Bab IV – Bertemu Perusahaan Cakrwala

3053 Kata
                                                                Selamat membaca                                                                             ***                                               Aku mencintaimu, adalah ungkapan, kata-kata, dan kalimat yang sama sekali tidak mudah untuk dibuktikan oleh laki-laki seperti kamu.                                                                             ***             Jam Sembilan pagi, Kanaya sudah siap dengan segala alat tempurnya, ia sudah sampai di kantor sejak tiga puluh menit yang lalu, dengan Arya yang juga sudah bersiap dengan berkas-berkas yang akan mereka bawa hari ini, jam sepuluh nanti, mereka akan bertemu dengan vendor yang akan membantu mereka dalam menyediakan bahan baku untuk proyek di Kalimantan nantinya.             “Sudah siap Ya?” Kanaya kelur dari ruangannya, mendapati Arya yang masih duduk di tempatnya, laki-laki yang sudah bekerja dengannya hampir satu tahun itu masih mengumpulkan berkas-berkas yang mereka perlukan.             Arya tersenyum, lalu mengganguk, pekerjaanya sudah selesai, Arya yang merangkap sebagai sekretaris, orang kepercayaan juga sebagai teman curhat, lebih-lebih sebagai supir pribadi Kanaya.             Dua orang itu akhirnya keluar dari kantor, berjalan menuju tempat mereka yang akan melakukan meeting untuk kesekkian kalinya karena membahas pekerjaan ini. Tak berapa lama, Kanaya sudah sampai di kantor Perencanaan Wilayah dan Kota, perempuan yang mengenakan sepatu hitam dengan tinggi delapan cm itu terlihat menawan, dan sangat cantik.             Siapa tidak kenal Kanaya, permpuan yang dalam dua tahun ini memenangkan beberapa tender besar, yang juga masuk ke dalam majalan pengusaha muda di Indonesia itu, lebih-lebih membuat Kanaya semakin terkenal, Kanaya sungguh masuk dalam deretan pengusaha yang susah sekali dilawan, walau perempuan itu mengelola perusahaan Ayahnya, tapi tidak ada bedannya kan, karena perempuan itu yang sekarang memegang kendali atas perusahaanya.             “Wah, selamat pagi Ibu Kanaya, sudah datang rupannya?” kali ini, saat Kanaya sudah duduk di ruang tunggu kantor Perencanaan Wilayah dan tata letak Kota, Pak Juna, sebagai pemandu tentang proyek ini menyapa Kanaya dan Arya.             Senyum Kanaya jelas menggembang, ia tidak ingin terlambat datang ke sini, itu juga sebagai salah satu bentu Kanaya bahwa ia serius dalam pekerjaanya, ia juga merasa tidak masalah untuk menunggu semua orang yang terlibat untuk hadir dirapat kali ini kalau Kanaya yang terlalu cepat datang, sangat amat tidak menajdi masalah bagi Kanaya.             Ruangan itu sudah beberapa kali Kanaya datangi, tender proyek itu pun sudah ia pegang, tapi kenapa Kanaya masih saja merasa gugup atas ini semua, tautan di kening Kanaya menjadi berlipat dengan jelas, saat melihat dua orang laki-laki, tidak, lebih dari dua orang laki-laki yang masuk ke dalam ruanagn meeting itu, yang membuat Kanaya heran adalah, kenapa laki-laki itu bisa berada di sini, juga.             “Ibu Kanaya, ini Pak Cakra dari peruahaan Cakrwala, sebagai Vendor penyedia bahan bakunya,” setelah membuka meeting hari ini yang membahas tentang kapan pembangunan mulai dilakukan, membahas tentang persiapan lainnya, Pak Juna memperkenalkan salah satu perusahaan yang juga sebagai pemenang dalam menyediakan semua bahan baku yang dibutuhkan untuk proyek ini, istilahnya back up dalam perusahaan Kanaya yang kelola dalam membuat kota impian seluruh masyarakat Indonesia itu.             Saking pusing dan tidak percayanya, Kanaya rasanya ingin sekali menumpukan kepalanya di atas tangannya di meja panjang ini, tapi itu sungguhah tidak mencerminkan sikap profesional sekali, Kanaya tidak tahu rencana Tuhan dibalik ini semua apa, dibali pertemuan berturut antara dirinya dan Cakra, tapi sungguh, Kanaya yakin ada sesuatu hikmah dibalik ini semua.             Kanaya selalu memegang satu kalimat yang ia yakini dalam hidupnya, dibalik semua pertemuannya terhadap orang lain, pasti ada hikmah dibaliknya, pasti ada kejadian yang baik mau pun yang buruk yang akan ia alami, dan Kanaya paham, beginilah hidup yang berjalan, ini lah yang namanya hidup.             Meeting yang membahas tentang bagaimana rancangan ke depannya menhabiskan waktu hampir satu jam dengan kesepakatan tentang perusahaan Kanaya dan Cakra yang langsung ke area pembangunan, memang perlaksanaan harus sudah dilakukan sekitar satu sampai empat minggu ke depan, dan ya itu juga bisa dikatakan sebagai batas untuk persiapan perusahaan Kanaya dan Cakra yang paling lama empat minggu kedepan.             “Baik Pak, saya kabarin untuk kabar lebih lanjutnya.” Kanaya berucap kepada Pak Juna, sambil menjabat tangan laki-laki itu.              Setelah keluar dari ruangan meeting dan beringinan untuk pulang, Kanaya menghentikan langkahnya, karena perusahaannya yang harus bekerja sama dengan perusahaan Cakra, rasanya Kanaya harus mencoba mengobrol dengan laki-laki itu, agar kerja sama yang akan nantinya mereka jalankan berjalan dengan lancar, tanpa ada rasa canggung, apalagi Kanaya tahu, Cakra bukan lah orang asing di hidupnya, walau sebenarnya Kanaya tidak ingin menggabungkan masalah pribadi dengan masalah bisnisnya, tapi tetap saja, kenyataanya laki-laki itu adalah saudaranya Elang.             “Sorry, Pak Cakra, apa harusnya kita bicara lebih lanjut tentang keberangkatan kita ke Kalimantan ya?” Kanaya berucap saat ia, Arya dan Cakra serta orang yang bersama dengan Cakra sejak masuk ke dalam ruangan meeting tadi berada di depan kantor ini.             Cakra mengganguk sertuju, benar apa yang dikatakan oleh Kanaya, ia harus bicara dengan perusahaan Kanaya, tentang kerja sama ini. “Boleh, sambil makan siang mungkin?” Cakra mengajak perempuan itu, tidak, Cakra sama sekali tidak modus dengan apa yang dikatakannya barusan, Cakra yang melihat waktu sudah hampir menunjukan jam makan siang, tidak ada salahnya bukan untuk pergi bersama membakas pekerjaan sambil makan siang, bersama?             “Ya, boleh, jelas.” Kanaya mengangguk menyetujui, setelah memutuskan tempat yang akan mereka kunjungi, ia dan Arya, serta Cakra dan orangnya masuk ke dalam mobil masing-masing ,menuju temapt makan yang akan mereka datangi.             Kanaya tidak berbohong, ada rasa bahagia saat ia mengetahui bahwa vendor yang meyediakan bahan baku untuk proyek yang akan ia kerjakan adalah peruahaan Cakra, tapi tidak bisa dipungkir, hati Kanaya juga sedikit khuwatir, Cakra dan Elang adalah saudara, Elang adalah orang yan ia taksir, Cakra juga adalah orang sangat baik, sungguh, ia takut terjebak dalam hal seperti ini, atau lebih paraknya terjebak dalam posisi ia seperti yang dahulu, terbak dalam kebaikan orang lain, hingga akhirnya melakukan hal yang salah, yang sama sekali tidak bisa dibenarkan.             Waktu makan siang tinggal sepuluh menit lagi begitu Cakra dan Kanaya sampai di restroan yang terleta tak jauh dari kantor yang tadi mereka kunjungi, Cakra memilih untuk duduk berdua dengan Kanaya, yang jelas semakin membuat Kanaya menautkan alisnya, merasa bingung dengan apa yang dilakukan oleh laki-laki itu sejak tadi.                “Enggak apa-apa kok Bu, nanti biar saja di meja lain saja.” Arya beucap dengan cepat, mengingat tadi saat di mobil, Kanaya mengatakan bahwa ia kemarin sudah bertemu dengan Cakra di Korea, Arya paham, mungkin saja Cakra ingin melakukan pendekatan, atau berbicara privasi kepada atasnanya itu, toh, bukan kah mereka juga sudah kenal, jadi jelas tidak menjadi masalah besar kan.             Sama dengan yang dilakukan Arya, sebagai seorang bawahan jelasa saja Nino tidak merasa kenapa-kenapa kalau dia berlainan meja dengan Kanaya. “Silahkan Pak,” kata Nino meninggalkan Cakra dan perempuan itu.             Kanaya menarik napas saat melihat Cakra yang menumpukan wajahnya, di tangannya memandang Kanaya dengan intes. “Enggak nyangka aku bisa ketemu kamu loh Kan.”             Kanaya memandang Cakra dengan sedikit males, perempuan itu merasa bahwa Cakra adalah orang baik, tapi Kanaya juga tidak suka dengan kelakuan Cakra yang genit seperti ini. “bisa professional enggak sih ih?” omel Kanaya, tidak tahan dengan godaan-godaan yang Cakra lemparkan padanya.             Cakra tertawa geli, melihat Kanaya yang jutek seperti itu, seperti Elang sekali dalam hatinya berkata, Elang kan juga begini, tdiak bisa diganggu, tidak bisa dibercandain, maka laki-laki itu juga akan menatap sinis  dirinya. “Ini kan sudah jam dua belas lewat, ya tandanya kan sudah enggak jam kerja, yakan artinya ….”             “Artinya, artinya, artinya apa?” potong Kanaya sambil melihat-lihat menu yang baru saja dikasih oleh pelayan yang mengjampri mereka di meja.             “Nay, eh sorry, Kan,” panggil Cakra lagi saat melihat perempuan itu menatapnya bingung.             Kanaya menautkan alisnya, Nay? Nay, siapa?             “Aku punya tunanga, terus dia mirip loh sama kamu.” Cakra berucap, laki-laki itu kini menegakan badannya, tidak lagi menumpu sambil menatap intens perempuan itu.             Kanaya bingung dengan maksud dari Cakra kali ini, “Ya, terus kenapa? Kamu pikir mukaku pasaran gitu?” Tanya Kanaya masih bernada sinis kepada laki-laki itu.             Cakra menggeleng sambil tertawa, “Setiap kali aku ketemu kamu, aku jadi mikirin dia, jadi keinget dia.” Cakra malah membuka sesi curhatnya, membuat Kanaya hanya bisa mengelas napasnnya.             Kanaya sebenarnya tidak keberatan mendengar ceirta dari laki-laki itu, lagi pula ini kan jam istarahatnya, Kanaya juga mengatakan ia harus melakukan pendekatan dengan Cakra, agar hubungan pekerjaan mereka akan menjadi lebih baik, dan tidak canggung lagi kepada laki-laki itu. “Kalau ketemu, salam sama tunangannya.” Kanaya menyahut.             Cakra tersenyum sedih, mengingat bagaimana keadaan Nayla sekarang, Nay, ayo bangun, ada perempuan yang mirip sama kamu, sialnya perempuan ini akan menjadi teman bisnisku, dan sialnya lagi perempuan ini membuat aku mengingat kamu terus menerus, aku takut Nay, aku takut kalau aku goyah, tapi, aku juga tidak bisa menjauhi perempuan ini, dia perempuan yang diinginkan oleh Elang, dan aku benar-benar enggak bisa menjauhi dia, Nay.             “Dia koma, hehe,” suara tawa Cakra terdengar sangat miris kali ini. “Jadi kapan kita ke Kalimantan? Besok atau lusa, nih?” akhrinya, setelah mengatakan bahwa Kanaya mirip dengan tunangannya, Cakra memilih untuk membahas pekerjaanya, membahas Nayla dan Kanaya memang tidak akan pernah ada habisnya, karena mereka benar-benar mirip.             Kegiatan Kanaya yang baru saja memeriksa beberapa pesan yang masuk ke dalam ponslenya membuat perempuan itu langsung menadahkan wajahnya, mengarah kepada Cakra, pantas saja laki-laki itu meperhatikannya seperti ini, rupanya laki-laki itu menyimpan banyak perasaan rindu kepada tunangannya yang katanya mirip dengan Kanaya. “Terserah, besok sih oke, besok aja kali ya, biar makin cepat dan enggak keburu-buru kerjanya?” Kanaya memang perempuan yang punya planning panjang, sudah dikatakan ia lebih suka datang lebih cepat dan menunggu, daripada harus datang tepat waktu dan terburu-buru, itu sistem kerja yang biasanya Kanaya lakukan.             Cakra mengangguk, tapi mulutnya yang ingn kembali mengucap balasan perkataan untuk Kanaya terhenti saat ponselnya mendapatkan panggilan dari Tante Navla, Ibunya Nayla. “Oh iya Tan, kenapa?” Tanya Cakra, tapi wajahnya masih menatap Kanaya yang kini sudah menatap makan siangnya. “Nayla sudah sadar,… Tan?” ulangnya dengan nada terkejut.             Kanaya mengangkat wajahnya, Nayla? Nayla siapa? Nay, yang tadi diucapkan oleh Cakra, akan kah yang dimaksud oleh Cakra tadi, dengan sebutan Nay dalah Nayla? jujur saja, mendengar nama Nayla, tubuh Kanaya menegang, ia sangat mengingat nama perempuan itu, Nayla, Keral, dua nama yang benar-benar menggangu pikrian Kanaya sejak dua tahun yang lalu, walau sebenarnya ia sudah tidak ada lagi masalah dengan dua orang itu, tapi tetap saja, kenangan buruk bersama dua orang itu benar-benar masih membekas di kehidupan, di kepala Kanaya.             “Kan, tunangan gue ….” Cakra menarik tangan Kanaya tanpa penjelasan, entah apa yang ada dipikran Cakra kali ini, tapi ia ingin mengajak Kanaya melihat keadaan Nayla, katanya Nayla sadar, sadar yang benar-benar sadar, perempuan itu membuka matanya, benar-benar membuka matanya, kata Tante Navla tadi.             Sejak dua tahun yang lalu, hari ini adalah hari yang sudah ditunggu oleh Cakra, hari di mana Nayla akhrinya membuka matanya, di mana hari Nayla bisa sadar lagi, di mana Nayla tidak membutuhkan alat-alat penunjang kehidupannya itu lagi. Cakra memanggil Nino, menyuruh laki-laki itu membayar makanan mereka, Arya yang melihat Kanaya dibawa Cakra pun hanya memandang perempuan itu, dan Kanaya memberikan kode bahwa ia tidak kenapa-kenapa.             Gila, satu kata yang Kanaya rasakan saat dibawa oleh Cakra dengan mobilnya, laki-laki itu benar-benar gila, laki-laki itu mengendari mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, membuat Kanaya yang berada di sampingnya berpegang dengan erat. “Aku tahu kamu mau ketemu tunangan kamu yang baru sadar dari koma, tapi aku mohon jangan bikin aku yang koma.” Kanaya berucap dengan nada tinggi kepada Cakra, membuat laki-laki itu hanya tersenyum sinis.             Ia tidak bodoh, Kanaya yang berada di depannya ini adalah perempuan yang menjadi selingkuhan Keral saat bersama dengan Nayla di masa lalu, Cakra sempat bertemu perempuan ini satu kali, saat Keral dengan tidak tahu malu mengajak perempuan ini ke acara pertuanngan mereka, sungguh saat itu  Cakra benar-benar geram saat melihat wajah laki-laki itu juga dengan perempuan yang ternyata kini berada di sampingnya ini, walau Cakra juga tahu Keral saat itu tidak sengaja bertemu dengan mereka, tapi, kali ini cakra tidak ada niatan sama sekali untuk mencelekai Kanaya dengan cara mengendarai mobil degan kecepatan yang tinggi seperti ini, sama sekali tidak, Cakra hanya ingin segera sampai ke rumah sakit agar bertemu dengan Nayla, itu saja.             “Sorry,” ucap Cakra saat mereka sudah sampai di aprkiran rumah sakit.             Langkah Kanaya terhenti saat keluar dari mobil Cakra, ia tidak tahu pasti alasan ia mengikuti laki-laki itu sampai ke sini, ia juga hanya diam saat melihat Cakra yang terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit itu, meninggalkan dirinya sendirian di sini.             Lama untuk menimbang apa yang harus ia perbuat, akhirnya langkah kaki mantap Kanaya masuk ke dalam rumah sakit itu, Kanaya mencoba mencari kamar rawat inap tunangan Cakra, hingga langkah perempuan itu terhenti saat melihat Cakra yang terdiam di ujung lorong sana, dengan cara menangis, lagi.             Dua puluh menit, waktu yang digunakan Kanaya untuk berpikir memilih masuk ke dalam rumah sakit ini atau tidak, tapi, Kanaya malah menemukan Cakra yang menangis di ujung sana, yang jujur saja membuat Kanaya bingung harus apa, bukan kah tadi katanya tunangan Cakra sadar diri, kalau begini kan Kanaya jadi bingung, ia takut tunangan Cakra malah beprulang, terlihat dari ekpresi Cakra yang sedih seperti itu.             “Cak,” panggil Kanaya, mendekati laki-laki yang masih tidak menyadari kedatangannya itu.             Cakra hanya diam saja, laki-laki itu masih meneteskan air matanya, segala rasa campur adik di hatinya, ia merasa bahagia karena Nayla sudah sadar, tapi, bangunnya Nayla tidak hanya membawa kabar bahagia saja, ada kabar buruk di dalamnya, sungguh, hari ini benar-benar menjadi hari yang paling Cakra tidak mengerti, tangis dan perasaan senang campur aduk, dan Cakra benar-benar tidak sanggup untuk menahan semuanya lagi.             “Ini semua karena Keral,” lirih Cakra yang dengan jelas didengar oleh Kanaya yang duduk di sampingnya.             Keral? Tautan di kening Kanaya munul secara langsung, Keral siapa maksudnya Cakra …. “Keral? Maksudnya?” Tanya Kanaya memastikan, Nayla, Keral? Sungguhkah itu adalah mereka?             Senyum Cakra yang kemarin, dan hari ini dilihat Kanaya sebagai senyum seorang yang tengah bahagia, sebagai senyum orang yang tengah meledek, dan sebagai senyum orang yang genit, berubah menjadi smrik yang menakutkan, aura yang muncul dari laki-laki itu juga menajdi gelap, tatapan mata Cakra yang ceria dan ramah pun kini sudah tiada lagi kelihatan, tatapan itu berubah menjadi tatapan menakutkan, bagi Kanaya, tatapan yang belum pernah ia lihat dari laki-laki itu.             “Apa kamu tidak kenal aku? Cakrwala Nugraha, tunangan dari Odalis Nayla, matan pacar dari Keral Saradeo, wahai Kanaya Danamik?” Tanya Cakra menatap Kanaya dengan tatapan kesalnya, tatapan marahnya.             Tubuh Kanaya menegang seketika, terkejut, laki-laki itu adalah Cakra, ya, Kanaya tidak lupa dengan nama laki-laki itu, ia dan Keral pernah datang disaat Nayla dan Cakra bertunangan, yang sama sekali saat itu Keral dan Kanaya tidak tahu bahwa dua orang itu adalah Nayla dan Cakra, saat itu Ayahnya Keral mengatakan bahwa anak dari temannya yang bertuanngan, saat itu sebenarnya juga harusnya Ayah Keral yang menghadari acara itu, tapi saat itu Ayahnya tidak bisa datang, hingga Keral dan mengajak Kanaya untuk menghadari acara itu, setelah itu Kanaya tidak tahu apa yang terjadi lagi di kehidupan, Nayla, Keral dan Cakra, karena Kanaya memutuskan untuk berpisah dengan keral, Kanaya juag sungguh tidak ada niatan untuk mencari tahu tentang kehidupan laki-laki itu, lagi, sungguh tidak ada.             “Tapi, aku sudah berpisah dengan Keral, dan aku sama sekali tidak tahu apa yang diperbuat oleh Keral.” Kanaya mencoba menjawab dengan tenang, menjelaskan apa yang ia alami, sungguh, perempuan itu benar-benar terkejut, tidak menyangkan bahwa laki-laki ini adalah tunangan dari Nayla, Kanaya sama sekali tidak menyangka, dunia akan sesempit ini, dunia akan menemukannya dengan laki-laki ini.             Jujru saja, sebagai selingkuhan Keral, jelas Kanaya tidak tahu pasti bagaimana wajah Nayla, dan juga tunangannya itu, Kanaya juga saat menghadiri acara pertunangan Nayla dan Cakra hanya sebentar meyapa dua orang itu, seteLahnya, Kanaya yang memutuskan untuk berpisah dengan Keral, jelas menutup semua matanya atas permasalahan laki-laki itu, jujur, Kanaya tidak tahu apa yang dilakukan Keral setelah mereka berpisah, dan itu juga sama sekali tidak penting di hidup Kanaya.             “Keral, membawa Nayla kabur, dua tahun yang lalu, dan mereka kecelakaan, Keral juga masuk penjara atas terbuktinya kepemilikan narkoba.” Cakra menjelaskan, ia sebenarnya tahu bahwa Kanaya tidak ada sangkut paut sama sekali dalam permasalahan yang dilakukan oleh Keral terhadapa Kanaya, saat itu, Keral memang mengatakan bahwa ia sudah berpisah dengan Kanaya, tapi entah kenapa saat melihat Kanaya, perasaan Cakra selalu saja tersulut emosi, walau saat memikirkan Kanaya juga membuat Cakra memikrikan Elang, Cakra sungguh tidak mengerti kenapa titik masalah, titik hidup, orang-orang di sekitarnya selalu terhubung kepada Kanaya.             Di satu sisi, saat Cakra ingin menjauhi Kanaya karena Kanaya bersangkut pautkan dengan Keral yang membuat Nayla seperti ini, di satu sisi hati Cakra, Elang adalah adiknya yang ingin sekali ia pulangkan ke Indonesia dengan cara ia berniat meminta tolong kepada Kanaya untuk membujuk adiknya itu, dan sialnya yang paling parah Kanaya adalah rekan bisnisnya, yang proyeknya baru saja ingin mereka mulai, rasnaya, ia benar-benar harus berhubungan dengan permepuan itu, dan Cakra harus melakukannya tanpa ada perasaan kesian, perasaan tidak suka, atau apa pun itu.             “Tapi, kamu, Kanaya, selingkuhan Keral yang sudah menyakiti hati Nayla, enggak peduli sebaik apa kamu, kamu tetap orang jahat di cerita Nayla dan Keral.” Cakra berucap, meluapkan segala sakit hatinya kepada perempuan itu.             Cakra ingat sekali, hari itu, hari di mana Ayah Nayla berpulang, dan Cakra mengetahui fakta bahwa Nayla baru saja dikhianati oleh tunangannya, saat itu Cakra tidak tahu apakah ia harus sedih atau senang, karena Cakra yakin perasaanya kepada Nayla yang tengah seperti ini akan terbalas, tapi, melihat Nayla yang begitu patah hati jelas membuat Cakra ikut merasakan patah hati.             “Apa aku patut disalahkan tentang kejadian hal yang sama sekali tidak aku perbuat, Cakrwala Nugraha?” Tanya Kanaya sambil berdi, menatap tidak suka dengan laki-laki itu, amarah yang berada di hatinya tiba-tiba kembali mencul dipermukaan, ya Kanaya tahu bahwa ia adalah perebuat oacar orang, perusak hubungan orang, tapi, Kanaya sama sekali tdiak tahu apa yang Kerak perbuatm apa yang sudah dilakukan laki-laki itu.             “Ya, karena kamu biang masalahnya,” ucap Cakra tegas lalu meninggalkan Kanaya di tempatnya.             Kanaya jatuh terduduk setelah ditinggalkan oleh laki-laki itu, Kanaya mengakui apa yang dikatakan oleh Cakra benar adanya, ini semua memang karenanya, karena Kanaya yang hadir di hidup Nayla dan Keral, karena Kanaya yang mau saja dengan laku-laki itu, ya mungkin karena Kanaya jua lah Nayla keadaan Nayla jadi seperti ini, benar apa yang dikatakan oleh Cakra tadi, Kanaya adalah orang yang paling jahat di dunia ini.                                                                                     ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN