4

1545 Kata
Pink melihat Bintang sedang duduk diatap rumahnya. Ia duduk disana semenjak pulang dari pemakaman dan ini sudah hari ketiga ia duduk termenung disana. Berita tentang dirinya sayup-sayup mulai mereda tapi ia dengar dari Rafael kalau proses penyelidikan masih berlangsung. Sejak melihat pemandangan di makam, Pink tergerak untuk membantu Bintang tapi hatinya masih ragu-ragu. Apa yang bisa dia bantu jika ternyata itu memanglah kecelakaan dan bukan sebuah tindakan yang sengaja dilakukan? Ponsel Pink bordering di saku celananya. Ia menjawab pangilan telepon yang ternyata dari Bebi. “Kenapa Beb?” tanya Pink sambil memasuki rumahnya. “Kamu libur kan?” “Iya, kenapa?” “Temenin ke Mall yuk. Aku mau beli make up buat kondangan minggu depan.” “Ke nikahan siapa?” “Itu loh, Mbak Misca Pink.” “Lah? Nikah sama siapa Mbak Misca? Bukannya pacarnya masih di Rusia?” Pink terkejut karena sepengetahuan Pink, Misca yang merupakan sepupu Bebi memiliki kekasih yang sedang kuliah di Rusia dan bila ia lulus tepat waktu, tahun depan ia bisa kembali ke tanah air. “Aduh, panjang ceritanya, nanti deh aku ceritain ya. Buruan siap-siap,” Bebi memutus panggilan teleponnya. Pink mengambil kaus lengan panjang berwarna biru dan celana jeans. Ia membersihkan badannya sebentar dan bersiap pergi dengan Bebi. Beberapa saat kemudian, terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah Pink. Pink keluar dan melihat Bebi dengan motor maticnya disana. Pink mengambil tasnya yang berwarna putih lalu menyusul Bebi kedepan. “Buru-buru banget sih?” tanya Pink karena Bebi sudah sampai. “Aduh, keburu siang. Nanti kepanasan di jalan kan enggak seru. Ayuk!” “Iya,” Pink mengunci pintunya. Bebi memberikan helm pada Pink dan ia memakainya. Sebelum berangkat Pink memandang Bintang yang masih duduk disana. Bintang melambaikan tangannya pada Pink tanpa ekspresi. “Kita mau ke mall mana sih? Tanya Pink. “Ke Galaxy,” ujar Bebi sambil menyetir motonya. Setelah limabelas menit perjalanan, motor yang dikendarai Bebi memasuki area parkir Galaxy Mall. Setelah turun, mereka berjalan menuju pintu masuk Mall yang harus melewati parkiran mobil. Di sana terlihat garis polisi yang membentang dan mengelilingi sebuah mobil. Banyak orang yang melintas memperhatikan area tersebut dan mulai berbisik tentang kejadian yang aneh yang ada disana pasca kecelakaan mobil tersebut. “Waduh, harusnya kita tadi enggak lewat sini Pink. Aku lupa,” ujar Bebi. “Emang kenapa?” tanya Pink heran. “Lah kamu enggak tahu yang dikasih garis polisi itu mobil siapa?” Pink menggelengkan kepalanya. “Itu kan mobilnya Bin…” Pink membekap mulut Bebi agar ia tidak menyebut nama Bintang karena bila Bebi menyebutnya, maka ia akan muncul disini. Kejadian tiga hari yang lalu sudah membuatnya terpukul, pink tidak ingin menambah kesedihan Bintang. “Iya, iya, aku tahu maksudmu.” Pink melepaskan bekapan tangannya dan mendekati bangkai mobil Bintang. Mobil Bintang hangus dimakan api. Kaca sudah tidak ada di pintu dan jendela mobil dan pecahannya terpental sampai 10 meter jauhnya. Pntu kemudi juga terlepas dan hancur. Cap belakang mobil sudah tidaak berbentuk lagi. Dinding tempat parkir menghitam dan terlihat ada retakan-retakan kecil.  Beberapa polisi tiba dan lalu lalang di sekitar bangkai mobil. Mereka mencoba mencari bukti untuk mengetahui apa penyebab sebenarnya hingga menyebabkan mobil Bintang terbakar dan meledak. Salah seorang polisi berdiri di dalam garis polisi. Pink yang masih tercengang tak sadar ia melewai garis polisi tersebut. “Hei, Nona, jangan berada disitu!” tegur Martin tapi Pink tidak menghirauakanya. Ia masih kalut dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Bebi menarik tangan Pink tapi Pink melepaskannya, ia seperti terhanyut oleh sesuatu. “Bintang,” gumamnya. Bintang melayang tepat disamping Pink dan memandangnya dengan tatapan nanar. Bintang mengedipkan matanya dan tempat itu berubah menjadi tempat sebelum terjadinya kecelakaan. Mobil sport hitam Bintang terparkir rapi. Keadaan tempat parkir hati itu tergolong sepi. Hanya ada 10 mobil yan terparkir di samping kanan dan kiri mobil Bintang dengan jarak yang cukup jauh. Di depan dan belakang juga tak banyak mobil yang terarkir. Para pengunjung mall lebih memilih tempat parkir yang berada di baseman mall.  Bintang berjalan menuju mobilnya. Ia mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam saku celananya dan membuka kunci mobil. Terdengar alarm mobil yang menandakan kuncinya telah terbuka dan Bintang membuka pintu mobil. Gerakannya terhenti saat ia melihat sesuatu di lantai di dekat kaki kananya. Bintang mengambil benda itu yang ternyata adalah sebuah gantungan ponsel dengan bentuk bulan sabit kecil berwarna perak. Ia hanya memperhatikan sekejap dan membuangnya ke belakang. Bintang kemudian memasuki mobilnya, menutup pintu kemudi dan memasang sabuk pengaman. Bintang memasukkan kunci mobil ke dalam lubangnya dan mulai menyalakan mesin. Pada saat itu juga bagian belakang mobil terbakar dan meledak  secara tiba-tiba. Pink yang menyaksikan kejadian itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia syok melihat kepulan asap hitam dan api yang mengepung mobile Bintang. Mobil yang ada disekitarnya tak luput dari kerusakan akibat ledakan yang cukup besar. Lidahnya terasa kelu hingga tak bias berucap apapun.  “Hei, Nona!” Martin kembali menegur Pink yang kini meneteskan air mata dari kedua mata indahnya.  Polisi itu menghampiri Pink yang masih tak sadar ada seorang polisi yang sedari tadi menegurnya dengan suara lantang. Martin menepuk pundak Pink dan membuyarkan seluruh bayangan yang diperlihatkan arwah Bintang padanya. “Kau tidak boleh berada disini,” ujar Martin sambil tersenyum kecut. “Pulanglah dan tidur di rumah. Doakan saja artis favoritmu itu agar dia tenang, hem,” tandasnya. Bebi menarik tangan Pink lagi, “Maafkan teman saya Pak.” Pink masih tercengang dengan bayangan yang ia saksikan barusan. Kata-kata Martin dan Bebi sama sekali tak masuk ke dalam pendengarannya. “Tolong orang itu,” ujar Pink dengan suara bergetar sambil menunjuk ke arah mobil Bintang yang hangus. “Apa maksudmu Nona?” tanya Martin mulai terganggu. “Pink, disana enggak ada apa-apa!” kata Bebi yang mulai panic karena racauan temannya. “Dia, dia yang ada di dalam. CEPAT TOLONG DIA!” teriak Pink parau sambil terus meneteskan air mata. “Cepat tolong dia, Pak. Padamkan apinya. Tolong padamkan apinya. TOLONG!” ujar Pink makin tak terkendali. Martin semakin terganggu karena Pink yang terus mengatan sesuatu yang tidak rasional. Di sana hanya ada bangkai mobil yang hangus tak ada api bahkan orang di dalam mobil. Martin memegang pundak Pink dengan ke dua tangannya dan menguncang-guncang badan Pink yang terus saja menangis dan berkata, “Hei! Hei Nona!” Marti mengguncang tubuh Pink sedangkan Bebi sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk membuat Pink sadar.  “Lihatlah di sana tidak ada api. Apa yang kau maksudkan? Pergilah, kau hanya akan menganggu penyelidikan yang kami lakukan di sini!” Martin mendorong Pink keluar dari garis polisi dan meneruskan tugasnya untuk melakukan investigasi.  Pink terdiam sambil menatap bangkai mobil Bintang. “Apa ini?” tanyanya dalam hati. “Ada apa sebenarnya?” sambil mengusap air matanya. “Pink? Kamu kenapa sih?” tanya Bebi cemas. “Kamu enggak lihat?” Pink balik tanya ke Bebi. “Lihat apa sih? Ya ampun? Enggak ada apa-apa! Jangan bikin aku takut dong Pink!” Arwah Bintang medadak di sampingnya dan menatapnya dengan heran. “Kemarin kau mengusirku dengan kejam, sekarang kau menangis begini. Wanita memang sulit dipahami.”  “Apa yang terjadi?” tanya Pink datar dan masih menatap bangkai mobil yang dikerumuni polisi. “Bagaimana aku tahu? Ledakan itu muncul begitu saja saat aku menyalakan mobil. Hanya lima detik dan boom! Semuanya terbakar seperti film.” “Tidak, ini tidak benar,” ujar Pink kalut. Ia gelisah dan mencari-cari seseorang. Pandangannya terhenti pada polisi muda yang tadi menegurnya tadi. “Mungkin dia bisa membantu kita.” “Bantu apa sih Pink?” tanya Bebi lagi. Bintang tak berkata apapun dan hanya melayang mengikuti Pink dari belakang. Pink menghampiri polisi muda itu dan mulai membicarakan hal-hal yang terjadi padanya. “Pak, saya ingin bicara sesuatu.” “Kau lagi. Apa yang ingin kau tanyakan? Aku tidak punya banyak waktu!” “Pemilik mobil ini ada bersamaku sekarang.” “Haha, apa kau gila?” ejek Martin. “Pink, ayo kita pulang aja,” rengek Bebi hampir menangis sambil memegang bahu Pink tapi Pink menggerakkan bahunya ke belakang agar Bebi melepaskan pegangannya. “Lihatlah temanmu sudah ketakutan, pulang sana!” “Dia ada dibelakang Anda,” ujar Pink yang membuat Martin menoleh kebelakang dan tidak melihat apapun padahal Bintang benar-benar ada tepat dibelakangnya dan hanya berjarak sepuluh sentimeter saja. “Dia bilang padaku agar anda membantunya menemukan pelakunya,” lanjut Pink. “Dia siapa sih Pink?” tanya Bebi ketakutan. Pink melihat ke arah Bebi dengan tatapan tajam dan berkata, “Bintang.” Martin memandang Pink dengan tatapan heran tapi ia tidak mau menghiraukan Pink dan menyuruhnya pergi. “Sudahlah, jangan membual! Orang yang sudah pergi itu sudah tenang disana. Sekarang pergilah belanja, mungkin kamu butuh rekreasi,” ujar Martin sambil menepuk bahu Pink dan Bebi secara bersamaan. “Pak Martin, mobilnya sudah bisa digeser!” teriak salah satu petugas derek.  Bebi menarik tangan Pink dan meninggalkan tempat itu. Sedangkan Martin menghampiri petugas derek dan memeriksa mobil. “Gimana?” tanya Martin. “Ini aneh banget Pak, dari kemarin kita mau mindahin mobil ini enggak bisa-bisa. Ada aja kendalanya, yang rantainya putus lah, yang mobilnya tiba-tiba mogok lah, tapi ini udah bisa Pak. Kita pindahin langsung ya Pak. Tolong tanda tangan disini,” petugas derek memberi penjelasan yang membuat Martin  menatap tajam ke arah Pink yang berjalan menjauh.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN