Tanpa melepaskan pandangannya, Dion mendekat dan langsung memeluk tubuh hangat yang kini berada dibawahnya.
Kembali mereka berciuman, kali ini lebih panas lagi daripada tadi. Tubuh liat laki-laki berotot yang bergesekan dengan sosok halus ramping nan padat telah menghadirkan beribu getaran listrik yang menyengat mereka.
Panas bibir sang lelaki yang kembali meninggalkan bibir lembut Mona, dengan mantap menyusur kebawah dan mencumbui seputar leher jenjang itu. Mona kembali mendesah menahan rasa.
Tak dapat dimungkiri, Dion memang selalu menjadi juara baginya dalam urusan ini. Seluruh tubuhnya merinding bergetaran bak semua bulu halus di sekujur badan berdiri serentak karena sentuhan bibir itu.
Napas Mona tersendat dan terasa berat ketika secara perlahan dan konstan, Dion menggelitik menggunakan bibir dan lidahnya pada pangkal leher dan bergeser menuju pundaknya.
Kemudian, napasnya kembali tercekat saat lelaki itu mengangkat sebelah tangan Mona dan demikian rupa menekuknya hingga wanita itu menyentuh puncak kepalanya sendiri dengan tangan.
Sebuah jeritan kecil keluar dari bibir wanita itu tanpa dapat ditahan lagi, saat dengan mesra hidung dan bibir Dion menggemasi ketiak Mona yang terbuka.
Wanita itu menggerinjal dan menggeliatkan tubuhnya berusaha melepaskan diri dari siksaan geli namun nikmat pada bagian itu.
Namun Dion tetap tak mau melepaskan pegangannya pada lengan Mona. Dengan erat, lelaki itu menggenggam dan mempertahankan posisi lengan agar Ia tetap leluasa menciuminya.
Rontaan Mona yang semakin lama menjadi lemah karena gairah, akhirnya berakhir dengan lunglainya seluruh tubuh yang menjadikan wanita itu lemas tak bertenaga.
Ia kini hanya mampu mendesis dalam desah tertahan dan kemudian mengerang serak ketika Dion memperlakukan sebelah lengannya yang satu lagi dengan perlakuan yang sama.
Gelinjang dan rontaan lemah itu seakan menghadirkan seluruh gairah yang kini menjadi semakin tak terkendali.
Dengan satu gerakan ringan, bibir yang akhirnya meluncur turun dari pangkal lengan itu merambah area d**a Mona yang demikian padat. Sebuah bagian yang demikian menggiurkan dalam usia sang wanita yang telah matang.
Kecup dan gelitik yang bibir serta lidah yang hinggap disitu demikian terasa memabukkan. Mona terombang-ambing dalam sebuah hasrat purba yang kini menjadi semakin mendesak untuk terpenuhi. Ia mengerang, menggelinjang dan bahkan menjerit sambil meremas belakang kepala Dion dengan tangannya yang telah sepenuhnya bebas.
Dion bergeming, laki-laki itu tetap dengan keasyikan menikmati semua yang terhidang dihadapannya. Hasratnya kini menjadi tergugah ke permukaan ketika melihat betapa Mona telah sepenuhnya pasrah dan mendamba padanya.
Sekarang, Ia kembali lagi terjebak dalam naluri yang selama ini telah menyesatkan dirinya. Semuanya tak dapat Ia tolak dan abaikan begitu saja. Tubuh mungil padat menggairahkan itu benar-benar telah membangkitkan sisi buas dalam dirinya.
Dengan sekali sentak, kain penutup terakhir wanita itu terlepas. Dan kini Ia berada dalam keadaan tanpa satu benangpun menutupi tubuhnya.
Dion merangkak diatas tubuh Mona, lalu kembali mencumbui d**a indah tersebut sebelum akirnya kecupannya bergeser menuju bawah dan semakin ke bawah lagi....
“Ahh, Dion....”
Mona menjerit kecil ketika kewanitaannya yang telah begitu basah menjadi pelabuhan bibir Dion. Lembut merayu dan perlahan, bibir itu mengecup miliknya yang paling intim.
Ia mengecap, mencium dan mencampurkan kehangatan serta kebasahan bibir dengan kelembaban yang telah berada di sana.
Mona benar-benar lupa diri. Segala nikmat dan sensasi itu melambungkan hasrat purbanya dengan tinggi. Ia mendesah dan merintih, kemudian menjerit keras saat lidah yang mencari-cari sesuatu di bawah sana menemukan satu titik yang membuat tubuhnya meronta keras.
“Diooonn.. Hhhh...” Tak dapat dihindarkan lagi, inti kewanitaannya kini menjadi sasaran lumatan bibir Dion yang seakan tengah kehausan.
Bibir itu terus mengecup dan kemudian lidah panas sang lelaki menggantikannya untuk melecut dan merejamnya dengan sejuta nikmat.
Serasa gila, Mona menjerit sambil menggelinjang dan meronta...
Lalu,
“Mmmmhhhhh... Sekarang, sayang.... sekarang....,” Mona meminta dalam getar suara yang begitu memelas.
Dan beberapa saat kemudian,
“Diooonn.... Ohhh...”
Pekik tertahan berubah menjadi sebuah jeritan saat sepasang tangan Mona menjambak rambut Dion dengan keras, bersamaan dengan dirasakannya sebuah ledakan dahsyat yang meluluhlantakkan jiwa.
Lalu, semuanya hening...
Dion melepas penutup terakhir tubuhnya, lalu kembali merayap keatas dan menindih tubuh mungil itu sembari merangkumnya dalam sebuah pelukan hangat.
Ciumannya disambut pagutan gemas dari bibir Mona. Semua rasa yang Ia dapatkan tadi, Ia tumpahkan dalam kecup ganas bibirnya pada Dion. Dion juga tak mau kalah, Ia melayani semua itu dengan kepiawaian yang memabukkan Mona kembali.
Hingga suatu ketika, Mona membuka kedua kakinya semakin lebar sambil bergerak mencari-cari...
“Yahh.. Iya, Yon... iya.... Hmmfff...” desah nikmat itu muncul dari kedalaman tenggorokan Mona ketika benda yang Ia inginkan telah berhasil memasuki bagian dirinya dengan lembut.
Keduanya terdiam sejenak. Mona menarik wajahnya untuk melepaskan diri dari pagutan bibir lelaki itu. Lalu dengan penuh tatapan cinta, wanita itu mengelus pipi Dion yang kini juga tengah tersenyum memandangnya. Kemudian, Mona kembali mengangkat wajahnya sambil menarik kepala Dion untuk merapat padanya.
Sepasang bibir kembali bertemu, kali ini dengan penghayatan yang begitu memabukkan jiwa. Kecup demi kecup berlalu, lalu berubah menjadi sebuah pagutan erat dari sang wanita saat Dion menggerakkan bagian bawah tubuhnya dengan perlahan.
Konstan dan tetap lembut, gerakan itu mengayun membuai jiwa raga sang wanita yang segera melepaskan pagutan bibirnya. Sekali ini, Ia melenguh saat gesekan lembut di bawah sana menjadi semakin menghanyutkannya.
Kemudian, Mona segera mengikuti irama gerak tubuh yang berada diatasnya, karena Ia sudah tak mampu menahan semua rasa itu.
Gerakan yang tadinya lembut berubah menjadi agak cepat, sehingga Mona menjadi semakin tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Ia mengerang kini, sambil mempercepat gerakan tubuh sebagai isyarat kepada Dion untuk segera memenuhi hasratnya.
Dionpun mengerti. Dengan gerakan cepat namun masih tetap dalam kelembutan, Ia kini mengayunkan tubuhnya. Mona menjerit, merintih dan menggelinjang keras saat semuanya menjadi semakin dekat pada akhir penyelesaian.
Dengan gerakan gemas, telapak tangannya mencengkeram bahu Dion dan mengguncangkan tubuhnya sendiri untuk meredakan semua sensasi yang Ia terima kini. Semakin cepat dan keras keduanya bergerak, erang dan rintihan tiada putus keluar dari bibir Mona yang setengah terbuka...
Lalu, “Ohhh... Diooon. Yess... Now, Yess.. Hhhhhh....”
Sebuah pelukan erat mengakhiri jeritan Mona yang punggungnya telah terangkat dengan wajah menempel erat pada d**a Dion. Tanpa sadar, Ia menggigit d**a itu dengan keras dan meninggalkan bekas merah mebentuk susunan gigi yang rapi dan kecil....
Lalu semua menjadi hening, hanya terdengar dengus napas yang masih memburu yang kadang tersendat seperti sesunggukan, sesaat setelah secara bersamaan mereka menumpahkan seluruh ketegangan dalam sebuah ledakan dahsyat.
Lalu, seluruh beban tubuh Dion menindih dengan sempurna tubuh mungil di bawahnya. Mereka berpelukan, sebelum akhirnya sang lelaki menggulingkan badannya ke samping sambil tetap memeluk tubuh mungil menggairahkan itu.
“Thaks, Dion. Aku sayang kamu,” bisik lemah keluar dari bibir Mona yang kini seperti dalam keadaan setengah sadar.
“Be your pleasure, Maam,” jawab Dion lembut sambil tetap memeluk Mona dari belakang.
Merekapun akhirnya terlelap dalam keadaan masih berpelukan hingga pagi menjelang.
***