Eps. 12. Menghasut Warga

1083 Kata
Kokom tersenyum miring dan kembali menatap ke arah Sukma yang juga saat itu hanya mematung, serta menundukkan wajahnya. Gadis itu terlihat bingung dan tak tahu bagaimana akan menghadapi Kokom, yang sudah pasti akan menuduhnya macam-macam. "Aku tidak pernah menyangka, gadis yang dikenal semua orang sangat polos dan lugu di desa ini, ternyata tidak lebih dari seorang gadis murahan." Kokom mencemooh penuh kebencian. "Bisa-bisanya kamu menyimpan seorang laki-laki di rumahmu, Sukma! Kalian berdua pasti sudah berbuat asusila disini dan ini benar-benar sangat memalukan!" umpat Kokom dengan satu ujung bibir terangkat, serta memberi hinaan terhadap Sukma dengan kata-kata yang membuat telinga gadis itu seketika terasa panas. "Tolong jaga bicaramu, Mbak Kokom! Aku dan Bang Danu tidak seperti yang kamu tuduhkan! Kami tidak pernah berbuat asusila disini!" Sukma balas menatap Kokom dengan sorot mata tajam. Hatinya sangat tidak bisa menerima, semua tuduhan kotor Kokom tentang dirinya. "Cih! Sudah tertangkap basah masih mengelak juga kamu! Perbuatan yang kalian berdua lakukan disini, sudah mencemari dan mencoreng nama baik seluruh warga desa!" Kokom menegaskan lagi caciannya. Bias kelicikan seketika tergambar di paras menor wanita tersebut. Apa yang dia lihat di rumah Sukma pagi itu, seakan memberinya sebuah ide untuk bisa menjauhkan gadis itu dari Budi, suaminya. "Aku akan melaporkan kalian berdua kepada kepala desa! Semoga saja kalian secepatnya diusir dari desa ini!" Kokom menarik tangan Sukma dan Danu, menyeret keduanya hingga di teras rumah. "Hentikan! Tunggu dulu, Mbak! Kami tidak pernah berbuat hal kotor seperti yang kamu tuduhkan! Ini semua salah paham." Danu melepaskan tangannya dari Kokom, sehingga ketiganya kembali berdiri di teras rumah itu seraya saling melempar tatapan sinis. "Tolong jangan lapor kepada kepala desa. Kami bisa jelaskan semuanya." Danu memohon dengan nada memelas. Pastinya dia sangat khawatir, apabila Kokom benar-benar akan melapor kepada kepala desa, sebab bukan hanya dirinya yang akan dalam masalah besar, tetapi Sukma juga pasti akan ikut terseret. "Tidak ada yang perlu dijelaskan! Kepala desa harus tahu tentang perbuatan tercela kalian, karena kalian berdua sudah sangat meresahkan semua warga disini." Tak mengindahkan permohonan Danu, Kokom kembali menarik tangan Danu dan Sukma, sangat tidak sabar ingin menggiring keduanya ke kantor kepala desa. "Eh ... ada apa disini?" Tepat di waktu yang sama, dua orang petani sayur yang akan berangkat ke kebunnya, kebetulan melihat keributan yang terjadi di sana. Karena penasaran, bergegas kedua orang itu masuk ke halaman rumah Sukma dan ingin mencari tahu apa yang tengah terjadi. "Lihat dua orang ini, Mbak!" Kokom menudingkan terunjuknya ke arah Sukma dan Danu. "Ternyata selama ini Sukma menyimpan seorang laki-laki di rumahnya, dan mereka sudah berbuat hal yang melanggar norma kesusilaan." Tanpa memberi kesempatan Sukma dan Danu menjawab, Kokom langsung menyela, mendominasi pembicaraan. "Sukma dan laki-laki berwajah cacat ini sudah berbuat zina. Mereka berdua sudah mencemari desa kita," sambung Kokom berusaha menghasut. "Tidak, Mbak! Semua itu tidak benar. Kami tidak pernah melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Tuduhan Mbak Kokom tidak beralasan." Walau dengan bersusah payah, Sukma tetap membela diri. "Iya, Mbak. Itu benar. Kami tidak pernah melakukan hal tidak terpuji seperti yang Mbak Kokom tuduhkan." Danu juga ikut menimpali penjelasan Sukma. Dua orang yang salah satunya adalah warga pemilik kebun sebelah, serta sempat Sukma dan Danu temui di kebun kemarin, seketika menoleh dan menatap Sukma dan Danu bergantian dengan sorot penuh kecurigaan. "Laki-laki ini yang kemarin kamu akui sebagai saudara jauhmu, 'kan?" Wanita itu bertanya dan terus memberi tatapan menelisik terhadap Sukma dan Danu. "Ternyata wajahnya cacat dan terlihat sangat menyeramkan." Wanita itu bergidik seraya tersenyum mencibir. "Iya! Dan mereka juga tinggal serumah tanpa ikatan. Walau saudara jauh, tapi mereka tidak seharusnya berdua tinggal di satu atap. Orang-orang pasti akan menganggap ini perbuatan zina." Kokom terus menghasut. Dia berharap wanita yang juga adalah warga desa yang sama dengan mereka itu, ikut mendukungnya untuk melaporkan prihal Sukma dan Danu kepada kepala desa. "Yang dikatakan Mbak Kokom benar. Aku sudah dari kemarin curiga sama mereka berdua. Perbuatan tercela seperti ini sangat tidak pantas dicontoh warga lain." Wanita itu mengangguk cepat, ikut mendukung semua tuduhan Kokom. "Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo segera kita bawa mereka ke kantor kepala desa!" ajak Kokom, kian mempengaruhi. "Iya, ayo!" Kedua warga itu langsung mengikuti Kokom, menarik paksa tangan Sukma dan Danu untuk mereka bawa ke kantor kepala desa. "Hentikan! Kami tidak ada berbuat hal tidak pantas seperti yang kalian tuduhkan! Semua itu hanya fitnah!" Sukma meronta dan berusaha melepaskan diri, tetapi Kokom bersama dua warga lainnya, tetap menarik dan menyeretnya dengan kasar, keluar dari halaman rumah itu. "Ada keributan apa disini?" Warga yang kebetulan ada di sekitar tempat itu langsung berdatangan. Mendengar suara keributan yang terjadi, banyak warga lain yang seketika ikut mendekat ke arah mereka, untuk menyaksikan ada apa gerangan di sana. Jalan di depan rumah itu pun seketika ramai didatangi warga yang penasaran dengan semua penyebab keributan di sana. "Sukma dan laki-laki ini sudah melakukan perbuatan tercela. Mereka pasangan kumpul kebo dan sudah mengotori desa kita dengan perbuatan zina!" Melihat banyak warga yang datang, Kokom merasa punya kesempatan untuk kembali menyerukan hasutann serta membuat warga mendukungnya. "Iya, itu benar! Selama ini Sukma sudah menyembunyikan seorang laki-laki yang bukan muhrim di rumahnya. Semua ini sangat meresahkan dan tidak sepatutnya dicontoh oleh warga lain di desa kita." Kata-kata ujaran kebencian dari Kokom juga diperkuat lagi oleh warga desa yang sebelumnya, sehingga dengan mudah para warga di sana seketika terpengaruh. "Tidak! Itu semua tidak benar! Tolong izinkan kami menjelaskan semuanya dulu." Sukma dan Danu ikut berteriak lantang, berusaha membela diri dan memberi penjelasan terhadap semua warga yang hadir di sana. Akan tetapi, warga sama sekali tidak menggubris pembelaan Sukma dan Danu tersebut. "Aduh ... bagaimana ini?" Tangan dan kaki Sukma gemetar, keringat dingin membanjiri tubuhnya. Tuduhan bertubi-tubi dari warga membuatnya merasa sangat takut, sedangkan dia sendiri tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Begitu pula dengan Danu. Dia yang tidak mengerti apa-apa di desa itu, juga tak mampu memberi perlawanan. "Kita bawa saja mereka ke balai desa! Biar mereka sendiri yang menjelaskan semuanya di hadapan Pak Kepala Desa!" Tak ingin memedulikan teriakan dari Sukma dan Danu yang terus berusaha membela diri, warga akhirnya beramai-ramai menyeret mereka berdua menuju ke balai desa. "Rasain kamu, Gadis Sombong! Hari ini kamu dan laki-laki berwajah cacat itu pasti akan diusir dari desa ini!" Kokom tergelak dengan senyum liciknya. "Kalau Sukma sudah tidak tinggal di desa ini lagi, Bang Budi juga tidak akan pernah bisa mendekatinya lagi" Kokom menggumam dan bibirnya menyunggingkan senyum puas, penuh kemenangan. Dia sangat yakin, bahwa semua ujaran kebencian yang dia sampaikan, pasti berhasil membuat warga serta kepala desa akan mengusir Sukma dan Danu dari desanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN