Final

1641 Kata
12.00 Waktu ishoma. Para peserta segera pergi ke mushola untuk melaksanakan sholat. Ada juga yang makan dan selonjoran. Hari itu, Ara merasa sangat kelelahan. Dia memutuskan untuk melipir sementara waktu dari sibuknya acara. Waktu ishoma dia gunakan untuk makan dan selonjoran di basecamp. Dia duduk dibalik lemari penyekat ruangan, sehingga tak satupun temannya tahu dia ada disana. Ara mengeluarkan cilok yang dia beli dari hans. Sambil bermain hape, dia juga sibuk mengunyah ciloknya. Dia kaget ketika dia melihat ada telepon dari Luffi. “Hah, kapan aku dia telpon?” gumamnya. “Jam segini kan tadi aku lagi...,” “Ah aku lagi tidur di ruang tim koresksi. Berarti yang angkat si Nesa.” “Mampus. Semoga saja Nesa ga galak tadi sama dia.” Ara berbicara sendiri, pelan sekali. Kemudian dia mengetik pesan pada Luffi. “Hai, masih kerja?” Read. “Masuk malam nanti. Kenapa?” “Loh tumbenan langsung bales? Biasanya lama. Signalnya uda bisa diajak kompromi nih?” “Hahahaha. Aku lagi di darat ini. Belanja keperluan selama di kapal. Kamu sudah enakan?” “Maksudnya?” “Tadi kata temenmu kamu tidur, kecapekan?” “Iya sih, gatau nih rasanya capek banget hari ini.” “Sudah minum vit c?” “Belum. Kamu tadi ngobrol apa aja sama Nesa?” “Oh namanya Nesa.” “Iya, kenapa emangnya?” “Orangnya judes. Hahaha.” “Eh kamu dijudesin sama dia?” “Dia nanya aku siapa terus. Emangnya nomerku ga kamu simpen?” “Hehehe. Bukannya enggak mau nyimpen. Tapi memang sengaja enggak disimpen.” “Kok gitu?” “Kakakku suka kepo sih. Males jadinya kalau mau nyimpen nomermu. Digodain nanti kamunya.” “Kakak yang mana?” “Aku kan punya kakak, aku anak terahir. Kakakku namanya wiwid. Dia tuh kepoan parah.” “Ooooh. Aku juga anak terahir. Jangan – jangan kita jodoh. Hahahaha” “Pret.” “Kok pret?” “Ya pret aja. Tadi kamu dijudesi gimana lagi sama Nesa?” “Diki siapa?” “Nesa bahas – bahas soal Diki?” “Awalnya dia kira aku Diki. Terus dia ngomel panjang banget. Pas tahu aku bukan Diki. Nanya lagi deh aku siapa. Hahahaha.” “Kalau kamu diomeli sama Nesa. Berarti kamu tahu dong Diki itu siapa?” “Mantanmu ya?” “Iya. Kalau uda tahu ngapain tanya?” “Ya gapapa, memastikan saja.” “Aku sama Diki uda selesai. Berbulan – bulan yang lalu. Aku sama dia berakhir karena ada orang ke tiga, ke empat, ke lima, entah ada orang berapa. Intinya dia enggak setia.” “Yaudah yaudah. Ga usah dibahas.” “Kan kamu nanya.” “Maaf. Sudah sudah ya. Maaf aku salah nanya.” “Gapapa. Udah lama juga.” “Kamu lagi apa?” “Makan cilok.” “Cilok? Ga makan nasi?” “Nanti dapet kok. Aku langi ngungsi aja ini.” “Ngungsi? Kemana?” “Dibasecamp. Hehe. Hari ini gatau kenapa aku capek banget rasanya.” “Beli vit C gih.” “Emang ngaruh ya?” “Coba aja.” “Iya deh nanti aku beli.” “Aku lanjut belanja dulu ya sayang. Mau dibelikan apa?” “Pasar disana emangnya sama kayak disini?” “Yaelah pasar katanya. Hahaha. Di mall ini sayang.” “Sayang – sayang. Namaku Ara bukan sayang.” “Kan aku sayang. Mau dibelikan apa?” “Awas nyesel kalau aku jawab kepingin apa.” “Enggak tenang saja.” “Aku mau tidur. Capek.” “Eh hahahaha. Minta alamatmu sini, aku mau kirim barang.” “Barang apa? Ga usah aneh – aneh.” “Ga aneh kok.” “Iya sudah nanti aku kirim. Sekarang mah tidur dulu.” “Yasudah, jangan lupa beli vit c.” “Iya beres.” “Belanja dulu ♥️” Read. Ara melanjutkan makan cilok. “Hei, ngapain kamu disini?” “Uhuk uhuk uhuk.” Ara tersedak karena kaget. “Hahaha. Makan sendirian sih. Syukurin keselek kan.” “Apaan sih Dit. Ambilin minum.” “Hahahaha. Nih minum. Semuanya pada nyariin, eh anaknya lagi enak malan cilok disini.” “Capek akutuh.” “Ya semuanya juga capek ra. Ayo balik ke gedung.” “Aku sholat dulu dehm nanti nyusul.” “Yaudah, aku balik ke gedung dulu.” *** Digedung. Suasana begitu ramai. Para finalis tingkat SMP dan SMA sudah harap – harap cemas, menanti saatnya mereka mengerjakan soal. Ara masuk gedung dengan santainya. Tiba – tiba Plak. Pantat Ara dipukul oleh Fira. Ara pun menoleh, mencari tahu siapa yang memukulnya. “Apaan sih fir? Sakit tahu.” “Darimana saja kamu hah?” tanyanya. “Ya habis ishoma lah.” “Kemana? Semuanya pada nyari juga.” “Di basecamp. Pingin selonjoran sebentar emangnya ga boleh?” “Ya tapi kan disini lahi sibuk ra, kamu malah enak – enakan disana.” “Sibuk apa sih? Kenapa mesti harus ada aku? Yang lain kan banyak.” Ara kesal hingga suaranya meninggi. “Ya tapikan kamu juga punya tanggungan yang mesti kamu kerjain.” “Tanggungan apalagi? Koreksi? Ada Nesa kok. Jangan bikin ribet deh. Nesa aja ga ribet kayak kamu.” “Kan kasihan Nesa kesana sendirian.” Ara melengos. Sengaja tak menjawab Fira. Dia capek dan sangat kesal sudah diperlakukan seperti itu. “Mau kemana kamu? Mau pergi lagi ya? Mau lari dari tugas ya?” ucap Fira setengah berteriak. “Kamu apaan sih fir.” Bentak Nesa yang melihat kejadian itu. “Kan bener sih, semua pada nyari dia. Eh dianya ada di basecamp enak – enakan.” “Kamu tahu darimana kalau dia enak – enak an di basecamp?”. “Semuanya lagi sibuk disini kok. Ngapain coba dia di basecamp sendirian?” “Dia tuh lagi ga enak badan Fir. Jangan cuma bisa nyalahin orang aja kamum toh aku yang back up tugas dia ga kebertan kok. Kenapa kamu ribet sih?” “Aku tuh kasihan kamu, kesana sini sendirian.” “Aku bisa kok. Kamu ga usah nyalahin orang hanya karena kasihan sama orang lain. Belum tentu orang yang kamu kasihani, memang mau dikasihani. Ga usah ikut campur urusan orang lainlah. Urus aja urusanmu, bagianmu. Hidup itu mbok ya yang tenang. Saling bantu, bukan malah saling tuding. Emangnya dia robot yang ga boleh capek? Atau jangan – jangan nanti kau aku juga kecapekan, kamu bakal bentak – bentak aku kayak kamu bentak Ara tadi?” Nesa tak bisa lagi menahan emosinya. Bagaimana bisa Fira menjadikannya alasan untuk memaki Ara. “Terserah kamu deh Nes. Dibantuin malah aku yang diomelin.” “Aku ga minta bantuan apa – apa kok sama kamu. Ga usah dibantuin, kalau bantuanmu cuma dalam bentuk cacian dan makian.” Nesa sangat kesal. Nesa adalah tipe orang yang cuek dan ga suka ribet. Kalau bisa sendiri, ya dilakuin sendiri. Kalau ada yang bantu, ya monggo. Kalau mau gantian, ya monggo. Sesimpel itu. “Kamu kenapa ra?” tanya mas Awan. “Mau pulang aja deh aku. Capek banget kak.” Ara yang melihat Fira mendekat, langsung pergi menjauh. Mas awan yang melihat hal itu merasara aneh. “Ada apa ini fir?” “Tanya saja aama dia.” “Hadeh. Kenapa sih para wanita tuh susah diajak ngobrol. Tinggal jawab aja malah disuruh tanya ke yang lain.” “Ngomel juga kamu kak?” tanya Nesa. “Kenapa Nes?” “Kenapa semua pada suka ngomel sih?” “Emang siapa saja yang ngomel Nes?” “Tuh.” Ucapnya sambil menunjuk ke Fira. Lalu dia segera pergi menyusul Ara. “Ada apa Fir?” tanya mas Awan lagi. “Si Ara, tadi dia di basecamp ternyata. Semua pada nyari dia, eh dia enak – enakan di basecamp.” “Oh.” “Kok cuma oh?” “Kamu berharap aku jawab apa memangnya?” “Ah kakak sama saja kayak Nesa.” “Gini ya Fir. Setiap orang butuh waktu buat dirinya sendiri. Toh dia kesana kan waktu ishoma, bukan pas acara berlangsung. Kan memang waktunya istirahat. Kalau dia disana pas acara tuh yang ga bener.” Fira hanya cemberut mendengar penjelasan mas Awan. “Kamu ga perlu seperti itu. Dia temanmu, apa untungnya kamu begitu? Toh acara tetap berjalan lancar. Tapi kamu? Rugi kalau sampai berantem sama temen sendiri.” Lanjut mas Awan sambil berlalu pergi. *** 13.00 Waktu final dimulai. Para finalis sudah berada di atas panggung. Lima finalis dari tingkat SD, lima kelompok finalis dari tingkat SMP dan lima kelompok finalis dari tingkat SMA. Untuk penentuan juara pertama, kedua dan ketiga. Pada babak final ini, mereka mendapatkan sepuluh soal, yang masing – masing soalnya, hanya diberikan waktu lima menit untuk pengerjaannya. Kelima peserta tingkat SD berada dipanggung sebelah kiri. Dihadapan mereka ada dua soal yang akan mereka kerjakan pertama kali, setelah lima menit, mereka akan bergeser kesebelahnya untuk mengerjakan soal lanjutan. Setelahnya barulah mereka rolling rempat duduk. Yang belakang pindah ke meja paling depan, lalu yang di depan mundur ke meja belakangnya. Berlaku juga untuk kelima kelompok tingkat SMP dan SMA. Kelompok SMP berada di meja tengah panggung. Sedangkan kelompok SMA ada di sebelah kanan panggung. Master of Ceremony memberikan aba – aba pada mereka untuk segera mengerjakan dan berhenti untuk berpindah pada soal selanjutnya. Ketegangan begitu terasa di dalam ruangan itu. Terlihat jelas wajah – wajah para peserta mulai dilipuri rasa cemas. Para guru pendamping pun juga demikian. Soal demi soal mereka kerjakan. Waktu tinggal lima menit, untuk mengerjakan soal terahir.  “Waktu kurang 30 detik lagi.” Kata MC (master of ceremony). Beberapa dari peserta telah meletakkan alat tulisnya. Namun ada juga yang masih buru – buru menulis hasil perhitungannya. “Lima, empat, tiga, dua, satu. Waktu selesai. Kepada para panitia, diminta untuk segera mengambil lembar jawaban mereka.” “Adik – adik, dipersilahkan turun dulu ya. Duduk di kursi dengan para guru kalian. Sementara para juri akan mengoreksi hasil kalian. Apa kalian mau main game?” “Mauuuuuuu.” Mereka serentak menjawab. “Kalau begitu mari kita berdisi semua.” “Lalu ikuti kakak bernyanyi dan gerakan kakak ya.” “Iyaaaaaaaa.” “Kalau kau suka hati tepuk tangan” Prok. Prok. “Kalau kau suka hati tepuk tangan” Prok. Prok. “Kalau kau suka hati mari kita lakukan, kalau kau suka hati tepuk tangan.” “Bisa ya?” “Bisaaaaaa.” “Nah sekarang kita ganti nadanya begini, kalau kau suka hati tunjuk mata. Telunjuk kalian harus menunjuk mata. Jangan terkecoh dengan telunjuk kakak ya. Kalau kalian mengikuti gerakan kakak, maka kalian gugur dan harus duduk kembali. Mengerti?” “Mengertiiiiiii.” “Kalau kau suka hati tunjuk telinga. Hayooo siapa yang malah nunjuk mata. Ayo duduk. Telinha kok dimata. Hahahaha.” Hampir separuh dari peserta game duduk kembali. “Kita lanjut ya?” “Iyaaaaaa...” “Kalau kau suka hati tunjuk hidung. Hayoooo siapa itu yang nunjuk di kening. Duduk ya, ga boleh curang.” Mereka sangat senang dengan permainan itu. Hilang sudah ketegangan mereka setelah mengerjakan soal – soal yang sulit. Hingga tinggal 5 peserta yang tersisa. “Wah sudah tinggal lima nih. Ketiga pemenang nanti akan mendapat hadiah dari sponsor berupa tas sekolah. Kita main sekali lagi ya.” “Kalau kau suka hati tunjuk telunjuk. Hahahaha ternyata salah semua. Sekali lagi ya.” “Kalau kau suka hati tunjuk mata teman. Hahahahaha. Ayo ayo yang salah segera duduk dan yang benar segera naik kesini.” Hanya ada dua peserta yang bergerak benar. “Wah sisa satu nih. Buat kakak saja ya?” “Huuuuuuu.” “Yaudah, kalian bertiga hom pim pa siapa yang menang mendapat tas ini.” Permainan selesai. Tim koreksi sudah hadir lagi di gedung. Hasil sudah ditangan. Tinggal menunggu untuk pengumuman. Ketua panitia mengumumkan para juara, mereka satu persatu naik ke panggung. Bergilir mendapatkan piala beserta hadiah – hadiah. Wajah mereka begitu sumringah. Jerih payah mereka sudah terbalas dengan hasil yanh memuaskan. Sorak sorai dari peserta lain riuh memeriahkan acara tersebut. Sementara Ara masih duduk di balik tembok gedung acara. Dia merasa malas ada di dalam gedung. Malas kalau harus berdebat dengan Fira lagi. Lebih baik dia menyendiri. Acara selesai, para panitia mengadakan evaluasi acara lalu melanjutkan dengan beres – beres gedung. Sementara mereka berberes, kak yuga dengan pedenya menyetel lagu dangdut dari hapenya dan disalurkan se sound system. Tak perlu aba – aba, mereka berjoget bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN