“Berarti, lebih baik kamu sama Daniel juga langsung menikah, dong?”
Episode 12 : Berjemur
****
Rafael menatap bangga Bubu yang sedang Fina pangku. Fina duduk di teras depan pintu masuk rumah utama sebelah samping, sedangkan Rafael sudah keliling taman di sekitar sana. Bersama Bubu, keduanya memang tengah menyambut matahari pagi. Mereka sedang menjemur Bubu yang hanya mengenakan popok tipis, agar sinar matahari pagi yang kaya manfaat, mengenai sempurna pada tubuh Bubu.
“Tanpa ke pantai, kamu sudah berjemur, yah, Bu. Kayak orang bule!” goda Rafael sambil bersedekap. Ia yang awalnya tersenyum santai mendadak panik, ketika Fina tiba-tiba menengkurapkan tubuh Bubu.
“Sesak napas, Mah! Ih, jangan gitu!” tegur Rafael sampai sesak napas sendiri.
Fina merengut bingung menatap Rafael. “Apaan, sih? Lihat, anaknya ketawa. Bapak-bapak mana paham. Ini posisi paling nyaman. Lihat saja. Sambil dipijat-pijat.”
Rafael tak langsung berkomentar. Ia menatap saksama perubahan Bubu yang memang terlihat menikmati dalam keadaan tengkurap seperti itu. Bayi menggemaskan itu tersenyum dan membuat bibir mungilnya yang ranum, tertarik sempurna. “Oh, iya.” Dan Rafael memutuskan untuk duduk di sebelah Fina. Sesekali, sebelah tangannya membelai atau malah ikut memijat tubuh Bubu.
“Rambutnya keren, yah. Kayak Papah!” puji Rafael yang kali ini sengaja menjabrik-jabrikkan rambut Bubu menggunakan kedua tangannya. “Tanpa harus dipelumas rambut, sudah tersusun rapi!”
“Jangan gitu, jadi kayak anak punk!” tegur Fina yang sampai menyingkirkan kedua tangan Rafael dari kepala Bubu.
“Apaan sih, Mah. Pelit banget? Anak-anakku, juga. Bentar-bentar … gini, Bu. Ini gaya rambut kalau kamu mau nongkrong … nah! Keren, kan? Nah kalau kamu mau ngantor, kayak gini. Terus, kalau kamu mau ketemu Kukung, rambutnya harus rapi. Kukung kan suka yang kalem-kalem. Tapi kalau kamu mau ketemu Popoh, yang matco! Popoh kan suka yang matco kayak Keandra!”
“Ya enggak segitunya kali, Pah … biar Bubu jadi dirinya sendiri. Tanpa neko-neko, Bubu juga udah cool!” tegur Fina yang lagi-lagi menatap Rafael sambil merengut.
Rafael mencebikkan bibirnya, kemudian mencubit gemas bibir Fina yang langsung mendelik sebal kepadanya.
“Ini enggak ada orang, ya? Aku mau foto dong. Kita foto begini, di sini.” Rafael mengerling tidak sabar. Dan lantaran suasana di sana masih sangat sepi, seolah-olah, di sana memang hanya ada mereka, Rafael memutuskan beranjak, mencari orang untuk mengabadikan kebersamaan mereka melalui foto. Boleh dibilang, ketimbang Fina, Rafael memang jauh lebih heboh untuk urusan foto bersama Bubu.
Tak butuh lebih dari lima menit, akhirnya Rafael kembali. Rafael bahkan datang bersama Rina, di mana pria itu terlihat sangat ceria.
“Yuk foto, yuk … memangnya cuma LELEBRITY yang foto-foto?” ujar Rafael yang kemudian kembali duduk di sebelah Fina.
“Jangan bahas-bahas itulah. Nanti Bubu nangis lagi!” tegur Fina.
Rafael tersenyum tak berdosa sambil menatap Fina yang menatapnya dengan tatapan sebal.
“Mana ponselnya?” ujar Rina.
Rina masih mengenakan pakaian santai, kemudian berdiri di hadapan kebersamaan. “Serius, ya. Jam segini jemur, enak seger gini!” ujarnya yang kemudian sampai melakukan peregangan. “Tapi jangan lama-lama itu, Mbak. Nanti gosong!” lanjut Rina yang menjadi mencemaskan warna kulit Bubu.
“Dikiranya, kulit anakku makanan, apa, gosong? Ya kira-kiralah. Masih pagi ini. Baru juga sekitar pukul tujuh, kan?” balas Fina.
Rafael hanya mengulum senyum berikut bibirnya, tanpa berani berkomentar. Karena andai saja tidak menjaga ucapannya, ia sudah akan mengangkutkan Ipul dalam balasannya. Jadilah, ia langsung memberikan ponselnya kepada Rina, di mana kemudian, Rina juga langsung bersiap untuk memfoto mereka melalui bidik kamera tersebut.
“Bu … sini, Bu … lihat sini, biar tambah ganteng. Sini lihat Aunty, Bu!” Rina tak hentinya membujuk Bubu.
Kenyataan tersebut pula yang membuat Fina curiga. “Ini dari tadi, kamu jepret-jepret, foto kami bertiga, apa cuma Bubu, padahal gigiku sampai kering nahan senyum?” semprotnya.
Lantaran Rina langsung tersenyum tak berdosa, Rafael yang semenjak awal Fina menegur Rina, langsung menahan tawa pun memutuskan untuk geser dan sedikit menjauh dari Fina. Rafael terbahak-bahak sambil sesekali mengelus dadanya.
“Kamu yah, Rin. Masih pagi, sudah bikin Ibu Negara marah?” ujar Rafael kemudian di tengah sisa tawanya.
Rina semakin menambah senyum tak berdosanya. Ia mengalihkan tatapannya dari Rafael ke Fina. “Ya ampun, Mbak … jiwa ibu-ibumu, sudah semakin kuat. Sudah … sudah. Sini aku foto lagi. Lagian, siapa sih yang enggak gemes kalau lihat Bubu. Apalagi, anaknya sudah pinter senyum gaya dia pinter kayak aku!”
Fina hanya menggeleng tak habis pikir. Barulah, setelah kembali bersiap, dengan Bubu yang tetap di pangkuan Fina, sedangkan sebelah tangan Rafael juga sampai menyelinap ke pinggang Fina, Fina mengabadikan momen kebersamaan mereka melalui bidik ponsel kamera Rafael.
“Kalau aku dan Kak Daniel kuat melewati cobaan, kami juga akan seperti ini!” batin Rina yang tiba-tiba saja merasa nelangsa. Hati Rina terenyuh jika ia teringat ancaman Gress. Namun, melihat keharmonisan Rafael dan Fina, ia menjadi bersemangat. “Aku pasti bisa ngadepin Gress!" Batinnya lagi berusaha menyemangati dirinya sendiri.
“Hari ini, kamu kuliah?” ujar Rafael ketika Rina mengembalikan ponsel kepadanya.
Rina mengangguk. “Iya, Mas. Masuk siang.”
Balasan Rina yang terdengar sangat tidak bersemangat, membuat Rafael menaruh curiga. Rafael yakin, adik iparnya itu sedang tidak baik-baik saja.
“Ada masalah? Kok, enggak semangat gitu?” tegur Rafael yang memang sengaja tidak menunda rasa penasarannya terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada Rina.
Rina yang refleks menatap Rafael, langsung terdiam, ketika kedua matanya bertemu dengan kedua mata Rafael yang langsung menatapnya dengan menelisik. Meski tak langsung menjawab, tapi Rina berangsur mengangguk seiring ia yang juga mengakhiri tatapannya dari Rafael.
“Iya, Mas. Gress bilang, ia mau menghancurkan hubunganku dan Daniel.” Rina mengerucutkan sebal bibirnya.
Lain dengan Fina berikut Rafael yang bertanya, yang langsung kesal mendengarnya. Kedua sejoli itu langsung menghela napas dalam, dan menunjukkan gelagat tidak nyaman.
“Enggak apa-apa, sih. Aku sudah siap!” lanjut Rina kemudian yang memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Ia mengulas senyum demi meyakinkan Fina dan Rafael, selain ia yang memang menyemangati dirinya sendiri.
“Tuh orang kayaknya ada kelainan, deh!” ujar Rafael yang sampai berkecak pinggang. Rafael langsung berpikir keras mengenai apa yang sebenarnya terjadi kepada Gress? Kenapa wanita itu begitu hobi mencari gara-gara, padahal hampir semua orang yang mengenalnya sudah muak kepadanya?
Fina yang juga menanggapi kenyataan tersebut dengan serius, berkata, “mungkin memang iya. Dia ada kelainan. Kelainan yang baru akan berakhir setelah dia mencapai tujuannya, atau malah … dia selalu ingin diperhatikan, makanya dia selalu buat ulah?” Meski tidak begitu yakin, tapi tidak ada kemungkinan lain selain itu.
“Ya sudah. Biarin saja. Nanti kalau capek juga diem sendiri. Paling Mas awasi dari kejauhan saja, soalnya orang kayak Gress juga ngeri!” timpal Rafael.
“Memangnya, alasannya mau menghancurkan hubunganmu dan Daniel apa? Keandra?” lanjut Fina.
Rina menggeleng di tengah kenyataannya yang masih tidak bersemangat. Ia melakukannya sambil mengedikan kedua pundaknya. “Entahlah. Keandra sih sudah bilang apa adanya sama aku. Lagian, Keandra kan juga akan menikah.”
Mendengar kabar mengenai pernikahan Keandra, Fina dan Rafael yang refleks terdiam, juga refleks saling bertukar pandang, di detik berikutnya.
Setelah sampai menghela napas dalam, Rina berkata, “aku rasa, Kean sudah terlalu lelah menghadapi Gress. Dia sudah terlalu capek bahkan stress.”
“Berarti, lebih baik kamu sama Daniel juga langsung menikah, dong?” saut Rafael cepat.
Fina langsung mendelik menatap Rafael. Lain halnya dengan Rina yang seketika itu menjadi salah tingkah. Pipi Rina langsung bersemu karenanya.
“Mas, ih!” ujar Rina yang sampai tersipu dan menunduk malu-malu.
“Beres kuliah dulu, baru nikah! Kamu ini yah, Pah!” gerutu Fina.
Rafael menghela napas sekenanya. “Ya enggak apa-apa, sih. Nikah sambil terus lanjut kuliah. Lagian kita sama-sama tahu, Daniel seperti apa? Dia pasti juga ngerti kok. Daripada kalian diganggu Gress terus? Keandra saja sampai pasrah dan akhirnya milih nikah, kan?” lanjut Rafael lagi yang masih menyikapi keadaan dengan santai.
Ketika Fina mulai bisa menerima penjelasan Rafael. Tidak dengan Rina yang menjadi semakin gugup.
“Nanti, deh … ah, hari ini. Aku bahas ini ke Daniel!” lanjut Rafael lagi.
Jantung Rina seolah loncat hanya karena mendengar lanjutan Rafael. Rina yang refleks menatap Rafael, benar-benar panik.
“Tapi, Mas. Aku enggak mau nikah dalam waktu dekat dulu. Aku mau fokus dan tuntasin kuliah dulu.” Rina benar-benar memohon, sedangkan Fina hanya menjadi penyimak yang baik. Akan tetapi, jauh di lubuk hatinya, Fina juga berpikir keras mengenai nasib Rina, apalagi sejauh ini, Gress sangat ganas dan tidak pernah tanggung-tanggung jika menyerang.
“Seenggaknya nunggu Kak Daniel lulus kuliah dulu!” tambah Rina lagi sambil berusaha meyakinkan.
“Ya sudah. Nanti, kita sama-sama bahas.” Rafael berangsur menghela napas dalam, sebelum akhirnya, ia kembali fokus ke Bubu. Ia bahkan sengaja mengemban Bubu yang terlihat begitu menikmati matahari pagi. Bubu suka jika dijemur layaknya kini.
Dalam diamnya, Rina yang masih dilanda tegang, bertanya-tanya. Apakah pernikahan merupakan solusi dalam menghadapi Gress? Apakah Gress benar-benar akan melepaskannya jika pada akhirnya Rina dan Daniel menikah, layaknya apa yang Keandra lakukan? Bagaimana jika setelah pernikahan, keadaan justru memburuk? Memikirkan itu semua, perasaan Rina menjadi campur aduk.