Harus Tutup Mulut

1041 Kata
Cindy membangun tembok besar dihadapannya untuk suaminya. Tidak ingin jika apa yang dia harapkan tidak pernah terwujud. Apalagi mendengar pengakuan suaminya yang akan kembali lagi dengan Mona begitu mereka bertemu lagi. Ia juga berhasil kuliah dengan beasiswa di untuk kedokteran dengan jalur beasiswa. Mana peduli Reyhan tentang itu, yang tahu dia lulus hanyalah mertua dan juga Aisha. Aisha tidak mengambil jalur beasiswa karena menurutnya jika orangtuanya mampu mengapa harus mengambil beasiswa tersebut. Dia bukannya ingin merasa pintar. Tapi sayangnya dia ingin sekali kalau beasiswa itu bagi yang membutuhkan saja. Terlebih dia mampu masuk kampus mahal juga jika diinginkan, tapi dia memilih untuk kuliah di kampus yang sama dengan Cindy. Menjadi mahasiswa baru sudah pasti banyak sekali yang harus dipersiapkan oleh Cindy dan berbeda dari masa-masa sekolahnya. Baru saja dia pulang karena hari ini belum terlalu aktif untuk kuliah. Dia hanya ke kampus sebentar, ada beberapa pengumuman yang disampaikan. Cindy sampai apartemen melakukan pekerjaan seperti basanya. Membereskan yang belum selesai dia bereskan karena asisten yang biasanya di sini tidak masuk hari ini. Reyhan sudah memintanya untuk fokus pada kuliahnya. Membersihkan apartemen itu sangat gila bukan? Ini jauh lebih besar dibandingkan rumah orangtuanya Cindy. Sampai sore dia terkapar di lantai karena kelelahan. “Ooooy, bangun! Ngapain kamu tidur di sini?” Cindy bangun ketika dibangunkan dengan kaki oleh suaminya. Searah itukah? Apa dia harus menerima perlakuan seperti ini dari suaminya. Reyhan yang membawa minuman dan baru saja meletakkannya di atas meja. Seharusnya meletakkan minuman dulu lalu membangunkan Cindy dengan sopan bukan? “Ada apa kak?” Reyhan duduk di sofa lalu menuangkan minumannya. “Minum!” Cindy yang baru saja bangun karena pingsan rasanya membersihkan apartemen sendirian. Benar kata Reyhan, dia tidak akan pernah sanggup menyelesaikan sendirian. “Kata Mama sama Papa, kamu lolos beasiswa sejak lama. Aku pikir kamu masuk kuliah dengan biaya yang aku kasih ke kamu.” Terkejut dengan ucapan suaminya, Cindy merasa canggung sekarang. “Kenapa memangnya?” “Nggak ada, aku kan sudah bilang. Kalau kamu nggak lolos, ya daftar pakai uang yang aku kasih. Kamu bakalan jadi dokter beneran nanti kalau kamu serius kuliah. Apalagi kamu dapat beasiswa gitu.” Cindy bersila di lantai dekat dengan meja. “Kamu ngapain duduk dibawah? Tadi ngapain tidur di bawah juga?” “Aku capek, kak. Abis bersihin apartemen. Asistennya nggak datang.” “Kamu kan hari ini kuliah. Apa nggak perlu nunggu besok biar asistennya datang bersihin. Toh dia izin sehari aja kok.” “Aku nggak bisa lihat piring kotor, lantai kotor. Aku bersihin semuanya.” Reyhan tidak komentar apa pun, tapi dia juga tidak diberi kabar oleh Cindy tentang istrinya yang lolos melalui jalur beasiswa bahkan sampai masuk kuliah seperti ini. Sampai sekarang dia masih belum terjadi apa-apa pada Cindy. Dia belum menyentuh Cindy, karena masih mencari keberadaan Mona. Mencari jawaban mengenai apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Mona sampai wanita itu pergi meninggalkannya. “Kak, mau aku siapin makan malam?” “Nggak usah, nanti beli. Kamu lagi capek, aku nggak jadikan kamu jadi pembantu di sini. Bisa-bisa nyawaku melayang ditangan Mama.” “Kenapa begitu?” “Ya nanti kamu kecapean, dan kalau kamu capek, terus pingsan. Siapa yang bakalan disalahin? Jelas aku. Besok-besok nggak usah bersihin! Biar asisten aja, kamu tinggal kuliah dan fokus aja.” Cindy tidak akan berkomentar banyak. Kali ini akan benar mengalah pada suaminya. Badannya sudah terasa akan remuk hari ni karena mengepel juga. “Kamu mau makan malam apa? Biar kita pesan.” “Beli ayam goreng yang pedes kak. Boleh nggak?’ “Ada lagi?” Cindy menggeleng. “Nggak ada. Itu aja.” “Oke, Mcd, ya!” “Emang ada ayam pedas di sana, kak? Bukannya burger aja, ya?” “Ada, kamu mau yang banyak juga ada. Kamu nggak pernah makan di sana? Cindy menggeleng Nggak pernah kak. Kalau gitu aku mandi dulu, kak.” Reyhan tidak komentar, dia membiarkan istrinya mandi dan sendirian di ruang tengah. Ia memesankan makanan untuk Cindy. Selama tinggal di sini, kelihatan bahwa Cindy seperti anak kampungan yang tidak pernah makan enak. Terbukti setiap kali Reyhan menyebutkan sesuatu, Cindy pasti bingung. Apalagi soal makanan. Makan di Mcd tidak pernah? Jelas dia terkejut dengan istrinya. Pasalnya Mona tidak pernah sekampungan ini. Tapi Cindy? Jelas sangat berbeda dengan Mona. Mona cantik dan juga sangat modis, Cindy? Kembalikan dari Mona. Apa selama ini Mona tidak pernah sekalipun mengajak Cindy makan di luar? Sekarang hatinya Reyhan malah antara kasihan dan ingin menertawakan, tapi sayangnya jelas kalau Cindy tidak tahu apa-apa, nanti istrinya ditertawakan oleh orang lain. Reyhan menghubungi adiknya. “Ada apa, kak?” “Aisha, apa kamu nggak pernah lihat Cindy makan di tempat luar?” “Makan di luar gimana?” “Ya pokoknya di luar. Di restoran apa aja.” “Hmmm setahuku nggak pernah, dia dikekang sama orangtuanya. Cindy nggak pernah keluar rumah.” Reyhan langsung memutus sambungan telepon sebelum adiknya selesai bicara. “Apa-apaan Mona ini? Dia biarin adiknya terkurung di rumah selama ini? Keterlaluan sekali.” Makanan pesanan Reyhan diantar oleh kurir. Mau tidak mau dia juga memesan makanan itu untuk dirinya sendiri dan akan makan bersama nanti. Cindy cukup lama keluar dari kamar. Sampai jam makan tiba. Dia juga sudah memesan makanan lain. “Makan yuk! Aku lapar.” Reyhan tidak tahan lagi kalau harus lama-lama menahan laparnya. Cindy mencuci tangan ketika ia baru saja melihat ayam dengan bumbu berwarna merah menyala. Cindy makan dengan cukup lahap. “Cindy, ini pertama kalinya kamu makan beginian?” Istrinya mengangguk. “Iya, Kak.” “Di rumah memangnya Ayah sama Ibu kamu nggak ngasih izin keluar? Atau dibeliin gitu?” “Nggak pernah, kalau makan ya makan di rumah. Jajan juga paling pas sekolah, terus sama ke minimarket dekat rumah. Nggak pernah main jauh-jauh.” “Nggak pernah pesan makanan kayak gini?” “Nggak, jajan dikasih pas sekolah doang. Kalau pesan, diambil sama Kak Mona. Udah pernah soalnya dulu pesan makanan, terus Kak Mona yang ambil. Dimakan sendiri sama dia.” “Jangan jelek-jelekin Mona di depanku!” Cindy baru ingat kalau dia tidak boleh menceritakan apa pun tentang Mona. Dia baru ingat juga kalau suaminya memang tidak suka jika dia menjelekkan nama Mona. Meski itu adalah KENYATAAN Jangan lupa untuk tap love untuk menambahkan ke perpustakaan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN