Hans dan Ara membawa berbagai macam barang belanjaan yang tadi dibeli. Ibu Ara segera mencuci tangannya dan mengeluarkan beberapa toples. Dia memilah barang yang akan dia cuci dan tidak. Bawang merah dan bawang putih langsung diletakkannya di rak bawang. Tomat, cabai, dan berbagai sayuran serta buah – buahan, dia letakkan di tempat cuci piring. Beberapa tepung dia letakkan di meja makan. Ara juga membantunya memasukkan bumbu – bumbu ke dalam toples. Sementara Hans hanya duduk sambil melihat mereka.
“Tan, aku pamit ke bandara dulu. Jemput Ibu Ratu. Sudah hampir jam dua belas soalnya. Takut macet.”
“Iya Hans, hati – hati.”
“Kak, roti boy dong.”
“Iya bawel.”
“Dua. Eh empat.”
“Banyak amat?”
“Sama mbak wiwid juga. Hehe.”
“Tumbenan inget sama dia, haha. Iya nanti aku belikan. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
***
Di bandara.
Sudah hampir pukul 13.00 WIB. Hans duduk di kursi ruang tunggu bandara Juanda. Dia juga sudah membeli empat roti pesanan Ara.Tak lama terdengar pengumuman bahwa pesawat gang ditumpangi oleh Ibunya sudah mendarat. Hans segera mengirim pesan ke Ara.
“Ra, Ibu Ratu sebentar lagi meluncur. Jangan ngomong aneh – aneh loh.”
“Siap kak.” Balas Ara.
Sekitar 15 menit Hans menunggu, lalu dia melihat Ibunya sedang berjalan sambil melihat ke kanan – kiri. Di teleponlah ibunya.
“Halo maaaa.” Ucapnya sambil melambaikan tangan.
“Kamu dimana?”
“Jalan lurus saja ma. Lihat ke depan. Aku dadah – dadah nih.” Ucapnya lagi.
“Oh iya, mama sudah lihat. Mama kesana.”
Tut.
Ibu Hans segera memeluk anaknya. Beberapa pasang mata melihat ke arah mereka. Tapi mereka acuh dan tetap berpelukan.
“Mama kangen banget sama kamu.” Ucap sang Ibu sambil mencubit pipi Hans.
“Iya ma sama, Hans juga kangen. Ayo kita ke rumah tante.”
Setelah satu jam perjalanan, sampailah mereka di rumah Ara. Hans segera memarkir mobil dan mengeluarkan barang bawaan Ibunya.
Tok. Tok. Tok.
“Assalamualaikum.” Ucap Ibu Hans.
“Waalaikumsalam.” Jawab Ara sambil membuka pintunya.
“Eh Ara sudah besar.”
“Iya dong tan, masak kecil terus.” Jawabnya sambil mencium tangan Ibu Hans.
“Ibumu mana?”
“Di dalam, ayo masuk tan.”
“Wah, banyak berubah ya rumahmu Sar.” Ucap Ibu Hans pada Ibu Ara.
“Iya mbak, baru beberapa bulan lalu direnovasi.” Jawabnya sambil menjabar tangan Kakak Iparnya itu.
“Masak apa nih? Wangi banget. Jadi laper. Hehe.”
“Masak krengsengan kambing mbak. Mbak suka kambing?”
“Suka, kalau yang ga bau kambing.”
“Tenang saja, ini dijamin enggak bau kambing. Ayo makan dulu mbak.”
“Makasih ya.”
“Hans, ayo sini. Makan juga.” Ajak ibu Ara.
Mereka makan bersama – sama. Ibu Hans selalu lahap, setiap kali makan masakan Ibu Ara.
“Rudi mana Sar?”
“Masih dinas di luar kota mbak. Nanti sore pulang.”
“Kabar cabang baksomu gimana Hans?” tanya Ibunya.
“Hari ini sengaja libur ma. Kan mama mau kesini.”
“Kan mama juga mau mantau perkembangnnya Hans.”
“Besok saja. Hans temenin kesana.”
“Kak, itu mobil siapa?” bisik Ara.
“Nyewa.” Jawab Hans sambil berbisik juga.
“Kalian ngapain?” tanya Ibu Hans.
“Nggak ngapa – ngapain kok tante. Ara cuma bilang krengsengan kambingnya enak.”
“Oh, iya kamu benar. Masakan Ibumu selalu enak.”
“Masakan mbak Maya juga enak.”
“Uhuk – uhuk.” Hans tersedak mendengar perkataan Ibu Ara. Karena jelas – jelas masakan Ibunya selalu gagal. Kalau nggak gosong ya keasinan.
“Kamu ngeledek mama ya Hans?” ucap Ibunya kesal.
“Enggak kok ma. Masakan mama enak kok.”
“Benee nih? Masakan mama enak? Yasudah nanti mama akan masak buat kamu.”
Hans melotot. Aduh bahaya nih, bisa – bisa lidahnya kelu kalau makan masakan Ibunya. Rutuknya dalam hati.
“Iya ma, nanti masaknya sama Tante Sari saja. Kan tante Sari pinter masak macem – macem menu.” Rayunya. Diapun memasang wajah meeelas saat menatap Ibu Ara. Ibu Ara hanya bisa menahan tawa. Takut kakak iparnya tersinggung.
Setelah makan Ibu Ara mempersilahkan Ibu Hans untuk istirahat dikamar Ara. Karena mereka tak mempunyai kamar tamu sendiri. Jadi setiap kali ada tamu, kamar Ara yang akan menjadi kamar tamu dadakan. Ara akan berbagi dengan kakaknya. Itu berarti mereka bisa berbincang sepanjang malam, atau bahkan duel mulut sampai pagi. Ibu hans segera masuk ke kamar Ara. Sementara itu Hans dan Ara sedang menyusun rencana. Mereka sedang mensinkronkan apa saja yang akan mereka katakan pada Ibunya. Saat sedang asyik ngobrol tiba – tiba Ibunya keluar dari kamar Ara.
“Duh, disini kok panas banget ya Sar.” Ucapnya pada Ibu Ara.
“Memang lagi musim kamarau, ya panas mbak may.”
“Mbok ya pasang AC gitu Sar.”
“Aku ga betah dingin mbak, nanti masuk angin.”
“Duh Sar, yang keren dong. Masak AC an jadi masuk angin sih. Ga bisa diajak hidup enak nih kamu Sari.”
Ibu Ara menghela napas sebelum menjawab perkataan Kakak Iparnya itu. “Hidup enak menurut tiap orang kan beda – beda mbak. Kalau mbak mau kamar yang ber – AC, biar nanti Hans antar mbak ke hotel saja.”
“Kok kamu gitu sih Sar. Kamu ngusir aku?”
“Loh, aku ga ngusir mbak. Aku kan ngasih mbak pilihan. Disini tuh panas, sempit, gimana kalau mbak minta Hans untuk nginep di hotel saja. Hans kan banyak uangnya, anak berbakti juga, kamar yang paling mahal pun pasti disewakan sama dia.” Ucap Ibu Ara menyanjungnya.
“Yaiyalah, semua yang aku mau juga pasti diberi sama dia. Hans, kesini.”
“Apa ma?”
“Mama mau tidur di hotel saja. Disini panas.”
Hans menghela napas, kemudian melirik me arah tantenya. Ibu Ara pun mengangguk.
“Yaudah ayo.”
Mereka pun pergi. Ara dan Ibunya merasa lega. Ibu Ratu memang banyak maunya.
***
Di hotel.
Hans segera menurunkan barang bawaan Ibunya. Lalu mereka di sambut oleh porter untuk membawakan barangnya. Mereka segera menuju meja resepsionis dan memesan kamar.
“Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?” sapa resepsionis itu ramah.
“Mau sewa kamar mbak.”
“Untuk berapa malam pak?”
“Satu hari.”
Pletak. Kepala Hans dipukul oleh ibunya.
“Tiga hari mbak.” Sela Ibunya.
“Kami mau ngusir Mama ya? Nyewain kamar kok cuma sehari.” Omelnya.
“Nggak gitu ma. Yaudah mbak tiga hari.”
“Mau kamar yang apa pak?”
“Yang kosong apa saja mbak?”
“Standart ada satu kamar kosong, superior ada empat kamar kosong, deluxe ada...” belum sempat resepsionis itu meneruskan kalimatnya. Ibu Hans segera menyelanya.
“Suite mbak, tiga malam.”
“Iya mbak, suite untuk tiga malam.”
“Baik pak. Pemesanan atas nama siapa?”
“Hans.”
“Untuk pembayarannya mau pakai cash atau debit?”
“Debit mbak, langsung bayar sekarang saja mbak.”
“Baik pak. Ini kunci kamarnya pak.”
“Terimakasih mbak.”
Hans mengajak Ibunya langsung ke kamar. Porter mengikutinya. Setelah sampai di depan kamar. Porter segera pamit.
“Sebentar mas. Ini buat mas.”
Diberikannya selembar uang seratus ribuan pada porter tersebut.
“Terima kasih pak.” Ucapnya sambil membungkuk.
“Sama – sama mas.”
Hans segera memasukkan barang bawaan Ibunya ke dalam kamar. Sementara Ibunya sedang menghidupkan AC.
“Ma, Hans langsung balik dulu ya.”
“Mau kemana kamu? Disini saja temani mama.”
“Tapi kan ma.”
“Kan cabang baksomu tutup. Mau ngapain lagi kamu?”
“Mau belanja ma, buat jualan besok.”
“Bukannya setiap cabang bakso, punya orang yang tugasnya ke pasar? Kenapa kamu ikutan belanja juga?”
Deg. Hampir saja Hans keceplosan bilang untuk belanja bahan cilok. Bisa marah besar Ibu Ratu jika tahu hal itu.
“Iya ma, Hans cuma mau ngecek saja kok.”
“Udah ga usab. Disini saja temeni mama.”
“Iya deh iya. Hans disini sama mama. Tapi ma, tadi tuh mama keterlaluan banget sih di rumah Tante Sari.”
“Keterlaluan apa Hans? Mama ga ngapa – ngapain kok.”
“Kenapa mama malah ngomongin soal AC, mama kan tamu. Ga panteslah ma ngomong gitu.”
“Tapi kan memang kenyataannya Hans. Disana tuh panas, ga ada AC nya.”
“Tapi ma, ga semua rumah orang suka makai AC. Dan ga semua orang mampu beli AC. Hans disini juga cuma ngekos.” Hans segera menghentikan kalimatnya.
“Apa ngekos?”
“Bukannya disini kamu sewa rumah?”
“Memangnya mama setuju Hans pindah kesini?”
Ibunya terdiam.
“Mama kan yang paling ngotot ngelarang Hans pindah. Buat apa juga Hans sewa rumah. Hans sendirian kok. Ya ngekos aja biar hemat.” Lanjutnya.
“Sudahlah. Mama ga mau berdebat sama kamu. Mama mau istirahat.”
“Yasudah, Hans minta maaf. Mama istirahat ya, aku balik dulu. Nantisore aku jemput. Kita jalan – jalan. Gimana?”
“Boleh deh. Mama mau tidur dulu.”
Hans segera keluar kamar. “Ahirnya bisa bebas walau sebentar.” Ucapnya.