" Lucas ingin pergi dari sana, dia tidak berselera karena ada Ayudia disana. Namun perut sialan itu, mendadak berbunyi. Ayudia tersenyum, menarik salah satu kursi untuk Lucas. "Lo boleh benci gue, tapi jangan menyakiti diri sendiri. Perut lo laper, bisa turunin egonya dikit aja?" Lucas tampak berpikir sejenak, dia memang lapar, sangat lapar malah. Tapi, sarapan berdua dengan Ayudia, memakan masakan perempuan itu, rasanya berat banget. "Cas?" Fine. Lucas mengalah, dia akhirnya duduk. Ayudia meletakan sepiring nasi goreng dan dua telur mata sapi di piring yang lainnya, tak lupa lalapan sayur. Dia tau selera Lucas, dia tau apa yang disuka dan tidak disukai oleh Lucas, dia tau kapan Lucas sedih dan kapan Lucas merasa hatinya tenang, dia bahkan tau ukuran CD Lucas. Sementara Lucas mulai menyendok makanan, Ayudia dengan cekatan menyiapkan air putih di gelas. "Sejak kapan lo disini?" "Jam delapan mungkin" "Udah lama lo nggak muncul di rumah gue, mendadak sekarang muncul lagi" "Kenapa? Kangen ya?" Ayudia ikut duduk, dia juga merasa lapar. Ayudia tau Lucas tidak akan bertanya lebih detail tentang dirinya. Untuk itu Ayudia selalu berinisiatif untuk menceritakan kesibukannya pada Lucas. "Beberapa minggu terakhir gue sibuk pindah-pindah kota, lagi banyak kerjaan, meskipun sibuk gue selalu nyisihin waktu buat ngabarin cowok yang bahkan peduli aja enggak," "Udah tau nggak bakal peduli, ngapain chat terus?" "Ya abis, gue naksir sih." Pengendalian diri dan emosi Ayudia benar-benar Lucas acungi jempol. Perempuan itu benar-benar meninggalkan kebiasaan buruknya saat remaja "Mau sampai kapan lo naksir gue?" Ayudia memilih untuk mengunyah makanannya hingga lembut, lantas ia telan sebelum menjawab pertanyaan Lucas. "Entah, gue juga gak tau sampai kapan. Mungkin, sampai lo punya pacar atau calon istri" "Setelah itu lo bakal berhenti?" "Iya, karena gak ada yang bisa gue lakukan lagi. Setidaknya gue udah berusaha buat dapetin hati lo, meski sampai sekarang belum berhasil" "Nggak capek apa?" "Berharap sama lo?" "Hm," "Ada sih capeknya, apalagi kalo lo udah mulai mengabaikan gue" Ruang makan itu kembali lenggang, baik Ayudia ataupun Lucas sama-sama terdiam menghabiskan makan masing-masing. Sampai nasi di piring mereka tandas, masih tetap tidak ada yang bersuara sama sekali. "Biar gue aja yang nyuci" "Sini!" Belum sempat Ayudia beranjak, piring yang ada di tangannya di rampas oleh Lucas. Cowok bertubuh jakung itu berjalan ke arah tempat cuci piring. Ayudia tersenyum manis, bagaimana bisa laki-laki yang tengah mencuci piring bisa terlihat semenarik itu? "Cas," "Hm" "Kenapa sih, selama ini lo belum bisa nerima gue?" "Nggak ada perasaan" "Tapi gue bisa bikin lo jatuh cinta, percaya nggak?" Lucas selesai mencuci piring, dia menatap Ayudia tanpa ekspresi, "Oh ya? Udah berapa tahun lo naksir gue, sampai sekarang belum bisa bikin gue naksir balik ke lo" "Iya juga ya," "Hari ini lo kegiatan lain?" "Nggak ada, kenapa? Mau ngajakin jalan ya?" "Your wish! Gue butuh bantuan" "Apa? Bilang aja, gue bakal bantuin apapun itu" "Apapun?" Ayudia mengangguk antusias. "Ikut gue" Lucas berjalan mendahului Ayudia yang langsung mengekor dibelakangnya, perut mereka kenyang setelah terisi nasi goreng. Ayudia menatap tanpa kedip ke arah punggung lebar sang pujaan hati, kapan dia bisa memeluk punggung itu? Bertahun-tahun Ayudia hanya sanggup menatap tanpa berani menyentuh. Kaki jenjang Lucas berhenti tepat di teras rumah, menatap mobil yang terparkir rapi di carport. "Bantuin gue cuci mobil" Kata Lucas dengan santainya. Ayudia hanya melongo, "Serius gue diginiin? Nyuci mobil? Kenapa nggak di tempat cuci mobil aja?" "Tadi bilangnya mau bantuin gue apapun itu" Mendadak Lucas menyeringai, "Gimana? Mau nggak?" Memangnya dia bisa menjawab apa selain kata, "Mau." Sementara Lucas menyalakan keran air, Ayudia berjalan meraih ember dan sabun. "Gue harus ngapain nih?" "Tunggu gue selesai basahin mobilnya dulu, baru di gosok pake sabun, ntar gue bantuin" Laki-laki yang hanya mengenakan celana pendek serta kaos hitam itu mulai menyemprot air ke bagian depan mobil. Terlalu lama jika harus menunggu Lucas menyelesaikan bagiannya, Ayudia berinisiatif untuk langsung menggosok bagian yang sudah basah. "Seumur-umur, ini pertama kalinya gue nyuci mobil sendiri" kata gadis itu, entah pada siapa. Tatapannya nanar melihat kuku cantik hasil nail art itu harus kena sabun cuci dan... omg! Kotoran mobil! "Lumayan kan, bisa jadi pengalaman baru" Lucas menimpali, merasa Ayudia berbicara padanya. Ayudia menghela napas, kembali menggosok bagian-bagian lainnya. Ditengah fokus Ayudia menggosok kap mobil, air dari keran Lucas tiba-tiba mengarah padanya. "Cas! Basaaah!!" Kepala Lucas menoleh, "Nggak sengaja, sori" "Ishh! Nih, rasain!" Ayudia mengayunkan spons yang penuh dengan busa ke arah Lucas, sang empu spontan balik badan menghindari busa spon mengenai wajahnya. "Hahaha, nih, nih, rasain!" "Ayudia, stop!" "Bodo amat!" Karena kesal, Lucas kali ini benar-benar mengarahkan selang air ke arah Ayudia yang langsung basah kuyup. Gadis itu melepaskan spons nya, berjalan ke arah Lucas untuk merebut selang air. Air muncrat ke segala arah, baik Ayudia maupun Lucas sekarang sama-sama basah. "Nggak fair! Siniin kerannya! Lo rese!" Ayudia masih berusaha merebut selang air. Lucas menggegam erat selang tersebut, mengangkat selang tersebut lebih tinggi agar Ayudia tidak bisa menggapainya. "Ambil nih kalau bisa, dasar cebol!" "Rese banget sih mulutnya!" Ayudia memukul bahu Lucas. "Apa? Nggak terima?" Lucas tertawa menatap wajah kesal Ayudia, gadis itu akhirnya menyerah. Dia mundur dua langkah, merapikan rambutnya yang basah sekaligus berantakan. "Gara-gara lo doang nih gue jadi basah kuyup!" Meski kesal, Ayudia kembali meraih spons, dan kembali menggosok mobil. Sadar jika gadis di depannya ini kesal, Lucas berdehem, "Nggak usah ngambek, gue cuma bercanda" "Siapa juga yang ngambek" "Lo lah, siapa lagi?" Tak peduli dengan ucapan Lucas, Ayudia terkejut saat mendapati salah satu kukunya rusak. "Yah, jelek.." "Kuku lo kenapa?" "Patah" Ayudia menunjukan kukunya yang patah, gadis itu menggelengkan kepala, "Yaudahlah, ntar gue benerin di salon" Ayudia ingin menyelesaikan kegiatan mencuci mobil ini secepat mungkin agar dia bisa segera pergi ke salon untuk memperbaiki kukunya. "Lama nggak?" Kepala Ayudia mendongak saat mendengar suara Lucas yang bertanya padanya. "Apanya? Ke salon?" "Ya itu, benerin kuku lo" "Nggak sih, paling sejam" "Gue hari ini lagi free, ntar gue anter" "Eh?" Ini Ayudia nggak salah denger kan? Lucas mengajukan diri untuk mengantarnya pergi ke salon? For god shake! "Malah ngelamun, makin lama kita nyuci mobil, makin lama juga buat lo pergi ke salon." "Cas," "Hm" "Lo nggak lagi kesambet kan? Atau gue yang lagi mimpi?" "Terserah lo aja deh, kalo nggak mau sih--" "MAU! Gue mau." Lucas hanya tersenyum tipis, benar-benar tipis sehingga Ayudia pun tak sempat menyadari kalau barusan lelaki pujaannya tersenyum. Netra Lucas terpaku pada wajah polos Ayudia, rambutnya yang basah dan berantakan, matanya fokus, bibirnya terkatup rapat, Lucas seolah-olah tersihir oleh kecantikan Ayudia. Selama ini dia tak pernah sempat menganggumi sebab Lucas selalu menghindari bersitatap dengan Ayudia. Dari momen kecil nan sederhana itu, Lucas baru terdasar betapa ia telah lama mengabaikan keindahan didepan matanya sendiri. Sebuah keindahan yang selama ini ada disana, namun baru kali ini benar-benar ia lihat dan hargai. "Oh iya, Dy" "Kenapa?" "Ini sebagai bentuk rasa terima kasih gue karna lo udah masak dan bantuin gue cuci mobil sampai basah kuyup, setelah dari salon kita mampir ke store pakaian deh" "Lo mau beliin gue pakaian, gitu maksudnya?" "Iya, jangan salah paham, gue kayak gitu sebagai tanda terima kasih, nggak lebih" Ayudia mengangguk, ia tersenyum. Tak apa, dia benar-benar tak apa. Bertahun-tahun Lucas mengabaikannya, mengabaikan perhatian dan kebaikannya, sekarang perubahan kecil itu nambak, Lucas mulai membuka diri dan melihat ke arahnya. "Oke, gue bakal milih pakaian yang mahal!" "Terserah lo dah," "Hahaha, makasih ya, Cas" "Hm."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN