"Baju kamu itu kotor dan ya -- gak mungkin bangetlah aku biarkan kamu tidur diatas tempat tidur aku dengan tampilan seperti itu."
Aku tambah bingung, mengerutkan dahi sambil berpikir ... Aku ngapain?
"Terus mana bajunya dan kenapa gak bawa aku pulang, " tuntutku.
Ani garuk-garuk kepala sambil menatap Ian yang juga menatapnya, ada apa sih ini. Apa mereka berdua mengerjai aku?
"Dilelang dipasar malam dan kalau kamu aku bawa pulang sementara ibumu masih sibuk di acara lalu kalau kamu sadar siapa yang bakal ditanya? " sahut Ian acuh dan aku masih saja bengong seperti orang linglung.
Gak masalah 'kan sebenarnya aku di rumah sendirian selagi mereka berdua ada dan kenapa harus di rumah Ani.
Aku harus tanya Intan, kenapa aku bisa gak sadarkan diri, saat berjabat tangan dengan cowok itu. Nah cowok itu masalahnya, kok aku bisa pingsan ditangannya?
Kami akhirnya tiba di sekolah lebih awal. Mereka berdua melangkah cepat meninggalkan aku yang masih penuh tanda tanya, dimana bajuku oh dimana bajuku.
Walaupun lonceng belum berbunyi tetapi murid-murid sudah ramai berdiri didepan kelas.
"Hei, PR udah dikerjain?" tanya temanku yang berlari tergesa menepuk pundakku.
"Astaga, aku lupa. "
"Ayo kita kerjain, cepaaaat! "
Jurus ninja hatori pun aku lancarkan, dengan segenap jiwa aku dan teman sekelasku ini langsung berlari menuju kelas dengan tergesa-gesa, menaiki tangga seperti orang dikejar setan dan masuk ke dalam kelas yang ternyata semuanya berjejer rapi mengerjakan PR itu.
Tak butuh waktu lama, tas slempang ini pun berputar cepat ke depan lalu aku buka mengambil buku yang seharusnya aku isi.
Aku duduk diantara barisan para pelupa yang tanpa sungkan menyalin apa yang sudah terpampang jelas didepan mata tidak harus repot berpikir lagi, instan. Seperti indomie pakai telor.
Tak lama kemudian lonceng pun berbunyi. Perlu jeda berapa menit sampai guru masuk ke dalam kelas. Aku secepat kilat menuntaskan tugas ini lalu kembali duduk manis menunggu guru datang di tempat asliku.
Suara ketukkan sepatu hak tinggi milik bu guru bersahut-sahutan tiba diatas lalu salah satu dari mereka masuk ke dalam kelas kami.
"Selamat pagi."
"Pagi, bu."
"PR-nya dikumpulkan, sekarang."
Ah, leganya aku sudah menyelesaikan PR itu hanya dengan waktu beberapa menit. Saat aku menoleh ke belakang ternyata masih ada yang mengerjakan PR tersebut di bangku paling ujung, aku tersenyum seolah aku anak yang paling rajin taat akan tugas-tugas yang diberikan padaku.
Dengan bangganya aku berdiri dan mengumpulkan PR tersebut. Saat aku duduk temanku yang dari bangku belakang berbisik ditelingaku, "Isiannya banyak yang salah, kalau salahnya sama pasti kita ketahuan kerjasama."
Astaga!!!
Aku menepuk jidat, risiko menyalin punya orang tanpa membaca apa yang ada diatas kertas itu ya beginilah hasilnya mau bagaimana lagi, nasib!
***
Setengah jam berlaku, si ibu guru yang tadi menjelaskan lalu memberi tugas untuk dikerjakan hari ini juga. Semua sibuk dalam konsentrasi dan ibu guru sibuk mengoreksi PR kami.
Satu jam berlalu, tugas pun selesai lalu dikumpulkan. Wajah ibu guru terlihat garang dan aku merasa dia akan marah pada kami, apalagi melihat buku PR itu terpisah menjadi 2 kubu, kiri dan kanan. Dan yang kanan lebih banyak dari yang kiri.
"Matiiiii" ( teriakku dalam hati)
Tugas kami yang baru dikumpulkan itu diperiksa kembali lalu digabungkan dengan PR yang terpisah tadi dan akhirnya beliau berdiri mengambil tumpukkan yang tebal itu sambil berjalan ke bangku deretan paling depan, lalu dia berkata --
"Nama yang saya panggil maju ke depan."
Nah, masalah ini masalah! Dan sudah aku duga aku masuk dalam kategori masalah tersebut.
Setelah kami berjejer rapi di depan kelas, beliau lalu memberi tahu kesalahan kami dengan menyontek hasil karya orang lain dan itu namanya plagiarisme, tidak dibenarkan dan hukumannya adalah,
"Lari keliling lapangan 3 kali saat jam istirahat kalau tidak mau nilai kalian tidak diterima selama 1 semester!"
Yah, mau tidak mau harus buang keringat di lapangan hari ini, mana cuaca cerah, panas menyengat, Ya Tuhan bisakah kau redupkan sejenak dengan gumpalan awan mendung atau hujan aja deh, biar aman!
***
Jam ngajar ibu itu selesai dan diakhiri dengan lonceng tanda istirahat. Biasanya bunyi itu akan jadi lonceng kegembiraan bagi kami tetapi kali ini menjadi lonceng kesedihan bagi yang dihukum.
Dan matahari semakin meninggi, sinarnya sangat menyilaukan, panasnya juga gak tanggung-tanggung dan aku pasti akan diejek dengan 2 orang temanku itu saat pulang sekolah. Sepertinya kesialan sedang menghampiri hari-hariku.
"Ayo yang dihukum, ayo kita ke lapangan."
Langkah kaki kami 20 orang terasa berat melangkah menuruni anak tangga yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
"Aduh, ramai ... gilaaaa malu aku, " teriak temanku dan parahnya kelasnya Gerry lagi olahraga dan bermain basket di lapangan. Aduh malunya aku karena akan berlari mengelilinginya.
"Ayo, lari sekarang! " teriak ibu guru yang kini mengawasi kami dan mau tak mau malu ini diredam kuat-kuat hingga suara gaduh semua murid bersorak pada kami dan Gerry yang sedang bermain basket berhenti menatapku dengan penuh tanda tanya.
Tetapi ada sesuatu yang membuatku bertambah malu saat dia juga berlari disisiku.
"Cieeeee! " teriak semua rekan sejawat pada kami.
"Ngapain ikut kak? "
"Nemanin kamu gak apa kan? "
"Malu-maluin aja. "
"Gak kok, ini buat kamu semangat dan gak malu sendirian."
Aduh, aku melted seperti keju mozarella. Gerry cowok yang baik, aku pikir dia akan menjauh dariku setelah ditolak tetapi malah tetap baik padaku.
"Habis ini makan bareng aku di kantin ya."
Aku tersenyum sambil tersipu dan mengangguk tetapi sekejap saja kesenangan itu karena Ibu Guru menghardik kami.
"Hei, kamu yang cowok ... mau ibu hukum juga tetapi manjat tiang bendera bukan lari!"
"Yah ibu, ini cewek saya bu ... kasihan sendirian. "
"Ramai itu ... kamu buta coba lihat dibelakangnya."
"Oh iya bu, maaf karena cinta itu memang buta dan saya hanya melihat dia seorang."
"Huuuuuuuu ...., " teriak semua murid yang mendengar ocehan Gerry. Mungkin terlalu peres dan lebay akut padahal Gerry adalah si pemain ulung bola basket yang terlihat semakin keren jika penuh keringat.
"Dasar kamu, sana pergi istirahat atau kamu juga ibu hukum!"
Aku tertawa mendengar gombalan dari Gerry dan dia terpaksa menjauh dari lapangan karena ibu guru mengusirnya sambil membawa sepotong ranting pohon yang patah.
Dia adalah cowok pertama yang bisa membuatku tersipu malu dengan sikapnya. Ganteng tetapi tidak sombong, sering tersenyum dan akan kah kami berjodoh?