Chapter Kencan ala Rumah

1054 Kata
Hari demi hari telah berlalu dan aku memilih menjadi seorang gadis remaja yang mencari jati diri dengan mengikuti apa kemauan hati bukan apa kata orang. Bukan juga karena seorang cowok yang memaksa padaku atau karena dia ganteng atau aku merasa kasihan dan menuruti kemauannya, tentu tidak. Aku melakukan ini semua karena aku ingin mengukir masa remaja yang indah dan seumur hidup tidak akan pernah terulang kembali, yakni 'keaktifan' masa remaja. "Kita mau kemana sore ini? " Aku tanya, dia gak menjawab lalu memberiku helm dan aku langsung naik ke atas motor besarnya. "Peluk, nanti jatuh, " katanya. Dan perlahan aku memeluknya dari belakang. Sedikit aneh rasanya ketika menempelkan tubuhku ke tubuhnya. Helm yang aku gunakan adalah helm pembalap yang menutupi wajah. Semua orang yang kenal aku mungkin tidak akan mengenaliku jika berpapasan. "Mau kemana kak? " tanyaku lagi dan dia bilang, "Surprise." "Kita hanya punya waktu 2 jam loh ya." "Iya, tahu." jawabnya singkat. Jalan yang kami tempuh bukanlah jalan biasanya, melainkan jalan besar yang dipenuhi kendaraan. Biasanya kami jalan-jalan melewati ladang dan perkampungan. Apa dia ingin mengajakku belanja seperti shopping begitu? Ah, gak mungkinlah ... memangnya dia punya uang, bisa memanjakan aku dengan kebutuhan para gadis yang list-nya bisa puluhan item. Sekitar berapa menit motor mulai bergerak pelan memasuki komplek perumahan yang bisa dikatakan mewah, jika dibandingkan dengan rumahku. Dan motor mulai berbelok memasuki pekarangan rumah dengan garasi yang lumayan besar muat untuk 2 mobil. Apa ini rumahnya? Motor melesat memasuki ke dalam garasi yang besar dan kosong ini lalu berhenti dan dia berkata, "Turun, sudah sampai." Tanpa bertanya, aku langsung turun dan dia juga lalu berjalan menuju pintu garasi terus menutupnya. "Rumah kakak? " "Bukan, rumah ortu ... aku belum ada uang untuk beli rumah, " jawabnya asal membuatku tergelitik mendengarnya. Ya iyalah mana dia punya uang, ada juga uang recehan untuk sarapan atau isi bensin. "Dasar!" celetukku dan dia hanya tersenyum. Tangannya satu menarik tanganku dan satunya lagi membuka pintu samping di garasi. Isi dalam rumah pun kelihatan jelas dan aku melangkah pelan menapaki ubin putih yang bersih dan mengkilap ini. Mataku menatap sekeliling ruangan. Terdapat bingkai-bingkai foto keluarga yang terpajang rapi di dinding. Dari sini aku tahu bahwa ternyata Gerry punya abang dan kakak yang tidak kalah rupawan. Tidak terasa kaki ini melangkah semakin maju namun pelan dan mendekati satu figura yang terpajang di atas piano putih. Foto 2 orang anak kecil yang saling berpelukkan. Si cowok nampak cool sedangkan si cewek nampak bahagia saat memeluknya dari samping. "Itu Ayu, dia teman masa kecilku. " Aku mengerti sekarang, kenapa mereka dijodohkan. Karena orang tua mereka saling kenal dan pastinya tidak perlu sungkan untuk menyatukan 2 keluarga tanpa harus mengenal satu sama lain. Terus bagaimana dengan aku? "Yuk, ke ruang tengah," ajaknya dan aku mengikuti lagi dari belakang. Sekat antara ruangan tadi dengan ruang tengah tidak jauh hanya sekitar 5 sampai 6 langkah. Disana ada televisi besar dan satu set sofa malas. Enaknya jadi anak orang kaya, bisa santai seperti ini sambil nonton TV sedangkan aku di rumah langsung terlentang atau tiarap di atas tikar. "Bentar ya, aku bawa camilan." "Eh, gak usah kak ... aku gak lapar, " cegahku tetapi dia malah seperti tersinggung. "Minumannya masih segel kok Lan, tenang saja. " Aku gak bermaksud berpikir kalau dia mau menjebak tetapi aku gak mau berlama-lama disini kalau kenyamanan lalu ketiduran dan dia ah ... gak mungkinlah. Berapa detik kemudian dia datang membawa 2 minuman kotak berasa dan 2 bungkus snack, semuanya masih tersegel, aman. "Orang tua kakak, belum pulang? " "Akhir bulan begini mereka pulang malam dan aku sendirian jadi temani aku ya sampai diujung senja nanti, bosan juga kalau hanya jalan-jalan keliling kampung. Kita nonton film ya." Aku tegang lagi pas dia ngajak nonton film. Kira-kira film apa yang bakal diputar. Atau, jangan bilang kalau dia mau modus. Rumahnya lagi sepi dan kami hanya berdua, ya ampun ... apakah aku sudah terjebak? "Film apa kak? " Dia tertawa, "Maunya apa, roman seperti Titanic? " Aku menggeleng kuat karena itu ada bagian yang, aduh ... gak mungkin aku nonton sama dia. "Horor? " "Jangan dong, " Aku memelas karena takut gak bisa tidur malam ini dan aku baru ingat kalau ini malam jum'at. Aku bisa ngompol karena malas keluar malam jika nonton film horor. "Hahaha jago silat masa' dengan hantu takut, ah ... gak seru kamu, "ejeknya dan aku merengut manja lalu pipi aku dicubitnya, dan dia duduk di samping aku. "Film mafia, seru no touching ... tetapi pembunuhan, " ucapnya dan aku semangat pengen nonton karena aku suka action sebagai referensi dalam menangkap penjahat. Penjahatnya para wanita yang suka sembarangan memegang bagian dari wanita. Orang seperti itu harus diberi pelajaran 'kan. Sebelum film dimulai dia duduk merebah di atas lantai yang beralaskan permadani tebal dan punggungnya menyandarkan di kursi, merasa tidak enak hati. Aku pun turun lalu dia meminta aku untuk, "Sini, duduk di depan aku. " Aku mengernyit, bingung dan mulai berpikir negatif, jika aku duduk di situ lalu dia punya niat jahat maka bisa langsung bekap mulut aku saat itu juga, terus .... "Kok diam, sini dong ... ini terakhir loh kita ketemu dan bersama. Besok aku gak akan ganggu kamu lagi, karena mau fokus belajar agar lulus." Kok aku tiba-tiba sedih ya, seperti diputuskan oleh kekasih, padahal kami hanya berteman. Kebersamaan yang dia minta untuk mengukir memori selama sebulan ternyata sangat berkesan untukku. Dia cowok yang baik juga sopan, sedikit humoris, hingga kadang membuat aku tersipu malu dan tertawa jika dia mulai merayu. "Loh kok nangis? " Air mataku luruh seketika dan dia menarikku dalam peluknya, untuk pertama kali dari sekian hari kami bersama baru ini dia memelukku erat dan aku terisak. Kenapa begitu sakit hati ini jika dia pergi meninggalkan aku dan pasti akan melupakan aku. Cewek di ibu kota pasti lebih cantik, lebih keren dan lebih dari segalanya. Apalah aku ini, hanya gadis kampung yang tidak punya apa-apa. Dengan Ayu saja kalah apalagi dengan orang kota yang super modis. "Aku sayang kamu, banget ... tunggu aku sampai selesai kuliah dan dapat kerja yang mapan lalu akan melamar kamu, bagaimana?" Dia minta ditunggu untuk berapa lama, kuliah 4 tahun paling lama kalau gak katanya bisa jadi mahasiswa abadi jika dia ambil jurusan yang susah. Dalam 4 tahun itu gak mungkin dia jomblo, bisa saja dia pacaran dengan orang lain dan aku, aku disini harus menunggu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN