Part 6

1010 Kata
Setelah selesai dari pemakaman paman Ardi, semua orang kembali kerumah untuk mulai menyiapkan acara baca yasin dan mendo'a dirumah Tante Anggi. Semua orang sibuk kesana kemari untuk menyiapkan apa apa saja yang diperlukan. Karena terlalu banyak orang , Aina tidak tahu apa yang bisa dibantu olehnya karena sudah banyak nya karyawan yang mengerjakan semua itu. Namanya juga orang kaya, para karyawan nya saja sudah cukup untuk mengerjakan keperluan ini itunya, apalagi ditambah dengan tetangga yang datang untuk membantu, tentu semakin menjadi ramai dan pekerjaan dengan cepat diselesaikan. Aina mencoba mencari Ibu nya untuk bertanya apa yang bisa di bantu, tapi bukannya bertemu dengan Ibu nya, Aina malah melihat Afnan duduk termenung sendirian dibelakang rumah, tepatnya disamping kolam ikan yang terletak sebuah bangku disampingnya. Aina mulai mendekatinya, mencoba melihat bagaimana kondisinya sekarang. Tapi betapa terkejutnya Aina saat melihat pipi Afnan yang sudah dibanjiri dengan air matanya. Mungkin dia memang sudah menangis sedari tadi, hanya saja karna terlalu malu, dia mencoba mencari tempat yang tidak bisa ditemui oleh orang lain. "Afnan?" Tanya Aina dengan nada suara yang sedikit gugup . "Hmm? Eh kamu, gak bantu yang lain?" Ucap Afnan sambil menyeka perlahan air matanya dan memalingkan wajahnya dari Aina. "Sudah banyak yang bantuin sampe aku bingung harus ngerjain apa. Hmm, itu, Afnan aku tahu ini mungkin terlalu sulit dan berat, namun kamu tidak bisa terus menangis dan meratapi nya seperti ini. Bagaimana pun, Ayahmu juga tidak suka jika melihat kondisimu sekarang seperti ini, kamu cukup bersabar dan berdoa untuknya, cobalah menjadi lebih tenang." Ucap Aina untuk menangkan Afnan. "Iya makasih. Oh ya masalah pernikahan kemaren kamu minta bantu aku batalkan kan? Yaudah kita batalin sekarang aja, kemaren aku menyetujui nya karna aku pikir papa bakal sembuh jika aku nurut kemauan dia, karena selama ini aku gak pernah dengarin dia." Ucap Afnan. "BENERAN? Wahhhh Nan makasih banyak, aduh makasih banget baru kali ini aku melihatmu begitu dermawan." Ucap Aina sambil melirik sedikit ke arah Afnan. "Bersyukurlah, karena ini pertama kalinya aku baik kepada orang lain." Ucap Afnan pelan. "Oke oke makasih, aku pergi kedalam dulu ya, mau lihat apa ada yang bisa dibantu." Ucap Aina kemudian berjalan pergi meninggalkan Afnan. *** Sudah dua hari semenjak paman Ardi meninggal, kondisi rumah sudah mulai normal seperti biasanya. Tante Anggi sudah mulai bisa menerima keadaan yang sudah terjadi walaupun sebenarnya masih ada kesedihan di hatinya. Setelah makan malam, Afnan mendekati Ibunya dan mulai menggenggam tangan Ibunya. Mereka yang ada disana menatapnya terheran heran dengan apa yang akan terjadi. "Ma, Afnan pikir pernikahan ini gak harus dilaksanakan. Mama juga tahu kan kalau Aina masih belum bisa nerima pernikahan ini, jadi biarlah kami ikuti jalan hidup kami sendiri. Afnan benar benar minta maaf banget sama Mama, sama Om , sama Tante." Ucap Afnan yang masih menggenggam erat tangan Ibunya, seakan memberi isyarat supaya Ibunya tidak marah. "Enggak Afnan, kalau kamu memang sayang sama Papa kamu, kamu harus mengikuti permintaan terakhirnya. Kalau kamu memang tidak mau juga, baiklah, Mama akan pergi dari rumah ini dan kamu jangan pernah temui Mama lagi." Jawab Tante Anggi sambil melepaskan genggaman tangan Afnan dari tangannya. "Maaaaa." Rengek Afnan. "Mama bilang enggak, kami sudah merencanakan ini semua. Tante sama Om kamu juga sudah setuju ini semua, jadi kalian berdua jangan coba coba untuk mencari cara supaya bisa membatalkan pernikahan ini. Kalau begini caranya, sepertinya kita harus cepat cepat memilih tanggal pernikahan kalian , benar kan Lastri?mas Tono?" Tanya Tante Anggi kepada orang tua Aina. "Iya bagus juga, lebih cepat lebih baik." Jawab Ayah. "Ehhh tunggu tante, apa gak bisa nunggu Aina selesai kuliah dulu?bentar lagi Aina juga mau ngurus skripsi Tante,jadi tung,," Kalimat Aina langsung terpotong karena ucapan Ibu yang tiba tiba ibu menerobos ucapan Aina. "Kita pilih waktunya itu minggu depan, iya lebih baik mereka harus dinikahkan minggu depan saja." Jelas Ibu. "Bagus itu Tri, kita nikahkan mereka minggu depan, kita buat acara dirumah ini saja, jadi setelah menikah itu terserah mereka mau tinggal dimana." Sahut Tantw Anggi. "Aaah Ibuu jangan kayak gini, Aina masih belum siap." Rengek Aina kepada Ibunya. "Siap tidak siap kalian harus dinikahkan secepatnya, kalau tidak kalian akan mencari berbagai cara untuk membatalkan pernikahan ini." Cetus Tante Anggi. Tanpa menghiraukan pendapat Aina dan Afnan, mereka pergi meninggalkan Afnan dan Aina. Sekarang hanya tersisa Aina dan Afnan di meja makan, Afnan menyandarkan kepalanya kepada sandaran sofa sambil menekan keras pelipisnya. "Afnan? Haruskah kita kabur saja dari rumah ini?" Ucap Aina pelan. "Dalam keadaan seperti ini? Kamu pikir aku tega meninggalkan mama sendirian? Udahlah Na terima aja, toh omongan kita gaada gunanya didepan mereka." Jawab Afnan. "Aaahhh Afnan jangan nyerah gitu, kuliahku masih belum selesai, aku belum punya kerja tetap, aku bahkan belum pernah pacaran, kasihani aku Nan." Rengek Aina. "Belum pernah pacaran? Kamu terlalu lugu atau bagaiamana? Mana ada di zaman sekarang orang gak pernah pacaran atau jatuh cinta." Ucap Afnan. "Emangnya kamu pernah pacaran?" "Jangan sepelekan aku, kalau aku gak banyak milih mungkin udah gak kehitung berapa mantanku, hanya saja aku gak tertarik sama cewek, mungkin karena belum ketemu yang pas." Ucap Afnan. "Haaa Bagus tu, karena belum ketemu yaudah kamu cari aja dulu, jadi kita gausah nikah." Ucap Aina. "Apa perlu Mama nikahkan kalian besok pagi supaya kalian gak mikiran yang enggak enggak?" Cetus Tante anggi yang tiba tiba sudah berada dibelakang Aina. Aina langsung menutup mulutnya dan mencoba untuk tidak berbicara lagi. *** Waktu terus berjalan, Aina tidak tahu harus bagaimana lagi untuk membujuk orang tua mereka agar membatalkan pernikahan ini. Aina terus membujuk Afnan untuk membantu mencari cara membatalkan pernikahan itu, tapi Afnan malah sibuk dengan laptopnya, dia hanya peduli dengan cerita yang akan ditulisnya. Apa dia masih bisa mengarang cerita disaat keadaan seperti ini? Benar benar terjebak dalam lubang yang penuh duri kondisi Aina saat ini. Waktu terus berjalan, dan sekarang hanya tersisa satu hari lagi. Aina benar benar tidak bisa memikirkan lagi bagaimana caranya untuk membatalkan pernikahan itu, Afnan sama sekali tidak merespon dan mencoba membantu Aina. Sampai akhirnya, Aina berfikir akan lebih baik jika dia mencoba untuk melarikan dirinya, dengan begitu pernikahan tidak akan terjadi dan dia bisa terus melajang seperti sekarang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN