Chapter Berdua di Ladang

1075 Kata
Aku makan dengan lahap didepan Gerry tanpa sungkan karena lapar. Bayangin dari rumah ke sekolah jalan kaki selama 30 menit ditambah keliling lapangan 3 kali, meski sudah sarapan tetapi kalori dibakar tuntas dalam sekejap. Gerry terus memperhatikan aku sambil tersenyum, entah apa yang ada di dalam pikirannya. Aku tidak perlu makan dengan malu-malu karena itu tidak mengenyangkan. 1 porsi bakso aku makan dalam hitungan 5 menitan, mungkin. Sekarang aku baru bisa berpikir, aku yang lapar atau porsinya yang sedikit? "Mau lagi, aku pesanin ya." Aku menggeleng, menolak tawarannya karena kalau kekenyangan mata ini akan bermanja malas untuk merebah lalu aku bisa jadi putri tidur di dalam kelas. "Tadi sarapan gak? " "Sarapan tetapi kalorinya sudah terbakar saat jalan kaki kesini," jawabku, apa aku terlalu polos? "Hahahaha, " Dia tertawa sambil mengusap kepalaku. "Kamu lucu, makanya aku antar-jemput aja ya daripada kamu kelaparan ... nanti pingsan, " ucapnya membujukku dan aku menggeleng lagi karena tidak mau 'aji mumpung'. Dia memajukan wajahnya padaku dan aku sedikit grogi, eh ... dia mau apa? "Nanti katanya guru mau rapat dan kita pulang jam 10, jalan yuk," ucapnya pelan, nyaris berbisik dan dengan cepat kepalaku mengangguk. "Nah gitu, jangan geleng-geleng kepala terus." Aku tersenyum dan dia mengusap kepalaku lagi. Aku merasa dimanja dan jadi tersanjung, lupa dengan keadaan karena kami berada di kantin yang sedang ramai-ramainya. Mataku melirik seisi kantin dan ternyata dipojokkan ada si kakak kelas yang mengacungkan jari tengah padaku, oh ... tidak! Sebaiknya aku masuk kelas duluan atau, ah ... jangan nanti dia datangi aku lagi. Aku masuk kelas telat saja dan asyik ngobrol dengan Gerry yang terus saja melempar rayuan. Bel telah berbunyi dan saatnya untuk kembali lagi ke kelas namun dengan manja aku berkata padanya, "Kamu gak mau antarin aku lagi ke atas? " Matanya membesar, "Oh, Rapunzel minta antar balik ke balkonnya? " "Ih, kakak lebay, " protesku dan dia terkekeh lalu kami berdiri dan dia membayar semua makananku. Kami jalan beiringan lalu dia menarik dan menggengam tanganku. Aku tersentak kaget dan mengulum senyum dengan melipat bibir ke dalam. "Gak ada yang punya 'kan?" ucapnya sambil mengangkat genggaman tangan kami ke depan. Eh ... aku juga balas genggam. Ya ampun, malu. Ketika sudah sampai diatas dan suasana sudah sepi, teman-teman sudah masuk dan bapak guru sudah ada di dalam sedang menjelaskan. "Makasih kak, aku masuk dulu, " ucapku pelan dan tak kusangka dia mengecup keningku lalu berbalik arah dan menuruni tangga dengan cepat. Oh, astagaaaaa ... Gerry kamu kok manis banget, aku bisa jatuh cinta kalau gini terus. *** Jam 10 pagi benar adanya, saatnya kami pulang karena guru akan mengadakan rapat dan aku langsung menemui kedua temanku agar mereka tidak menungguku. Dan ternyata benar, mereka sudah berada di bawah pohon yang rindang tempat biasa. Tempat menunggu salah satu dari kami yang belum keluar kelas. "Aku pulang sama Gerry ya, kalian berdua aja, " teriakku dari jarak agak jauh dan reaksi mereka saling pandang lalu Ian berkata, "Jaga diri dan ingat waktu." "Oke mas, " sahutku manja dan tersenyum tetapi dia malah terlihat sedih menatapku. Kemarin mereka mengejekku dan kenapa sekarang malah berwajah muram. Tak lama kemudian suara motor yang gagah menghampiri kami. "Ayo, " Gerry datang dengan motor besarnya yang membuat tubuhku menjengkit kalau duduk ala cowok dan karena aku pakai rok jadinya aku duduk miring dan tanganku beralih ke pinggang Gerry, takut jatuh. "Dah ... aku duluan ya." Aku berdadah ria tetapi mereka hanya mengangguk dan masih berwajah datar, aneh tetapi ya sudahlah, mungkin ada sesuatu yang gak enak hati kalau diungkap. "Peluk aja Lan, nanti jatuh. Aku free kok, gak akan ada yang marah." Ya ampun aku jadi malu, dengan terpaksa melingkari pinggangnya dengan sebelah tanganku. Begini ya rasanya dibonceng sama cowok yang menyukai atau aku juga sudah menyukainya. Rasa cinta itu bagaimana mendeteksinya ya ... cenat cenut atau dag-dig-dug-an. "Mau kemana? " tanyaku karena kalau jalan-jalan keliling kampung pasti jadinya sebentar. "Ke mall gak mungkin karena di sini gak ada, " jawabnya dan membuat ususku tergelitik mendengarnya. Aku tertawa lebar, "Hahahaha, iya yang ada hanya sawah dan pondok-pondokkan, " jawabku dan dia juga tertawa kencang. Akhirnya kami pergi ke ladang orang yang sunyi dengan hamparan hijaunya tanaman padi yang baru saja tumbuh. Indah untuk menjadi latar foto tapi sayangnya masih memakai baju sekolah. Kami melangkah jalan setapak di pinggiran ladang, tertawa dan saling ingin menjatuhkan tubuh ke atas lumpur. "Ulaaaan, awas ya kalau aku sampai jatuh aku peluk kamu! " teriaknya ketika aku dengan sengaja ingin membuatnya jatuh ke pinggiran sawah. "Jangan dong, entar dikira kita nanam padi? " Udara terasa segar dan kicau burung meramaikan suasana. Kami memasuki pondok yang kosong. "Kalau ada nasi sebakul dan lengkap dengan lauknya bakal seru nih, " ucapku tak sengaja karena suasana seperti ini jadi ingat Ian dan Ani tetapi sekarang aku bersama dengan seorang cowok yang baru dekat beberapa hari yang lalu. "Kamu lapar lagi?" tanyanya dan aku menggeleng lalu tersenyum. "Tu kan menggeleng lagi, hobi ya? " Aku tertawa ngakak, karena gak mungkin menggelengkan kepala adalah sebuah hobi yang ada itu karena sungkan. "Ingat teman, biasanya kami bekal makanan untuk makan siang." "Teman kamu yang tadi? " "Iya." Dia mengangguk lalu berkata, " Kok ada cowok, aku cemburu nih." "Itu sepupuku, " jawabku dan dia akhirnya tertawa dan menjawab, "Oh aman, kirain saingan." "Hahaha, rumahnya di depan rumahku jadinya selalu bersama." "Wah, aku iri nih pasti sering bersama menghabiskan waktu. Boleh gak ya, kalau aku minta tukar rumah sebulan sebelum aku kuliah." Aku tersipu malu kembali. Kenapa sih dia jadi semenyenangkan ini, padahal baru saja kenal meski sudah 2 tahun bersama di satu atap pembelajaran dan kami jadi sedikit canggung. "Kamu, mau kuliah dimana? " "Jakarta karena pamanku ada di sana." "Wah, asyik dong bisa ketemu artis dan bisa jadi artis juga kalau mau." Dia mencebik, "Asyik kan juga ketemu kamu tiap hari." Aduh, kok aku jadi baper ya, menatapnya semakin canggung dan dia juga tersenyum manis padaku. Binar matanya berkilau menatapku dan aku tersentak ketika tangannya mengelus punggung tanganku. Aduh ... aku jadi takut. Dan teringat lagu Surti-Tejo yang pernah dinyanyikan oleh Ian dan lokasi ini tepat berada disawah lalu kami duduk berdua bersebelahan. Dia menatapku lama dan mendekatkan wajahnya, matanya melirik ke arah bibirku, Ya Tuhan ... gak boleh ini ... gak boleh. Saat dia memiringkan kepala dan terus mendekat, wajahku mundur tetapi dia terus saja mendekat hingga, "Foto yuk ... untuk kenang-kenangan." Haduh, kirain mau apa ... aku udah berdebar-debar, gak taunya hanya mau foto, ihhhh dasar gombal!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN