Penolakkanku berbuah penguntitan oleh Gerry. Dia memang tidak memaksa saat aku bersama Ani dan Ian di jalan tetapi dia memaksa dan menuntutku ketika aku sudah sampai di sekolah.
"Kenapa sepertinya kamu ingin menghindari aku? "
Dia berada di dalam kelasku dan duduk di atas bangku yang biasa aku duduki, bertanya dan minta jawaban yang pasti. Menuntut penjelasan dariku atas penolakkan yang aku lancarkan padanya pagi ini, aku berharap bel cepat berbunyi dan dia kembali ke kelasnya.
Tetapi yang ditunggu belum juga menampakkan sinyal dan terpaksa aku harus buka suara dan beralasan supaya dia mengerti.
"Aku tidak ingin ada keributan, apalagi eumm ... maaf kak susah dikatakan karena ramai orang," ucapku melihat sekeliling kami yang memang sudah penuh diisi oleh murid di kelas ini.
Aku ingin mengatakan bahwa dia sudah dijodohkan dengan Ayu. Tetapi jika aku katakan langsung, pasti gosip akan menyeruak.
Jika itu benar mungkin tidak masalah tetapi jika itu kebohongan malah akan jadi boomerang buat aku dan akhirnya aku yang dikatakan pembohong.
Maklumlah, Ayu bisa jadi gak ngaku kalau sudah bicara seperti itu jika nanti hal itu merugikannya.
Gerry berdiri dan menatapku, "Apa? " tanyanya dan aku terpaksa mendongak menatapnya yang lebih tinggi dari aku sekitar satu jengkal tangan dan menjawab, "Sesuatu yang tidak bisa dibicarakan di tempat yang ramai," jawabku dan dia merespon,
"Istirahat pertama, aku tunggu di perpustakaan."
Dia pergi setelah mengatakan itu dan aku langsung duduk sambil memikirkan, apa yang mau aku katakan dan alasannya jika dia bilang 'Itu Tidak Masalah'. Terus ke perpus, aduh ... jadinya kencan Perpus dong.
"Lan, udah jadian ya? " tanya teman sebangku aku yang kepo lalu aku menutup wajahku dengan kedua tanganku dan menggelengkan kepala, aku bingung harus bagaimana.
***
Lonceng istirahat berbunyi tetapi aku masih sibuk mengerjakan tugas yang masih belum selesai sampai akhirnya menjadi PR dan harus dikumpulkan besok.
"Yang ada janji, ayo tepati, " sindir temanku tetapi aku tidak peduli. Aku lebih peduli dengan PR yang harus selesai disini sebelum aku pulang ke rumah.
Kalau sudah pulang ke rumah, aku makan terus bobok siang, setelah itu rebahan lalu lelap dalam alam mimpi dan pastinya lupa dengan PR yang dianggap sepele namun menyita waktu dan pikiran untuk dikerjakan.
"Lan, ayangmu nanti datang lagi kalau kamu gak nemuin dia."
Masih saja aku abaikan ucapan mereka, biarkan saja dia menunggu karena nanti saat menunggu lama dan waktu habis lalu dia gak sempat naik.
"Lan, wah benarkan dia datang."
Kepalaku reflek terangkat langsung tertuju ke arah pintu dan mereka semua tertawa. "Asem! " teriakku dan aku sibuk lagi menunduk dan menulis.
Habis itu berapa menit kemudian temanku teriak lagi, "Lan ... Lan-- "
"Berisik!! " bentakku dan mereka tertawa.
"Ada ayang loh datang, eh gak boleh judes gitu, " ucap mereka sambil cekikikan dan aku sibuk menghitung ratusan juta uang yang tidak nyata ini dengan kalkulator dagang.
"Biarin! " teriakku lagi dan aku masih sibuk menulis, fokus dengan angka-angka berdigit penuh, lalu tiba-tiba saja kalkulator yang aku gunakan diangkat ke atas dan terpaksa aku berdecak sebal, ulah siapa sih.
"Iihhhhhhhh--"
Aku sudah menggeram seperti singa, tetapi akhirnya batal marah karena ini ulah Gerry yang langsung duduk di depanku. "Kenapa masih disini, ini jadi PR atau langsung dikumpulkan."
"PR kak, " sahut temanku sambil cekikikan, pengen aku lempar pakai penghapus mulutnya yang ember itu.
Lalu dengan cepat Gerry menutup bukuku dan mengajakku keluar. "Ayo keluar atau kalian semua bisa keluar?" tanyanya pada temanku yang masih ada di dalam kelas dan mau tidak mau aku mengalah, berdiri mengikuti dia yang langsung menggenggam tanganku.
"Egrem ... egrem, hati-hati lepas kak, pegang erat-erat karena dia ada ilmu mengecilkan tubuh."
Temanku kembali mengejek, aku hanya bisa menyengir kesal pada mereka yang masih saja cekikikan.
Tanganku jadi berkeringat dan terasa lembab dalam genggamannya. Ada sedikit rasa malu saat semua orang berpapasan dengan kami melihat ke arah genggaman tangan ini.
Kami masuk ke dalam perpustakaan dan aku bingung, apa yang ingin aku cari?
Tiba-tiba saja dia mengambilkan buku untukku dan untuknya lalu kami duduk di sudut saling berhadapan.
"Jadi, apa?" tuntutnya.
Aku tarik napas dalam dan melihat kesana kemari lalu, "Kak, jangan dekati aku lagi ya, karena aku difitnah orang kampung saat kita ke ladang waktu itu."
Matanya mendelik, "Fitnah apa? "
"Rambutku berantakkan dan yah --"
Dia tersenyum manis dan semakin ganteng hingga aku jadi terpanah melihatnya.
"Cuma itu? "
Aku menggeleng, saatnya menjaga jarak dengan alasan perjodohan dia dan Ayu.
"Kak Gerry sudah dijodohkan dengan Ayu? "
Giliran dia yang tarik napas dalam lalu menghembuskannya lama. "Obrolan iseng orang tua yang gak bisa dianggap serius karena mereka hanya berbicara tanpa berpikir apakah anaknya setuju, terus Ayu bilang gitu ke kamu? "
Aku mengangguk, "Aku kan jadi gak enak kak, nanti dia ngadu sama ibu kamu terus ibu kamu melabrak ibu aku."
Dia menarik tanganku dan mengenggamnya, tetapi matanya melirik kesana kemari dan berkata, "Sisa 1 bulan lagi kita bersama dan aku mau ada memori indah bersama kamu. Abaikan semua gosip yang bisa merusak waktu kita, toh semua tidak bisa diulang kembali lagi saat kita dewasa nanti."
Ada benarnya sih, apa yang dia omongkan. Masa sekarang tidak bisa diulang lagi, kenapa aku harus menghindar jika aku dan dia tidak melakukan hal yang negatif. Kenapa harus peduli omongan orang, karena pemikiran orang lain dan kita tentunya berbeda.
"Wulan, please ... mau ya? "
"Kalau ibu kamu marah? "
"Gak akan, yakinlah."
"Terus mau apa? "
"Mau jalan sama kamu, pulang sekolah."
Lagi aku menggeleng, "Gak bisa kak, " ucapku tetapi dia memohon-mohon dan akhirnya aku punya akal untuk bisa jalan sama dia dengan alasan latihan pencak silat. Karena aku jarang bolos dan ibu selalu mengizinkan aku untuk berlatih disana.
Masa sekolah tidak bisa diulang dan juga, Gerry adalah cowok favorit di sekolah. Bisa jalan dengannya membuat kebanggaan dalam diri semua cewek yang mengidolakan dia.
Peduli amat dengan Ayu, kalau memang mereka berjodoh ya silakan sedangkan aku ... hanya menikmati waktu bersamanya. Kenapa aku jadi plin plan begini. Bagaimana dengan ibu, bagaimana dengan ....
Bel berbunyi
"Seperti bel itu, sudah berbunyi kan dan kita belum sarapan karena sibuk mencari mana yang baik. Perut lapar akan ditahan sampai pulang atau istirahat kedua yang makanan gak ada pilihan lagi. Dan aku gak mau, cinta aku ke kamu bakal ditahan sampai lulus kuliah lalu ternyata kamu sudah dimiliki orang lain," ucapnya sungguh-sungguh dan aku jadi merasa bersalah karena aku, dia jadi gak sarapan.