Bab V – Nayla sadar

2125 Kata
                                                                Selamat membaca                                                                          ***                         Menghilang bukan berarti tak lagi mencintai, kembali bukan berarti masih mengininkan, ini hanya masalah waktu, tentang keputusan apa yang harus kita ambil nantinya.                                                                         ***               Cakra lagi memikirkan bagaimana caranya meminta tolong tentang rencana yang ia rancang kepada perempuan yang ada di depannya, tentang Elang yang ia inginkan untuk pulang segera mungkin, tapi, rasanya aneh sekali, Cakra meminta tolong kepada orang lain tentang kehidupana keluarganya, tapi, Elang adalah adiknya yang hilang, yang tidak kunjung pulang-pulang, dan mungkin orang yang ada di depannya ini bisa menolongnya, jadi rasanya tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan?             Tatapan mata Cakra langsung menuju ponselnya yang bergetar hebat, yang menampilkan nama Tante Navla, calon mertuanya itu. “Ya, hallo Tan?” sahut Cakra setelah menekan tombol terima dari panggilan Tante Navla.             Jantung Cakra begitu berdebar, mendengar kabar berita yang baru saja disampaikan oleh Tante Navla, akhirnya, perempuan yang selama dua tahun ini Cakra tunggu tentang kesadarannya, kini do’a yang setiap detik dipanjatkan oleh orang-orang terdekat Nayla dikabulkan juga, permepuan itu akhirnya bangun dari tidur panjangnya, selama kurang lebih dua tahun ini.             Cakra tidak tahu, entah karena sedang meluapkan rasa bahagianya karena Nayla sudah sadar atau hatinya kenapa, tapi ia tiba-tiba saja mengajak Kanaya, perempuan inti dari maslaah yang dihadapi oleh Nayla untuk pergi ke rumah sakit bersama dengannya, melihat keadaan Nayla yang sadar, saat diajak oleh Cakra pun, Kanaya tidak menolak, wajar saja, mungkin karena Kanaya tidak tahu bahwa perempuan yang sadar itu, perempuan yang menjadi tunangan Cakra adalah perempuan yang hidupnya pernah Kanaya acak-acak hingga berantakan dan hancur lebur, Kanaya mungkin tidak tahu bahwa perempuan yang saat ini ingin Cakra temui adalah perempuan yang pernah Kanaya rebut kebahagiannya, yang pernah Kanaya rebut calon suaminya.             Di dalam mobil yang ia kendarai, Cakra tidak menyahuti apa yang dikatakan oleh Kanaya tentang mobil yang dikendarai oleh Cakra dengan kecepatan yang tinggi itu, tidak, Cakra sama sekali tidak peduli tentang hal itu, yang Cakra inginkan saat ini adalah bertemu dengan tunanganya detik ini juga. Saat Cakra sampai di parkiran rumah sakit, Cakra sama sekali tidak memudilkan Kanaya apakah perempuan itu ingin ikut atau tidak, sungguh, Cakra sama sekali tidak peduli akan hal itu, tapi yang membuat Cakra bingung juga, kenapa ia malah membawa Kanaya ke sini, aneh sekali rasanya diri ini.             Sampai di depan ruangan rawat Nayla, Keral merasa sangat bahagia, perempuan itu sudah duduk di tempat tidurnya, terkahir kali, tadi malam Cakra ke sini, Nayla masih tidur dengan tenang, dengan segala alat bantu yang ada di badannya, dengan pelan-pelan tapi dengan rasa mengebu, Cakra membuka pintu ruangan Nayla, perempuan itu sama sekali tidak berekpresi, Nayla hanya diam sambil duduk, di sana juga ada Pak Arnord, Dokter yang sejak dua tahun lalu menangani Nayla.             Nayla masih terdiam, ia masih diperiksa oleh Dokter, sedangkan Cakra sudah memeluk Ibu Navla, menyalurkan rasa suka cita bahwa Nayla kini sudah bangun dari tidurnya.             Dokter Arnord, memandang Cakra, kepala Dokter Arnord tiba-tiba pusing, kabar buruk kembali harus ia sampaikan kepada kelurga ini, padahal, Dokter Arnord sendiri pun sudah menanti hari ini, paseinnya itu akhirnya sadarkan diri, tapi, masalah baru kembali datang, sungguh, Pak Arnord bukan hanya kasihan kepada Cakra, tapi juga kepada Ibu Navla, dan lebih-lebih kepada Nayla, sendiri.             “Pak Cakra, apa kita bisa membahas seusatu tenyang Nayla.” Dokter Arnord berucap lirih, laki-laki itu juga tidak bisa menemukan kata-kata yang bisa menenangkan Cakra, sungguh, Pak Arnord benar-benar merasakan kegusaran karena keadaan seperti ini.             Cakra yang ingin menyapa Nayla, Cakra yang ingin memeluk perempuan itu akhirnya diurungkan, karena koma yang dialami Nayla selama dua tahun lebih, perempuan itu juga tengah ditangain, diperiksa kondisinya yang benar-benar lemah itu.             “Jujur Pak, saya merasa bahagia karena Nayla sudah sadar, tapi, Nayla sepertinya mengalami kebutaan.” Dokter Arnord berucap denga pelan, ia tidak lagi mengajak Cakra ke ruangannya, laki-laki itu berbicara di depan ruangan Nayla.             Runtuh sudah dunia Cakra yang tadi sudah mulai berdiri kokoh, runtuh sudah kebahagiaan Cakra yang tadi sudah mulai berbina dengan jelas, Cakra rasanya mati rasa, apakah kurang penantiannya selama dua tahun ini untuk menunggu Nayla bagun, apakah semua ini masih kurang cukup, tapi, ia merasa tidak apa-apa kalau Nayla buta, sama sekali tidak jadi masalah, tapi, apakah perempuan itu bisa menerima dengan keadaanya, apakah Nayla akan baik-baik saja mengetahui tentang dirinya, mengetahui tentang apa yang ia alami sekarang ini.             Cakra terduduk di lorong panjang sana, laki-laki itu rasanya sudah kehabisan akal, kehabisan do’a yang ia panjatkan, kenapa ini semua harus tertimpa kepada Nayla, kenapa tidak kepada dirinya saja, tapi, Cakra kembali ingat, Tuhan memberikan cobaan kepada orang-orang yang kuat, yang bisa menerima cobaan itu, berarti Nayla adalah termasuk orang yang kuat, yang bisa menerima cobaan ini semua.             “Cakra?” suara perempuan itu masuk dengan lembut ke dalam telinga Cakra.             Rasa sesak yang tadi berada di d**a Cakra ingin sekali meluap detik ini juga, Kanaya tersenyum padanya, perempuan itu menanyakan kabar tunangannya, dan kenapa jadi Cakra yang menangis seperti ini, rasa sesak itu benar-benan mencekik pernapasan Cakra, hingga rasanya pikirannya tak terkendali lagi, ia juga muak saat mendengar bahwa Kanaya merasa sama sekali tidak bersalah atas apa yang terjadi kepada Nayla saat ini, saat Kanaya mengatakan bahwa ia tidak terlibat dalam kejadian ini, Cakra tersenyum sinis, apakah perempuan itu lupa, bahwa titik masalah ini semua adalah dirinya, adalah Kanaya.             “Tapi, apa aku bisa disalahkan atas pebuatan yang aku tidak lakukan, Cakrwala Nugaraha?” tanya Kanaya menusuk ke pendengaran Cakra.             Cakra pergi menjauh, ia tidak ingin mendengar apa yang dikatakan perempuan itu, Cakra kalah atas apa yang dikatakan oleh Kanaya, Cakra sendiri tahu bahwa Kanaya memang tidak salah, memang, sesungguhnya, bukan lah Kanaya yang menyebabkan Nayla menjadi seperti ini, Cakra tahu ia hanya ingin meluapkan kekesalannya saja, meluapkan ketidakadilan yang menimpa Nayla dan dirinya saja.             Sedangkan Kanaya terududuk di sana, ia sungguh tidak tahu bahwa di dalam sana ada Nayal yang tengah terbaring lemah, ia tidak tahu bahwa Keral sudah berbuat yang tidak-tidak kepada Nayla, sungguh.             “Sorry, Nayla, I’m so sorry.” Kanaya berkata lirih, sungguh saat ini ia sama sekali meminta ma’af kepada Nayla, Kanaya tidak tahu bahwa kecerobohannya menerima Keral saat itu, ternyata menghancurkan hubungan orang lain sampai kejadiannya seperti ini, sungguh Kanaya benar-benar merasa menjadi perempuan yang paling buruk yang ada di dunia ini, ai sungguh merasa bersalah.             Sedangkan Cakra menatap perempuan dambaan hatinya itu, Nayla hanya diam, sedangkan Tante Navla hanya bisa meneteskan air matanya tanpa bersuara, tante Navla memilh untuk keluar dari ruangan Nayla, meningaglkan Cakra bersama dengan Nayla, Navla memberiakn waktu dan tempat untuk mereka melepaskan rindu.             “Sayang,” suara Cakra terdengar, mengangkat senyum dari perempuan itu.             Nayla yang masih bersandar di ranjangnya tersenyum senang saat mendengar suara itu, gemuruh hatinya mengebu, sudah lama ia tidak mendeegar suara itu, tapi sialnya ia sama sekali tidak bisa melihat laki-laki itu, Nayla kehilangan caranya memandang, Nayla kehilangan kebiasaannya menatap dunia ini, Nay, Nayla buta, Nayla tahu itu.             “Sudah lama sekali ya Cak,” sahut Nayla, perempuan itu merasakan wajahnya dielus, satu tangan Cakra lainnya juga menarik tubuh Nayla, memasukan perempuan itu ke dalam pelukannya. Nayla rasanya menangis, rasanya benar-benar menyakitkan melihat Nayla dengan keadaan seperti ini, Cakra benar-benar menangis tanpa suara, melihat Nayla seperti ini. “Cak, aku buta ya?” Tanya Nayla kepada Cakra.             Cakra mendaratakan kecupan ringan di pipi perempuan itu, setelahnya Cakra dan Nayla tersenyum bersama, walau Nayla tidak tahu bahwa saat ini Cakra tengah tersenyum, Cakra menyapu pipi Nayla dengan lembut, pipi putih pucat yang kemarin malam ia sentuh itu kini sudah tak lagi pucat, Nayla sedikit demi sedikit membaik. “Nay, buta itu enggak jadi masalah, kan kita bisa cari pendonor buat nantinya,” ucap Cakra ringan. Cakra serius dengan apa yang ia katakan, ia bisa mencari donor untuk Nayla, gampang sekali berbicara walau sebenarnya Cakra tidak terlalu yakin dengan apa yang ia pikrikan ini.             “Gimana kabar kamu selama ini?” Nayla berucap, menanyakan kabar laki-laki itu, Nayla juga mencoba meraba wajah Cakra, lama sekali ia tertidur, lama sekali ia tak sadarkan diri, lama sekali ia tidak melihat calon suaminya itu, tapi saat bangun Nayla sama sekali tidak bisa melihat Cakra lagi, dan entah sampai kapan ini semua akan terjadi.             Cakra kembali mengelus pipi Nayla, laki-laki itu juga kembali mengecup pipi Nayla, menyalurkan rasa bahagianya, sungguh Cakra merasa sangat bahagia detik ini, ia juga menerima keadaan Nayla seperti ini, tidak jadi masalah baginya, bagaimana keadaan Nayla, ia bisa menjadi mata bagi Nayla, tidak masalah, sungguh. “Baik, aku baik, apalagi hari ini, aku sangat baik, bisa melihat kamu gini, bisa melihat kamu sadar, sungguh Nay, aku bahagia sekali hari ini,” rasanya, tidak ada kalimat yang bisa diucapkan oleh Cakra lagi, ia sama sekali tidak berbohong bahwa ia merasa sangat bahagia, walau keadaan Nayla seperti ini, ini sangat tidak menjadi masalah bagi Cakra. “Terima kasih ya Nay sudah mau sadar, sudah mau bangun,” ucap Cakra lagi. Cakra sungguh bersyukur dengan hari ini, ia merasa sangat bahagia hari ini.             Nayla tersenyum, ia bisa merasakan hangatnya kecupan Cakra, ia juga bisa merasakan hanganya pelukan Cakra, itu juga sudah cukup bagi Nayla. “Kamu sudah nikah?” Tanya Nayla lagi. Dua tahun, ia mendengar dari Ibunya bahwa dua tahun Nayla terdiam di sini, dua tahun juga Nayla tidak bisa mendampingi Cakra, jadi rasanya mungkin saja kan Cakra sudah memilih perempuan lain daripada menunggu untuk dirinya yang tidak tahu kapan terbangun ini.             “Ih, gimana mau nikah, kamunya tidur gini.” Cakra menyahut, pertanyaan yang diberikan oleh Nayla sungguh aneh, ia juga tidak mungkin menikah. “Nay,” panggil Cakra lembut. “Aku lupa, aku besok ada jadwal ke Kalimantan, kamu engga apa-apa kalau aku tinggal?” Tanya Cakra, sungguh, ia lupa, saking bahagianya karena perempuan yang selama ia damba akhirnya bangun dari tidur panjangnya. “Atau aku tunda aja dulu ya?” Tanya Cakra lagi, meminta pendapat kepada Nayla.             Nayla tersenyum tidak apa-apa, perempuan itu menggeleng dengan cepat, jelas saja ini tidak akan menjadi masalah baginya, ia tahu Cakra seorang pengusaha, lagi pula itu kan adalah pekerjaanya, tanggung jawabnya, rasanya tidak mungkin kalau Nayla melarang laki-laki itu pergi.             “Selama aku tinggal, selama aku di sana, kamu baik-baik ya Nay, terapi yang benar, aku juga bakal bilang ke Dokter Arnold buat cek mata kamu, kondisi tubuh kamu, pokoknya kamu harus sehat, aku enggak mau ditinggal lagi.” Cakra kembali berucap, membuat perempuan itu tersenyum mengiyakan, jelas saja ia akan mengikuti apa yang dikatakan oleh Cakra, jelas saja Nayla tidak akan membantah apa yang dikatakan oleh laki-laki itu, Nayla juag tahu ini adalah demi kebaikannya, demi kebaikan Cakra juga.             Satu jam lebih mereka berbincang-bincang, Cakra memilih untuk membuarkan Nayla melakukan proses pengecekan di tubuhnya, karena perempuan itu hanya diam selama dua tahun, sebab beberapa anggota tubuhnya yang kehilangan atau kekurangan fungsinya karena sudah lama tidak difungsikan, kepala Cakra juga mulai berpikir, tentang kejadian dua tahun yang lalu, di mana hari menyebalkan itu terjadi, hari buruk itu terjadi.             Seingat Cakra, Nayla hanya mengalami luka di kepala, kepala perempuan itu terbentur saat mobil Cakra bertabrakan dengan sebuah mobil truck, sungguh Cakra ingat sekali dengan kejelasan oleh dokter itu, tapi kenapa malah mata Nayla buta, kenapa ….             “Nin, besok kita jadi berangkat? Pesawat jam berapa?” Cakra berjalan kearah mobilnya, setelah berbincang dengan dokter Arnold tentang kondisi Nyala selanjutnya, Cakra memilih untuk kembali ke kantor, banyak sekali urusannya yang belum selesai, bukan, ini semua bukan karena Nayla yang sadar dari tidur panjangnya hingga membuat pekerjaan Cakra kacau, jelas bukan itu alasan yang sesungguhnya. “Oke, pesawat jam tujuh ya?” Tanya Cakra memastikan.             Cakra benar-benar ke kantornya, laki-laki itu memeriksa beberapa berkas yang harus ia bawa untuk besok ke Kalimantan, Kalimantan, laki-laki itu malah mendadak memikirkan Kanaya, tentang kejadian tadi siang, tentang bagaimana ia membentak perempuan itu, tentang bagaimana ia menyalahkan perempuan itu, tentang semua kata-katanya yang ia lemaprkan kepada Kanaya.             Padahal, sejak dua tahun lalu, Cakra tahu betul, bukan lah kesalahan perempuan itu tentang kecelakaan yang menimpa Nayla dan Keral, aduh, kenapa jadi Cakra malah ceroboh seperti ini, ia sudah salah terhadap perempuan itu, ia sudah menyalahkan orang sebaik Kanaya itu, melihat dari tatapan yang selama ini Kanaya tunjukan, Kanaya benar-benar sudah menjauh dari Keral, Kanaya benar-benar sudah putus dari laki-laki itu.             “Gue salah apa ya ngebentak tuh cewek.” Cakra malah semakin pusing mengingat perempuan itu, sungguh, rasanya setelah dua tahun tidak pernah berhubungan dengan perempuan sedekat ini, ya, Cakra jelas saja selalu menganggap lawan jenisnya adalah hanya teman kerja biasa, berbeda dengan Kanaya, dia, adalah orang yang dekat dengan adiknya, disukai adiknya, ia juga sempat beberapa kali bertemu dengan permepuan itu.             “Ah ilah, ribet banget perkara emosi.” Cakra berucap frustasi, tiba-tiba saja ia gelisah, laki-laki itu merasa hari ini sudah melewati hari yang berat, Cakra pun memutuskan untuk pulang, dengan segala rasa penyesalan di dadanya terhadap Kanaya.                                                                                 ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN