Daniel Dirgantara
Pukul 7 malam, seseorang turun ketika pintu mobil terbuka. Seluruh tatapan anak-anak yang ada di sana langsung terpusat pada dia, bukan, bukan hanya dia melainkan mereka. Dua orang itu saling bertatapan, seakan tengah berbicara lewat tatapan mata. Dress sepanjang pergelangan kaki nampaknya membuat si pemakai sedikit tak nyaman, apalagi dengan belahan sampai di atas lututnya membuat gadis itu ingin sekali mengambil benang dan menjahitnya sendiri.
Tapi bisikan itu membuat kepercayaan dirinya sedikit naik.
"Lo cantik banget malem ini"
Gadis itu mendongak sedikit, menatap sepasang mata yang menatapnya dengan binar. Netranya turun ke hidung mancung bak perosotan anak TK itu, lalu turun lagi hingga menemukan bibir tipis yang tengah menyunggingkan senyuman.
"Lo juga, as always, tampan banget."
Keduanya sama-sama mengukir senyum. Jemari keduanya saling tertaut dengan erat, sebelum akhirnya kaki jenjang mereka mulai melangkah memasuki ballroom tempat dimana mereka semua akan merayakan pesta prom setelah 3 tahun mengenyam pendidikan di SMA Bina Jakarta.
Sebelum masuk, dua anggota osis yang berjaga di depan pintu memberikan topeng kepada mereka berdua. "Ekhem, balikan nih Kak Ti sama Kak Daniel."
"Jangan cemburu ya, gue udah sold out" Daniel yang terkenal buaya darat itu entah sampai kapan akan berubah.
Tiara menyikut perut Daniel membuat sang empu meringis.
"Hahaha, Kak Ti kalo udah bosen sama Kak Daniel kabarin ya, temen aku naksir soalnya."
"Ambil aja, yang kayak Daniel mah digorong-gorong juga banyak" Tiara menjawab sembari terkekeh.
"Dih, kalo banyak gak mungkin lo gamon"
"Duh, kalian ini gak pernah berubah, udah Kak Ti sama Kak Daniel mendingan langsung masuk aja, semoga suka ya sama konsep acara malam ini" Anggota Osis itu tersenyum, mempersilahkan Daniel dan Tiara masuk ke dalam.
"Thanks, anak Osis udah kerja keras buat pesta prom malam ini, kita masuk dulu ya"
Setelah berbasa basi sejenak, keduanya masuk. Lagu dansa memenuhi ruangan bernuansa gold tersebut, kursi-kursi ditata dengan rapi. Menyisakan ruang kosong di tengah yang memang disiapkan untuk berdansa.
"Ini kalo gue ajak lo dansa lebay gak, Ti?"
"Kalo ada Bima, gue males banget dansa sama lo, Niel."
Lain dimulut, lain pula di hati. Tiara menerima uluran tangan Daniel, keduanya terkekeh. Tiata meletakan kedua tangannya di pundak Daniel, sementara Daniel memegang pinggang gadisnya. Lagi-lagi tatapan mereka kembali bertemu, tubuh mereka bergerak mengikuti irama biola yang tengah dimainkan oleh Violinist.
"Sayang banget setelah ini kita harus pisah, Niel" Tiara yang pertama kali membuka suara.
Daniel masih belum menjawab, dia masih ingin menikmati kecantikan Tiara dari jarak sedekat ini. Meski tertutup topeng, aura kecantikan Tiara yang memang memancar dari dalam tak berkurang sedikitpun. Atau.. mungkin karena dia sudah tergila-gila pada gadis yang tengah berdansa dengannya malam ini.
"Nggak perlu ada yang disayangkan, Ti. Jalan kita masih panjang, dan kita punya mimpi masing-masing. Kalo udah jodohnya, pasti kita ketemu lagi kok"
"Huufttt.." Tiara menghela nafas. "Gue takut, Niel. Gue takut kehilangan lo untuk selamanya"
Daniel terkekeh, sepertinya bukan hanya dia yang tergila-gila melainkan gadis yang ada di depannya ini juga. "Nggak bisa ya, kita balikan aja?"
"Yakin sanggup LDR?" tanya Daniel dengan kerlingan jahil, Tiara hapal banget sama tatapan Daniel yang satu itu.
"Gue sih yakin-yakin aja, yang gak yakin tuh elo. Ada yang bening dikit, langsung diplototin, dasar kadal kurep!"
Tawa Daniel mengudara mendengar makian Tiara. "Siapa yang ngajarin lo buat ngatain gue kadal kurep?"
"Pembaca."
"Pembaca apaan?"
"Pembaca cerita lo lah, siapa lagi?"
Cowok bersetelan suit itu menggeleng-gelengkan kepala. Tak paham dengan maksud perkataan Tiara. Tangan Daniel yang semula ada di pinggang Tiara kini bergerak naik untuk menangkup wajah cantik itu. "Rasa takut gue akan kehilangan lo lebih besar, Ti."
"Ucapan cowok gak bisa dipegang, Niel. Bisanya cuma di screenshot." Tiara melepaskan tangannya yang sedari tadi bersarang di pundak Daniel.
"Tiara.." Daniel memanggil dengan suara lembut. "Please.."
"Promise me, someday you'll comeback....for me."
Nafas Daniel terengah-engah, dia bangun dengan keringat dingin yang membasahi lehernya. Mimpi itu lagi.
Daniel mengusap wajahnya, dia menatap jam yang ada di nakas. Pukul sepuluh pagi, senyum Daniel mengembang kala mengingat kalau hari ini dia akan kembali ke Indonesia setelah bertahun-tahun lamanya meninggalkan tanah kelahirannya untuk mengenyam pendidikan di negara orang.
"Time to pick up, baby!" Daniel mengacak rambutnya singkat, dia menarik koper yang ada di sudut ruangan, memasukan pakaian juga barang-barang yang lain. Lagu leave the door open milik Bruno Mars terdengar memenuhi ruangan itu, Daniel berlari ke arah kamar mandi lalu menggosok gigi. Bahkan dia sempat-sempatnya menjadikan sikat gigi itu sebagai mic.
What you doing?
Where you at?
Oh, you got plans?
Don't say that.. I'm shipping wine
"Huuuhh" Daniel melemparkan sikat gigi itu kembali ke tempatnya semula, dia melanjutkan mandinya agar cepat selesai.
"Indonesia... I'm coming!!!... blewlewlewlwg. Dang! air showernya masuk ke mulut"