Chapter 5 – Truk Aja Gandengan, Masa Lo Sendokiran?

1372 Kata
Masih mengenang bagaimana Ezra menemukan malaikat hatinya. Tepat tiga hari setelah berbagai perlombaan diadakan, tibalah hari yang dinanti-nantikan. Hari itu adalah hari tepat sekolah mereka berusia 30 tahun. Pihak panitia sudah membuatkan rangkaian acara penutupan ulang tahun yang meriah. Bahkan, mereka mengundang beberapa penyanyi papan atas untuk memeriahkan acara. Hari itu para siswa diperbolehkan tidak mengenakan seragam sekolah dan mengenakan pakaian bebas asal sopan. Indah dan seluruh panitia sudah hadir di sekolah sejak pagi untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar. Acara tersebut benar-benar berlangsung dengan meriah. Semua siswa dari SMP dan SMA yayasan pendidikan tersebut datang untuk meramaikan suasana. Namun, setelah dua jam acara berlangsung, tak jua Ezra terlihat batang hidungnya. Indah pergi menjauh dari area utama panggung gembira untuk menelepon Ezra. “Ya, Ndah,” ujar Ezra menjawab panggilan Indah. “Zra, lo di mana?” “Di rumah.” Indah menghela napas lelahnya setelah mendengar jawaban Ezra. “Ke sekolah sekarang! Acaranya udah mulai dari tadi.” “Hmm … g-gue lagi gak enak badan.” “Yah … ya udah deh. Padahal gue udah siapin konsumsi buat lo.” “Sorry, ya.” “Kalau udah mendingan, dateng aja ke sekolah. Di sini rame lho. Acaranya meriah.” “Ya, lihat nanti aja.” Ezra merasa hari itu badannya segar bugar. Ia tidak merasakan sakit sedikit pun. Namun, hatinya terasa sakit setiap mengingat bagaimana murid-murid di sekolah itu memperlakukannya. Walaupun ada Indah di sana, tetap saja ia tidak bisa sering-sering bersama Indah. Teman-teman Indah tidak menyukai dan menerima keberadaannya di sekitar Indah. Ia juga tidak mau Indah menjadi bahan ledekan satu sekolah karena menjadi teman dekatnya. Oleh karena itu, Ezra kembali berbaring di sun bed kolam renang rumahnya seraya memainkan game di ponselnya. “Den, udah waktunya makan siang. Bibi siapkan makanannya, ya,” ujar seorang wanita paruh baya yang sudah lama bekerja untuk keluarga Ezra. “Oh, iya, Bi.” Ezra bangkit dari sun bed lalu melangkah menuju meja makan. Rumahnya sangat luas dan mewah, tetapi Ezra sering merasa kesepian di rumah. Hanya ada asisten rumah tangga, satpam, dan dua ekor anjing husky yang setia menemaninya di rumah. Ezra menyantap makan siangnya dengan perasaan bersalah. Indah sudah menyiapkan konsumsi untuknya. Ia tahu bahwa sudah menjadi tugas Indah sebagai seksi konsumsi untuk menyediakan konsumsi selama acara ulang tahun sekolah mereka berlangsung. Namun, rasa bersalah tak mau hilang dari perasaannya. Ingin sekali Ezra segera berangkat ke sekolahnya, tetapi ia juga tidak mau mengecewakan bi Minah yang sudah repot-repot memasak makan siang untuknya, maka ia pun menyantap makan siangnya dengan cepat lalu bergegas untuk pergi ke sekolahnya. “Bi, tolong bilangin ke Pak Mardi ya saya mau berangkat ke sekolah sekarang,” ujar Ezra dengan suara yang terdengar cukup keras agar bi Minah yang sedang ada di dapur mendengarnya. “Ya, Den,” balas bi Minah. “Yaelah, baru juga gua nangkring,” ujar pak Mardi yang ikut mendengar suara Ezra dari arah dapur. *** Ezra mengambil beberapa baju dan celana dari dalam lemari lalu mencoba memadukan dan memadankan beberapa di antaranya. Hari itu ia tidak mau tampil sebagai pria culun. Namun, setelah beberapa kali mencoba pakaiannya dan bercermin, ia menghela napasnya dan berujar, “Emang gue tuh culunnya gak ada obat!” Tok tok tok. Terdengar suara ketukan pintu kamar tidur Ezra yang terletak di lantai dua. “Ya?” ujar Ezra menjawab panggilan ketukan pintu itu. “Den, pak Mardi udah siap mau nganter ke sekolah,” ujar bi Minah. “Oh … oke. Sebentar lagi saya turun ke bawah.” Kedua anjing husky menggonggong pada Ezra. Mungkin dipikirnya tuannya ini lama sekali berpikirnya padahal apa pun yang dipakainya sudah oke. Lagipula semua pakaian miliknya berharga mahal. Setelah hampir satu jam berpikir, Ezra memilih mengenakan celana jeans, kaos putih, dan jaket yang juga dari bahan jeans, dilengkapi dengan sepatu sneakernya. Ezra kembali memastikan tampilannya di cermin. Harusnya ia sudah tampil dengan ganteng. Namun, rasanya tetap saja ia tidak bisa sekeren Dave, Elijah, Nares, Ivan, Angga, dan pria-pria populer lainnya di sekolah. Ah sudahlah, pikirnya. Setidaknya Indah tetap menerima penampilan dirinya apa adanya. Itu sudah lebih dari cukup. Ia tidak mau membuat orang lain terkesima padanya. Ia hanya mau terlihat tampan di mata Indah, sang gadis pujaan hatinya. *** Setibanya di sekolah, Ezra mendapati hiruk pikuk kemeriahan yang terjadi di pesta perayaan hari jadi sekolah yang ke 30. Ia sibuk mencari Indah yang entah berada di mana dan sibuk menolak tawaran para penjaja makanan, minuman, dan action figure yang diberikan kesempatan untuk berjualan di bazaar sekolah. Ia tidak tertarik pada apa pun kecuali Indah. “Ezra!” Suara merdu itu berhasil menghentikan Ezra dari langkah kakinya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Indah sedang tersenyum memandanginya. “Gue kira lo gak dateng. Makasih ya udah mau dateng,” lanjut Indah. “Maaf ya gue telat datengnya,” balas Ezra. “Gapapa banget! Oh ya, lo udah baikan?” Ezra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia jarang terserang penyakit. Namun, ia sering kali merasa sakit ketika berada di sekolah. Obatnya? Tentu Indah. “Eh, kita nonton Fresh yuk," ajak Indah. “Fresh?” “Fresh Band. Ih kan udah lama diumumin sekolah kita akan ngundang Fresh Band pas acara ulang tahun sekolah.” “Oh ya ampun, sorry, lupa. Ayo, Ndah.” Baru saja Ezra akan melangkah bersama Indah menuju gymnasium sekolah mereka yang dijadikan venue panggung gembira, seseorang memanggil gadis cantiknya. “Oy, Ndah, Fresh Band udah mau naik panggung. Buruan!” Ternyata suara itu berasal dari Dave. Pria populer itu tanpa sungkan menarik tangan Indah untuk mengikutinya ke gymnasium. “Eh, bentar Dave,” ujar Indah seraya melepaskan genggaman tangan Dave dan berlari menuju Ezra yang masih mematung setelah kekasih hatinya diboyong pria lain. “Ezra, ayo,” ujar Indah pada Ezra. Dave tampak menghela napas kesal setelah Indah mengajak Ezra. “Ya elah, ngapain sih anak kayak gitu lo ajak? Mana ngerti dia sama musik zaman sekarang.” “Ya makanya gue ajak si Ezra nonton biar dia ikut paham,” jawab Indah santai. Tanpa ragu Indah menggandeng tangan kanan Ezra yang membuat pria muda itu gugup. “Ayo, Zra.” Ezra pun mengikuti langkah kaki Indah. Ke mana pun Indah pergi, ia akan terus mengikutinya. Biarkan saja Dave yang memasang raut wajah seram bak singa yang akan menerkam mangsanya. Saat itu yang dirasakan Ezra hanyalah dirinya sedang berada dalam surga yang sangat indah. Syukurlah Indah dan Ezra, serta Dave berhasil mendapatkan posisi tepat di depan panggung sehingga mereka dapat menonton aksi Fresh Band dengan sempurna. Semua lagu-lagu romantis yang dibawakan oleh band tersebut mampu menyihir ratusan siswa dan siswi sekolah swasta tersebut. Ezra tidak peduli lagu apa yang sedang dibawakan. Ia hanya mempedulikan Indah yang tampak bersemangat dan gembira dapat menyaksikan band favoritnya dan lagu-lagu kesukaannya. Sementara itu, sedari tadi Dave hanya sibuk merangkul Indah agar Indah tidak terlalu dekat dengan Ezra tanpa pria itu tahu bahwa sedari tadi tangan kanan Indah tak lepas dari genggaman tangan Ezra. *** Setelah acara pesta ulang tahun sekolah resmi berakhir, Ezra kembali pulang ke rumahnya dengan hati riang gembira. Tak dipedulikannya betapa mengerikan tatapan para teman-teman dekat Indah dan pria-pria yang juga mengincar gadis pujaannya itu selama ia dan Indah menikmati permainan ciamik dari artis kondang yang didapuk sebagai pengisi acara. Selama ada Indah di sisinya, tatapan sinis padanya hanyalah butiran debu yang tak penting dan sangat mengganggu, serta sangat patut dimusnahkan agar tak mengganggu pemandangan. Sayangnya, kegembiraan meluap yang dirasakan Ezra segera berakhir begitu ia kembali hadir di rumah mewah milik orang tuanya. Kedua orang tuanya mengumumkan padanya bahwa sang ayah harus pindah ke Amerika karena ayahnya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dengan pendapatan lebih paripurna di sana. Mau tak mau sang istri dan anak pria itu pun harus menuruti keinginan sang kepala rumah tangga untuk pindah ke negeri Paman Sam. Ezra masuk ke dalam kamar tidurnya setelah perdebatan tiada guna yang terjadi di ruang keluarga antara dirinya dengan kedua orang tuanya, serta kedua anjing husky yang ikut hadir di sana. Ezra ogah pindah sekolah, tetapi ayah dan ibunya tidak mau melepaskan Ezra sendirian di Jakarta. Oleh karena itu, Ezra terpaksa mengikuti kemauan orang tuanya. Ia membanting semua barang yang bisa dibantingnya. Untunglah ada anjing kesayangannya yang menghiburnya, yang sebentar lagi juga akan ia tinggalkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN