Bab 15. Kenikmatan Tanpa Paksaan

1068 Kata
"Jangan kemana-mana, aku ingin memelukmu. Tubuhmu hangat dan membuatku nyaman," bisik Maxime saat memeluk tubuh Callista. Seolah patuh, Callista diam saja dan tidak menolak dipeluk oleh Maxime. Meskipun saat itu dia merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, hanya saja Callista terus menepisnya dengan pikiran jika itu karena alkohol. "Perasaan apa ini, kenapa jantungku berdebar? Pasti ini hanya karena aku mabuk," batin Callista menyanggah yang sebenarnya dia pikirkan. Setelah beberapa saat Maxime tidak bersuara dengan napas teratur, Callista pikir Maxime mungkin tertidur dia pun mengangkat kepalanya. Karena pelukan Maxime masih terasa kuat, dia belum beranjak dari atas tubuh Maxime. Dia menatap wajah Maxime yang tampak tenang, Callista bisa merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. "Tidak-tidak, aku tidak mungkin menyukainya. Dia pria paling b******k dan egois yang pernah aku kenal, dia bahkan tidak berniat menikahiku. Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan hasratnya semata," ucap Callista sangat pelan. Karena merasa tidak kuat dengan debaran jantungnya, Callista mencoba beranjak dari atas tubuh Maxime. Tapi dekapan Maxime semakin mengencang dan yang membuat Callista terkejut ternyata Maxime bersuara. "Aku belum memintamu pergi, jadi jangan kemana-mana." "Tap-tapi, aku merasa sesak begini terus." "Sesak atau tidak nyaman karena jantungmu berdegup kencang?" tanya Maxime membuat Callista terperanjat. "Ti-tidak, bukan begitu. Aku hanya ...." Callista tidak mampu melanjutkan kata-katanya, dia bingung harus beralasan apa. "Hanya apa?" "Lepas, kalau kamu tidak tidur seharusnya kamu jangan memaksa memelukku begini. Aku pikir tadi kamu mau tidur, maka dari itu aku biarkan." Callista berusaha melepaskan pelukan Maxime, tapi pria dalam pengaruh alkohol itu ternyata tetap saja cukup kuat dan membuat Callista sulit melepaskan diri. "Kalau aku tidak mau melepaskan, kamu mau apa?" tanya Maxime seraya membuka mata dan menatap Callista. Callista tidak menjawab, mata mereka bertemu membuat Callista makin kelu. Semua kata-kata seakan tersekat di tenggorokannya, Callista mengigit bibir sisi kiri bibir bawahnya yang malah membuat Maxime berpikir itu seksi dan menggodanya. "Apa kamu sedang menggodaku? Kenapa mengigit bibir seperti itu? Apa kamu tahu itu sangat menggoda?" Callista yang jadi serba salah dan berpikir hendak kembali memberontak, semakin tidak bisa berkutik saat salah satu tangan Maxime menyelusup ke tengkuk dan menarik kepalanya hingga membuat bibir mereka menempel. Callista semakin tidak berdaya menolak hasrat yang tiba-tiba muncul, dia membalas lumatan bibir Maxime yang membuat gairahnya memuncak. Keduanya larut dalam ciuman panjang, Callista kembali luruh dalam dekapan Maxime meskipun baru kali ini dia melakukannya secara sukarela. Alkohol sama sekali tidak membuatnya mabuk sepenuhnya, dia masih sadar untuk bisa menikmati sentuhan Maxime. Berbeda saat dia dalam pengaruh obat perangsang, dia tidak juga dalam paksaan. Kali ini dia dalam keadaan sadar dan menikmati apa yang dilakukan Maxime. Maxime mengganti posisi, dia sudah berada di atas tubuh Callista. Dari lumatan penuh gairah, kini dia sudah berada di daerah leher Callista. Bukan hanya mencium, dia menghisap dan meninggalkan jejak kemerahan. Callista semakin mendesah, getaran kenikmatan yang diberikan Maxime membuat suara desahan itu semakin kuat. Bahkan tangannya sudah berani meremas rambut Maxime, karena dia tidak tahan dengan sentuhan bibir Maxime yang sudah semakin ke bawah menikmati d**a menonjol Callista. "Kenapa rasanya nikmat sekali, ternyata jika dinikmati benar-benar luar biasa." Callista membatin menyadari kenikmatan yang luar biasa dari hubungan intim mereka. Maxime terus bermain liar, melucuti semua pakaian yang dikenakan Callista. Bahkan semua pakaian yang menempel ditubuhnya, kini dua insan itu sudah sama-sama tanpa busana. Keringat mulai mengucur, meski baru pemanasan saja. Bukan dari udara, karena ruangan itu menggunakan pendingin. Rasa panas yang berasal dari dalam tubuh mereka yang sama-sama terangsang. Setelah menikmati setiap inci tubuh Callista, Maxime membalik Callista dan membuat tubuh sintal Callista kini dalam posisi merangkak. Maxime sudah dalam posisi berlutut di belakang Callista, dia mulai menusukkan miliknya pada milik Callista. Keduanya merasakan kenikmatan saat milik Maxime mulai masuk, Maxime mengayun pelan terlebih dahulu. Pelan tapi pasti sampai milik Callista benar-benar siap dengan gerakan cepat. Maxime menarik salah satu tangan Callista, lalu mulai mengayun kembali. Dia bisa merasakan miliknya menyentuh pada bagian dalam Callista, begitu juga dengan Callista yang merasakan bagian paling nikmat di dalam miliknya tersentuh. Maxime terus mengayun, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Dia menikmati setiap kali miliknya keluar masuk, suara keduanya memenuhi ruang kamar besar itu. Setelah Callista mencapai puncaknya untuk yang pertama, Maxime mengubah posisi Callista dia mendorong bahunya agar lebih rendah membuat posisi Callista menjadi menungging. Maxime memegang kedua punggung Callista, kali ini gerakannya dipercepat. Maxime terengah-engah, sementara Callista semakin mendesah. Callista bisa merasakan, miliknya yang paling dalam semakin terasa saat milik Maxime menghujamnya. Entah berapa kali Callista mencapai puncaknya, posisi itu membuatnya lebih cepat o*****e. "Akhhh!" pekik Maxime setelah beberapa saat terus bergerak cepat. "Nikmatnya, ouhhhh!" Maxime terkulai lemas, begitu juga Callista. Tubuh kekar Maxime menimpa punggung Callista. Napas keduanya memburu cepat, Callista benar-benar merasakan kepuasan. Siang tadi, dia tidak merasa sepuas itu karena dipaksa oleh Maxime. Dua kali dia dalam kondisi setengah sadar karena efek obat, hal itu membuat Callista tidak ingat apa rasanya. "Terima kasih, aku suka saat kamu menikmati permainanku. Mulai sekarang seperti ini saja, jangan membuatku memaksamu." Maxime bicara sambil turun dari atas punggung Callista dan berbaring terlentang di sampingnya. "Tergantung, kalau kamu memintanya dengan memaksa aku tidak akan begitu saja patuh. Hal seperti ini bisa dinikmati jika sama-sama menginginkannya," jawab Callista tidak ingin terlihat gampangan. "Kenapa kamu suka sekali membantah, kenapa tidak menjadi gadis penurut. Dengan begitu aku akan semakin menyukaimu, aku akan memberikan apapun yang kamu mau." "Termasuk kebebasan?" "Kalau itu tidak, seorang wanita jika dibebaskan akan susah dikontrol. Aku tidak suka wanita liar yang suka berada di luar tidak jelas," sahut Maxime menoleh ke arah Callista. "Berarti kamu tidak menepati ucapanmu, katanya kalau aku patuh kamu akan memberikan apapun yang aku mau." "Maksudku adalah barang, kamu ingin barang berharga apapun akan aku berikan. Berlian, perhiasan, atau barang-barang bermerek. Bukan yang lainnya," jelas Maxime apa yang dia maksud. Callista terdiam, ternyata Maxime tetap pada pendiriannya untuk tidak membiarkannya bebas seperti dahulu. Padahal Callista bermaksud memancing dan berpikir jika Maxime akan merubah pikirannya di saat seperti itu. Rupanya dia cukup konsisten memegang ucapannya, membuat Callista tidak menaruh harapan apapun lagi untuk sebuah kebebasan. "Apa aku manfaatkan saja apa yang dia katakan? Aku bisa mengumpulkan barang berharga dan suatu saat bisa aku pergunakan jika pergi dari sini," batin Callista. "Ayo bersih-bersih dan tidur, atau kamu mau tidur dalam kondisi seperti itu lagi?" tanya Maxime seraya beranjak. Callista menarik napas panjang, lalu ikut berdiri. Dia terkejut saat Maxime tiba-tiba menggendongnya, Callista meminta di turunkan tapi Maxime seolah tidak mendengar dan terus menggendong ke kamar mandi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN