Rasa berat di kepalaku berdenyut perih di setiap detak nyawaku. Aroma alkohol, antiseptik merasuk, menusuk, terdeteksi dalam saraf hidungku. Disambut lagi dengan gelak tawa yang nyaring tertangkap indera pendengaranku hingga perlahan aku berusaha untuk membuka mata. Semula pandangan ini kabur hanya bayangan dan sedikit demi sedikit wajah mereka yang berada di sampingku ini mulai kelihatan jelas, kemudian mereka menyapaku. "Wulan, kamu bisa lihat, bisa dengar kami?" Aku mengangguk pelan karena kepalaku rasanya tidak nyaman terlalu mengganjal, mungkin perban. "Mau pulang? Ada guru yang mau antar kamu atau kami yang mengantar. " "Gak usah terima kasih, " ucapku menolak karena Ian dan Ani pasti khawatir jika tahu aku seperti ini. " Kok bisa jatuh sih Lan, kamu sakit ya ... kalau saki