Senja kali ini warnanya terlalu pekat bahkan hampir menyerupai warna merah. Aku baru saja selesai latihan menguji ketangkasan tubuh dan pulangnya jalan kaki ke rumah. Jarak rumah dengan tempat latihan gak terlalu jauh, paling 5 menit.
Niat hati tadi mau bertanya dengan temanku tentang sore itu, eh dia malah gak datang dan katanya ada keluarganya yang meninggal.
Ya sudahlah, kalau ingat aku tanya kelak kalau gak ingat pun gak ada masalah, toh tidak merugikan aku.
Aku jalan perlahan menyusuri jalan yang lumayan agak sepi dan tiba-tiba saja dari arah belakang aku mendengar bunyi kendaraan melaju kencang. Aku lekas menyingkir sampai turun dari batas jalan tanpa menoleh ke belakang.
"Takuttt, huuuuu ...., " teriak mereka berempat yang berada di atas motor dan 2 pasang saling bergoncengan.
Dan pelakunya adalah si Ayu, kakak kelas yang paling nyebelin bersama teman-temannya. Dia pasti hanya ingin menakut-nakuti aku. Sepertinya aku sudah menjadi target untuk dikerjainya mulai hari ini karena tidak mempedulikan peringatannya berapa hari yang lalu terlebih hari ini aku semakin dekat dengan Gerry.
Aku tidak bisa menolak keinginan Gerry. Dia cowok yang baik dan enak untuk diajak bercanda. Sayangnya, waktu kami bersama hanya sisa 2 bulan lagi. Andai saja kenal dari awal dan pasti bukan hanya jadi teman biasa.
Dipertengahan jalan aku lihat 4 orang itu berhenti dan sepertinya menungguku untuk melewati mereka. Apa sih maunya dia?
Aku seperti perebut cowok orang lain, padahal sudah jelas kalau Gerry itu free dan gak mau sama dia.
Mereka mulai menghadangku di tengah jalan. Ayu berdiri menantangku dengan kedua tangan bercekak di pinggang.
"Sudah aku bilang, jangan pernah dekati Gerry! "
"Maaf, kamu lihat sendiri 'kan kalau dia yang terus mendatangi aku."
Aku membela diri karena bukan salahku jika seseorang ingin berteman dan murni kami hanya berteman.
"Memang, tetapi bisa saja kamu menolak dan dia akan menyerah."
"Memangnya hanya Gerry cowok di dunia ini? "
Mulutku langsung berkata seperti itu, kesannya menyindir dan aku siap untuk melawan jika dia gak terima. Eh malah temannya yang buka suara.
"Eh, ngelawan ni cewek ... hajar aja Yu'! " ucap temannya ngomporin dan aku siap pasang kuda-kuda untuk melawan dia kalau saja dia mau main tangan.
Dia melangkah mendekat, berhenti tepat didepanku dan tangannya terulur menggapai helai rambutku. Jarinya menggulung beberapa helai rambutku. Aku berusaha diam, sekali aja dia coba menarik ... aku banting dia ke aspal.
"Gak usah sok cantik, merasa menang udah dapatin Gerry dan perlu kamu tahu kalau aku dan Gerry sudah dijodohkan dari kecil. Jangan sampai kalian berdua khilaf terus kamu hamil duluan dan otomatis minta nikahi dia. Itu sama saja kamu merebut calon suami aku! Jadi mending pergi dari hidupnya Gerry karena kalau pun itu terjadi aku akan ganggu kehidupan kalian sampai hancur berantakan! "
Aku tarik napas dalam mendengar ocehan Ayu. Anggap saja dia takut kehilangan jodoh. Bukannya jodoh itu sudah ditakdirkan Tuhan tetapi kok dia yang mengatur.
Matanya masih menatap sinis, bahkan menyipit runcing, menganggapku adalah ancaman terbesar buat masa depannya.
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan. Percuma menjaga cowok yang berharap jadi jodoh kita namun ternyata si cowok gak buka hati, ckk ... melelahkan kalau dia itu aku.
"Kamu tahu gak kalau aku dan Gerry berbeda keyakinan dan harusnya kamu gak perlu iri karena kami tidak mungkin, paham."
Lalu dahinya sedikit berkerut. Aku harap alasan ini bisa membuka akal pikirannya. Meskipun di dunia nyata, cinta beda keyakinan bukanlah penghalang. Tetapi aku tetap tidak mau mengubah apa pun dalam diriku.
"Kita lihat ya, kalau sampai kamu hamil dan aku dengar kalian bakal nikah ... jangan harap itu terwujud."
Dia masih mengancam dan perlahan mundur, berbalik lalu pergi meninggalkan aku yang masih terpaku tak habis pikir.
Apa sih yang dia rasakan?
Cinta?
Separah itu kah dia mencintai Gerry?
Aku saja tidak tahu, bagaimana rasanya cinta atau jatuh cinta. Semoga nanti aku tidak merasakan jatuh cinta sedalam itu yang seperti tidak ada logika.
Cinta itu hanya sebuah rasa bukan suatu tuntutan yang mesti untuk didapatkan. Ah, entahlah ... aku belum tahu rasanya mencintai itu seperti apa?
Aku kembali melangkah menyusuri jalan yang tak lama lagi sampai di rumah dan dari jauh aku bisa melihat tubuh Ian yang menjulang tinggi berdiri dipertengahan jalan, ngapain dia?
Aku mengedikkan dagu ke arahnya dan dia bertanya, "Kemana aja sih udah jam segini baru pulang."
"Biasalah, macet. "
"Ih, minta getok ni anak ya ... kita yang khawatir kamu malah masih menanggap biasa."
Aku tertawa, bisanya dia khawatir seperti ini. Kemarin juga santai-santai saja karena dia tahu aku mampu untuk melawan orang yang ingin berbuat jahat padaku.
"Sabar men, kamu lebay habis nonton drama Korea ya ... ayo masuk ke rumah, " ajakku sekaligus bercanda karena dia memang hobi nonton drama Korea.
"Udah malem, dah sana masuk! " elaknya dan aku merasa jadi adik yang disayanginya, cih ... padahal umur kami sama.
"Eh, Lan."
Nah dia manggil lagi, tadi katanya nyuruh masuk, "Iya mas ganteng."
"Kita besok jogging yuk, jangan malas-malasan mentang-mentang besok libur."
Mataku Berkedip-kedip mendengarnya. Gak salah dengar nih atau aku salah tanggap.
"Oh, bukannya kita 6 hari dalam seminggu jalan kaki bolak-balik sekolah dan saatnya hari libur kita rebahan."
"Khusus satu bulan ini kamu harus diet, gendutan itu."
Haaaa?
Aku tambah melongo dikatain over size, lihat dari 'angel' mana sih dia. Perasaan aku susah deh nambah timbangan.
"Udah masuk sana, ndut."
Asem! Ihhh ... pengen ngejitak kepalanya, apanya sih yang dia lihat. Pokoknya besok aku bangun siang, biarin dikatain kebo juga gak masalah karena saatnya mengistirahatkan tubuh.
***
Pagi harinya.
"Wulaaaaaaaaaan! "
Aku berusaha tetap tidak mendengar teriakkan mereka yang kencang ditelingaku. Tetapi ternyata Ian dengan tega menyimbur wajahku dengan air satu gayung membuat aku gelagapan.
"Astaga, gak lucu!!! " teriakku membahana.
Aku mulai emosi tetapi 2 bocah seumuran aku ini malah tertawa geli. Tempat tidurku basah terutama bantal kesayanganku, kuyup!
"Makanya bangun, ayo kita jogging ... cepetan nanti jodoh dipatok ayam kalau bangun siang."
"Rejeki bukan jodoh! " teriakku kesal dan Ian tertawa lagi.
"Bukannya jodoh itu rejeki juga? "
Ih, pengen dipites ini anak. Kerjaan aku nambah lagi nih, jemur bantal dan kawan - kawannya.
"Udah, sana ... sana ... keluar, aku ganti baju dulu! "
Aku mengusir mereka agar keluar kamar dan mau tak mau menuruti kemauan mereka dengan wajah yang gak ikhlas.
"Senyum dong Ulan."
Aku terus diejek 2 manusia ini karena dari tadi aku terus merengut sambil berlarian kecil, saat aku berhenti mereka menarik tanganku.
"Ya ampun, capeeekkk--" keluhku dan Ani mengeluarkan sebutir pil kecil dalam plastik.
"Aku ada vitamin biar kamu sehat."
Dia memberikan benda kecil itu padaku dan aku memperhatikannya secara rinci, "Vitamin apa ini? "
"Vitamin C ...., " jawab Ian dan aku mengernyit, bukannya vitamin C warna kuning tetapi kok ini putih s**u.
"Vitamin C itu kuning."
"Itu vitamin C + su-su untuk tulang makanya putih, udah makan aja ...., " ucapnya meyakinkan. Dalam otak ini belum bisa yakin, apakah ada vitamin C + su-su.
"Gak pahit nih?"
"Tentu tidak nona."
Aku tepuk jidat dan terpaksa harus mengunyah benda kecil itu dan memang gak pahit. Lalu mereka memaksaku berlarian lagi. Apa sih tujuan mereka menyiksaku seperti ini?