BAB 9 - Perfect Photo

1088 Kata
Mereka sampai tujuan tepat seperti direncanakan. Karena masih menyisakan banyak waktu, berarti ada kesempatan untuk beristirahat dan mempersiapkan diri untuk menyambut golden sunset sebagai obyek foto sekaligus latar belakang pemotretan Mona. Cottage yang mereka tempati juga tak mengecewakan. Tempatnya bersih, bagus dan menghadap langsung ke hamparan perkebunan yang berpagar Gunung Batukaru sebagai batasnya. Pada teras yang menghadap ke landscape tersebut, terdapat sebuah infinity pool yang letak bibir kolam seberangnya berada pada ketinggian. Dari tempat itu juga, sebuah pemandangan luar biasa akan dapat bisa dilihat jika kita memandang ke arah utara. Di sisi gunung, nun jauh di seberang sana terdapat pemandangan laut jawa yang luas. Sungguh sebuah perpaduan keagungan alam yang indah antara gunung dan laut. “Wooww ... I like it. Its wonderfull...” Mona tak dapat menahan diri untuk berteriak kagum melihat pemandangan yang terbentang di hadapan mereka. “Dan kamu perlu tahu, beberapa jam lagi kita akan disuguhi hamparan alam yang benar-benar amazing,” sahut Dion yang ikut tersihir pesona alam tersebut. “Kenapa harus nunggu berapa jam? Kejutan kah?” “Bukan, Boss. Kita tunggu matahari bergerak untuk bersembunyi di balik gunung itu. Benar-benar indah dalam cahaya emasnya.” “Wow, benarkah?” “Its true, dan kamu harus sudah selesai mempersiapkan diri untuk pemotretan agar tak melewatkan momen singkat tersebut.” “I’m ready. Let’s rock and roll. Aku mau semua pose cantik, dan aku juga mau mengabadikan seutuhnya keindahan tubuhku tanpa balutan apapun disini.” “Are you sure?” “Yes, I am. Selagi masih sedap dipandang, aku ingin mengabadikan itu dalam hasil foto-foto yang bagus dari sang Master fotografi.” “Oke, I’m ready too...” Percakapan mereka terdengar dengan jelas, baik oleh Nina maupun Upiek. Dan itu adalah sebuah obrolan yang sangat biasa di dengar dalam dunia mereka. Tak membuang waktu, Nina segera mempersiapkan peralatan Dion. Meski tak diminta untuk melakukan setting lengkap pemotretan, namun tetap saja Nina mempersiapkan dengan sebaiknya karena demikian takjub dengan semua pemandangan di depan mereka. Karena waktu yang tersedia cukup lama hingga menunggu menjelang terbenamnya matahari, Dion mengusulkan mereka untuk lebih dahulu mengunjungi air terjun yang tampak di kejauhan. Setelah dua unit ATV disiapkan oleh pengelola cottage, mereka segera meluncur beriringan dengan menembus perkebunan untuk menuju air terjun Melanting yang tak jauh dari situ.  Begitu sampai, tak butuh waktu lama bagi Mona untuk menjadi ‘gila’. Awalnya Ia melakukan bermacam pose biasa dari pinggiran air terjun yang sunyi setinggi 200 meter itu. Setelah bebarapa lama, Ia mulai menceburkan diri dalam kejernihan air, dan kemudian semua menjadi tak terkendali.... Awalnya, hanya pakaian luar saja yang Ia lepas untuk pengambilan gambar. Kemudian, ketika semua menjadi semakin mengasyikkan dan didukung juga sepinya tempat itu... dengan berani, Mona melepaskan semua penutup tubuh dan melakukan berbagai pose ‘on the nude’ baik di dalam air maupun diatas bebatuan gunung. “I’m free...!!” Demikian teriaknya berkali-kali sambil memperlihatkan gaya lepas dan ekspresi kebahagiaannya. Tiada rasa canggung maupun jengah dari Ia yang merasa tengah terbebas dari semua belenggu. Lalu, “Upiek ... temani aku. Came on ...” Sang asisten pribadi dipaksa untuk turut menceburkan diri dan mengikutinya bergaya di depan kamera. Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah dua orang wanita sama-sama cantik terlihat sedang bermain air di bawah air terjun indah dalam gaya jaman paling primitif. Upiek terpaksa melepas semua penutup tubuhnya setelah Mona memintanya dengan sangat. Dion dan Nina saling bahu membahu untuk mengabadikan sebanyak-banyaknya momen tersebut. Karena waktu yang singkat dan momen tak direncanakan, keduanya melakukan pengambilan gambar dengan cepat. “Nina, let’s ‘Spray and Pray’. Hurry, bantu aku.” Dion berteriak memberi komando. “Siap.” Nina segera menyiapkan kameranya sendiri dan langsung terjun dalam sedut pengambilan gambar dengan angel yang berbeda. ‘Spray and Pray’ itu sendiri adalah instilah fotografi yang memiliki arti sebagai pengambilan gambar sebanyak-banyaknya, dan sebuah doa agar nanti dapat memilih gambar-gambar terbaik dan unik dari hasil bidikan cepat itu. Seakan tengah mengabadikan tingkah polah anak yang sedang bermain air, Dion dan Nina menjadi terseret kegembiraannya. Dua orang itu lantas saja ikut berteriak untuk memberi arahan bagi dua orang nekad yang tengah merasa menjadi manusia merdeka itu. Sampai akhirnya, “Stop, sekarang hampir mendekati pukul lima sore. Sebaiknya kita kembali ke infinity pool untuk melakukan sesi pemotretan disana.” Mereka bergegas memberesi semuanya, lalu meluncur menuju cottage yang hanya membutuhkan waktu perjalanan sekitar sepuluh menit. Begitu tiba di sana, Nina menata tempat yang akan menjadi spot pengambilan gambar. Dengan cekatan, Ia mengambil beberapa properti yang ada agar setting tempat menjadi lebih natural. Coctail wellcome drink yang belum sempat diminum, buah dan beberapa barang Ia letakkan di tepi kolam renang. Kemudian, dengan sigap pula Ia memasang beberapa alat yang akan dipergunakan sebagai fill pengisi cahaya. Dion hanya memandangi apa yang dilakukan Nina tanpa berkomentar sedikitpun. Selama menjadi asistennya, gadis itu memang telah biasa berkreasi tanpa diminta untuk mengatur beberapa detil kecil. Karena seleranya memang bagus, Dion selalu menyukai sentuhan-sentuhannya dalam menambah hidup obyek foto yang Ia ambil. Tampaknya Nina sudah selesai menata setting tempat tersebut. Ia berdiri agak menjauh, sekali lagi menyapu pandangan ke segala sudut dan mengangguk dengan puas. Kemudian, gadis itu menoleh ke arah Dion dan hanya disambut sebuah anggukan tanpa sepatah katapun. Bagi Nina, itu sudah cukup. Si Boss telah puas dan sepakat. Karena kalau tidak, Ia pasti akan melontarkan kritik dengan sedikit pedas. Take foto sesi ketiga hari ini dimulai, “Nina, tolong wide angle lens. Nanti kamu siap fill light. Mungkin nanti kita bisa ambil sunset sebagai background dan obyek utama yang terang.” “Oke, siap.” “Yup, nyalakan jika sudah saya beri aba-aba. Tidak semua frame akan kita beri fill light, biarkan saja mayoritasnya memakai ambeint light.” “Siap, Boss.” Nina menutup diskusi dengan gaya santai. “Baiklah ... silakan sang dewi senja ... ayooo ... came on, Darling. Kita harus memburu waktu,” teriak Dion selanjutnya pada Mona yang masih mempersiapkan diri. “Oke, siap.” Beberapa saat kemudian wanita itu muncul dengan bikini two piece yang begitu seksi. “Lets go, Dear. Make everything to be amazing.” “Be your pleasure, Ma’am.” Empat puluh lima menit pengambilan foto yang menakjubkan berjalan dengan santai tapi serius. Mengejar waktu dari cahaya lembut senja hingga sampai  menjelang tenggelamnya sang surya ke punggung gunung benar-benar membutuhkan keahlian yang mumpuni dalam mengatur pencahayaan agar menjadi rangkaian gambar yang sempurna. Beberapa kali Mona berganti kostum. Dengan dilayani asisten pribadinya, Ia mengganti pakaian on the spot alias di tempat itu juga mengingat waktu yang sempit jika harus bolak-balik ke ruang ganti. Dan tentu saja, tiap kali jeda ganti kostum selalu di isi dengan pengambilan gambar tanpa busana. Itu memang sudah kehendak dan keinginan Mona karena Ia pribadi berniat untuk mengkoleksi foto-foto tersebut. Begitu percayanya artis papan atas itu pada Dion maupun Nina, sehingga tak sedikitpun merisaukan hal-hal buruk yang akan terjadi jika hasil foto tersebut akan bocor ke publik. Sekali lagi, Dion menunjukkan bakat dan ketenangannya yang besar. Nina, asisten tomboy juga tak pernah mengecewakan boos-nya. Ia begitu cekatan dalam mengantisipasi segala sesuatu. Dan, bagi Dion hal tersebut menunjukkan satu arti ; Nina memang berbakat dan telah banyak menguasai tehnik-tehnik yang selama ini Ia ajarkan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN