Bab 14. Mabuk Berat

1148 Kata
Setelah membahas masalah bisnis, kedua pria itu asik mengobrol sambil terus minum. Sampai-sampai mereka tidak sadar sudah menghabiskan banyak minuman beralkohol yang ada di meja. Bahkan Maxime yang kuat dengan alkohol terlihat sudah sangat mabuk, begitu juga dengan Dimitri. "Sebaiknya kita pulang saja, aku sudah tidak kuat lagi. Lois ajak Bosmu pulang," ucap Dimitri yang merasa sudah tidak bisa menengguk minuman lagi. "Baik, Tuan. Ayo Bos kita pulang saja!" ajak Lois sambil mendekati sang Bos. "Apa gadis itu di markas? Aku ingin bermain-main dengannya," ujar Maxime dengan gaya orang mabuk. "Iya, Bos. Sebaiknya Anda bermain saja dengannya, Anda sudah sangat mabuk. Dia pasti sedang menunggu Anda," jawab Lois seraya membantu Maxime berdiri. "Aku pulang dulu, kapan-kapan kita minum bersama lagi." Maxime tidak langsung pergi, tapi mengajak Dimitri bicara lebih dulu. "Tenang saja, kamu bisa hubungi aku kapan saja." Maxime mengangguk, keduanya merasa dekat bahkan bicara dengan gaya tidak formal berbeda seperti di awal tadi. Lois memapah sang Bos keluar ruangan, tidak lama kemudian Dimitri dibantu anak buahnya juga ikut keluar. Lois membawa Maxime langsung menuju basemen di mana mobil mereka diparkirkan, baru kali ini Maxime mabuk seperti itu. "Dia tidak kemana-mana, kan? Apa dia menungguku?" tanya Maxime sebelum masuk ke mobil. "Iya, Bos. Nona Callista pasti sedang menunggu Anda saat ini, karena Anda tidak kunjung pulang." Lois berbohong untuk membuat Bosnya itu senang dan memang benar Maxime langsung tersenyum sumringah. "Ayo cepat pulang, dia pasti tidak bisa tidur menungguku." Lois mengangguk patuh, lalu membantu Maxime untuk masuk ke dalam mobil. Di mobil Maxime terus meracau, sangat berbeda dengan dia biasanya. Dia terus membahas Callista, padahal selama ini jika mabuk dia lebih banyak diam dan bahkan tertidur di mobil. "Kenapa lama sekali, apa tidak bisa mengebut! Aku sudah tidak sabar bertemu wanitaku!" bentak Maxime yang merasa mobil berjalan sangat lambat. "Ini sudah di atas seratus, Bos. Kita bisa celaka kalau terus menaikan kecepatan," jawab Aron membuat Maxime mendelikkan matanya. "Sudah turuti saja," ujar Lois menengahi. Aron mempercepat lagi laju kendaraannya, yang terpenting adalah Bosnya tidak kesal. Untunglah jalan sudah sangat sepi, membuat tidak banyak halangan untuk bisa cepat sampai di markas. Tidak sampai tiga puluh menit, mereka sudah tiba di markas. Maxime tidak sabar untuk turun dengan tubuh sempoyongan. "Pelan-pelan, Bos." "Hehehe, aku tidak sabar bertemu dia. Aku akan membuatnya merasakan kenikmatan luar biasa malam ini," ucap Maxime tanpa malu seperti saat dia sadar tadi. Lois hanya tersenyum, tidak tahu bagaimana menanggapi ucapan sang Bos. Lois mengantar Maxime untuk naik ke lantai atas, setiba di depan pintu kamar Lois yang hendak membuka pintu di larang oleh Maxime. "Biar aku saja, mungkin dia sedang memakai lingerie pemberianku. Aku tidak mau kamu ikut melihat wanitaku yang cantik, seksi dan mempesona itu." "Baik, Bos." Lois mundur ke belakang, membiarkan Maxime membuka sendiri pintu kamarnya. Maxime masuk ke dalam kamar, Lois hanya menatap sang Bos dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran jika tindakan Bosnya berbeda dari biasanya, Bos yang selalu bersikap dingin meskipun sedang mabuk hari ini begitu banyak bicara dan terus memuji wanitanya. "Callista! Aku pulang!" teriak Maxime saat masuk kamar. Mendengar suara Maxime, Callista yang baru saja tertidur karena tidak nyaman berada di tempat asing dalam keadaan sadar kesulitan untuk tidur. Tapi karena suara Maxime yang keras membuatnya terjaga, hanya saja Callista berpura-pura tidur agar tidak diganggu untuk melayaninya lagi. "Katanya dia tidak akan pulang, tapi kenapa dia pulang. Sebaiknya aku pura-pura tidur saja, pasti dia akan memaksaku lagi kalau tahu aku bangun." Callista membatin semakin meringkukkan tubuhnya, seolah agar tidak terlihat oleh Maxime. "Ahk, kamu tidur? Aku pikir kamu tidak bisa tidur karena memikirkanku, itu kenapa aku memaksakan diri untuk pulang. Tapi kamu malah tidur, apa kamu tidak menghargaiku?" tanya Maxime kesal. Callista tidak menjawab, dia terus berpura tidur. Dia merasakan ada yang tidak beres, dari cara bicaranya sangat berbeda dengan Maxime yang dikenalnya. Callista sempat berpikir jika kemungkinan Maxime sedang dalam pengaruh alkohol, itu semakin membuatnya takut untuk membuka matanya. "Kamu mengabaikanku? Aku yakin kamu sudah bangun, jangan pura-pura!" bentak Maxime dan hendak meraih Callista yang tidur di sisi lainnya. Efek mabuk membuat Maxime yang sempoyongan tersungkur di tempat tidur saat ingin meraih Callista. Hal itu membuatnya semakin kesal dan menarik selimut yang menutupi Callista. "Bangun!" teriak Maxime membuat Callista tidak bisa lagi berpura-pura. "Kenapa berisik sekali?" tanya Callista berbalik. "Kamu mabuk?" sambung Callista saat bau alkohol menyeruak menghampiri indra penciumannya. "Mabuk, siapa yang mabuk. Aku tidak mabuk, lihatlah aku masih bisa berdiri." Maxime mencoba bangkit dan berdiri meski beberapa kali tersungkur kembali. "Lihatlah, untuk berdiri saja kamu sulit. Berapa banyak yang kamu minum, harusnya saat ini aku yang mabuk. Aku bagaikan dalam penjara dan itu membuatku hampir gila," omel Callista memberanikan diri. "He, kamu mau mabuk. Padahal di kamar ini begitu banyak minuman, tunggu sebentar." Maxime berjalan sempoyongan menuju salah satu dinding, Callista hanya menatap Maxime sambil turun dari tempat tidur dan mengikut langkah Maxime. Callista melihat Maxime menggeser salah satu lukisan dan dinding yang dikira hanya sebuah tembok beton bergerak, memperlihatkan sebuah ruangan yang penuh dengan botol-botol minuman. "Hah, jadi itu adalah gudang minuman." Callista tanpa sadar menyeletuk dan terdengar oleh Maxime. "Apa? Gudang katamu? Kamu pikir kamarku gudang? Ini namanya mini bar tersembunyi, dasar gadis bodoh." Maxime mengomel sambil berjalan ke dalam ruangan yang memang sebuah mini bar, dia mengambil salah satu botol dan berusaha membukanya, tapi terus gagal karena kondisi mabuknya yang parah. "Sini, biar aku yang buka." Callista yang gemas dengan tingkah laku Maxime langsung mengambil alih botol minuman dan pembukanya. Namun, Callista yang tidak pernah membuka botol kebingungan karena tidak pernah melakukannya. Saat pergi ke Bar atau Klub minuman mereka sudah dalam kondisi terbuka. Atau juga minuman yang hanya tinggal di putar tutup. "Hahaha, gadis sok tau. Lihatlah kamu tidak bisa membukanya, biar aku ajari." Maxime mengajari Callista membuka botol anggur dengan gaya khas orang yang sedang mabuk berat. Akhirnya Callista bisa membukanya, biarpun dalam kondisi mabuk Maxime tetap tahu cara membukanya, hanya saja dia tidak bisa melakukannya. Keduanya mulai minum, Callista mencoba mengontrol Maxime agar tidak terlalu banyak minum karena dia sudah mabuk. Dia dengan cepat menenggak dan menuang kembali gelasnya, hal itu membuat Callista jadi cepat mabuk. Keduanya sudah sama-sama mabuk saat ini, sampai akhirnya Callista merasa tidak kuat. "Sudah cukup, sebaiknya kita keluar dari sini. Kita bisa mati jika terus-terusan minum, ayo aku bantu keluar!" ajak Callista dan mencoba membantu memapah Maxime yang menurut saja pada Callista. Dua insan yang sama-sama dalam kondisi mabuk berjalan menuju tempat tidur, beberapakali mereka hampir tersungkur. Callista yang tidak lebih parah dari Maxime, masih bisa menahan mereka agar tidak terjatuh. Tapi saat tiba di tempat tidur Callista terpeleset dan mereka sana jatuh, dengan posisi Callista menimpa Maxime. Callista berdesir hebat, dia pikir itu karena dia sedang mabuk dan mencoba bangun dari atas tubuh Maxime. Namun belum sempat Callista berdiri, Maxime menarik dan memeluknya. Bahkan saat ini wajah mereka hampir menempel, sontak Callista seolah tersadar dari mabuknya dan menatap wajah tampan Maxime dengan perasaan aneh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN