Cindy diajak ke rumah mertuanya oleh Reyhan. Katanya selama dua hari ke depan Reyhan akan sibuk di luar kota. Jadi Reyhan tidak ingin membiarkan dia sendirian di apartemen dan mengajaknya untuk menginap saja di rumah orangtuanya. Cindy pun mengikuti keinginan suaminya dan mengalah untuk tinggal di sana selama dua hari selama Reyhan pergi.
Dia juga sudah membantu suaminya beres-beres untuk apa saja yang diperlukan oleh Reyhan selama di luar kota. “Aku sudah sediakan obat magh, terus sama minyak kayu putih kalau kakak kedinginan nanti. “
“Hmm.”
Cindy sudah biasa mendapati suaminya yang cuek seperti ini. Dia juga sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh Reyhan. Kadang dianggap ada, kadang dianggap tidak ada juga. Namun dia sadar kalau dia menikah hanya untuk menggantikan kakaknya yang kabur waktu itu. Di dalam kamar yang cukup luas juga di rumah mertuanya, dia bisa istirahat dengan tenang. Karena pekerjaan rumah tidak dia lakukan di sini.
“Selama aku pergi, kamu jangan lakukan hal-hal aneh di luar sana! Aku nggak mau ada skandal, nggak mau kamu lakukan yang nggak-nggak. Jaga nama baik keluarga aku. Karena kamu juga sudah jadi istri aku. “
Jadi istri ya? Tapi Cindy tidak merasakan kasih sayang dari seorang suami yang seperti rumah tangga orang lain. Malah suaminya memperlakukan dia sangat tidak baik. Meskipun dia makan dan uang selalu dia dapatkan di sini. Tapi tidak dengan kasih sayang Reyhan yang tidak pernah bisa dia rasakan meskipun hanya sedikit.
Terlalu banyak yang harus Cindy pahami dalam hidup ini. Tidak mungkin dia juga curhat kepada orangtuanya Reyhan mengenai perbuatan pria itu yang tidak pernah menganggapnya ada. Ingat ketika dia membersihkan apartemen dibangunkan dengan kaki. Dia merasa diperlakukan seperti binatang ketika Reyhan tidak membangunkannya dengan baik.
Dia mengantar Reyhan keluar dari rumah itu. Kemudian mereka sudah tiba di luar. “Aku berangkat, uang kamu udah aku transfer. Kamu bisa berangkat bareng sama, Aisha. Nanti aku kabari kalau udah sampai. “
Cindy mengangguk pelan. Suami dingin, cuek, tidak perhatian. Tidak pernah ada di bayangan Cindy bisa menikah dengan pria seperti Reyhan. Sedikit saja perhatian, jelas Cindy bisa bahagia. Tapi Reyhan sudah membangun tembok sangat besar dan tinggi sehingga mereka tidak akan bisa bersatu.
Reyhan pergi setelah pamitan padanya. Ia masuk lagi ke dalam rumah dan ingin membantu asisten untuk mengisi kegiatannya. “Eeeeh, sini dong! Nggak usah kerjain gituan. Sini temenin Mama. Hari ini kita pergi ke klinik kecantikan. Tuh lihat wajah kamu kusam banget. Masa sih calon dokter nggak bisa rawat diri? Nanti pasiennya ragu lho.”
Mama mertuanya selalu saja perhatian terhadapnya. Mulai dari penampilan baju yang dia gunakan selama kuliah, sekarang diajak ke klinik juga. “Yuk kita ke klinik. Kamu ganti baju dulu. Mama pengen ajak kamu untuk perawatan.”
“Aku nggak biasa pergi perawatan, Ma. “
“Tenang aja, nggak saki kok. Kamu pintar rawat diri, Mama yakin Reyhan pasti betah di rumah. “
Betah di rumah adalah mimpi besar bagi Cindy bukan? Sedangkan hari minggu pun Reyhan memilih nongkrong dengan teman-temannya dibandingkan menemani Cindy di apartemen. Apa artinya pernikahan kalau dia diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri? Kadang dia ingin pergi juga seperti yang dilakukan oleh kakaknya. Tapi sayangnya dia tidak bisa kabur begitu saja, karena akan menjadi masalah besar kalau dia pergi dari rumah suaminya dan entah mau pergi ke mana lagi.
Kadang dia ingin ke rumah nenek. Tapi sayangnya kampusnya sangat jauh dari sana. Tidak mungkin setiap hari dia pulang pergi untuk kuliah dan kabur dari Reyhan. Sementara dia selalu bertemu dengan Aisha di kampus. “Kenapa bengong? Yuk, kita ke klinik sayang. “
Cindy sudah mengganti pakaiannya dan sekarang sudah berada di klinik kecantikan seperti yang dikatakan oleh mertuanya. Jelas saja ibu mertuanya sangat cantik, apalagi tadi ketika konsultasi dia mendengar sendiri biaya perawatannya sang mertua. Berkali-kali lipat dari jatah Cindy sebulan dari orangtuanya dulu.
Tapi tetap saja mama mertuanya malah tetap membayar dan ingin jika Cindy mendapatkan perawatan terbaik. “Kamu ruangannya beda sama Mama. Ikuti aja ya. Mama perawatannya di sana. Soalnya di pisah. “
Cindy mana mengerti dengan hal seperti ini. Tadi dia juga dijelaskan mengenai beberapa perawatan yang diperbolehkan karena umurnya masih sangat muda dan kulitnya harus diatasi dengan hati-hati. Maka dari itu sekarang dia mendapatkan perawatan yang berbeda dari mama mertuanya. Aisha sendiri tidak ikut karena pergi ke rumah keluarganya bersama dengan papa mertua Cindy.
Cukup lama Cindy melakukan perawatan dan rasanya memang berbeda dari sebelumnya. Wajahnya terasa jauh lebih segar dan kencang. Sementara itu mamanya sudah selesai perawatan dan sekarang malah menunggunya di luar sambil ngobrol dengan dokternya.
“Sudah?”
Cindy mengangguk dan menghampiri mama mertuanya. “Enak kan?”
“Iya, Ma. Nggak sakit. “
“Nanti kita sering-sering ke sini, ya. Kalau ada waktu kamu main ke rumah. Mama kayak ini juga biar Reyhan suka.”
Tidak ada komentar apa pun. Mereka pamit pada dokter kemudian pulang. Di perjalanan mama mertuanya malah terlihat jauh lebih ramah dibandingkan orangtuanya di rumah. “Cindy, Mama boleh tanya sesuatu?”
“Boleh, Ma.”
“Reyhan nafkahi kamu? “
Soal menafkahi Sudah jelas Reyhan menafkahi. Bahkan lebih dari yang dibayangkan oleh Cindy. Reyhan memberinya jatah sehari seratus ribu untuk uang pribadi. Namun semuanya diberikan bulanan oleh Reyhan. Kadang Reyhan menambahkan.
“Dinafkahi, Ma.”
“Orangtua kamu dulu ngasih berapa?”
Malu? Jelas Cindy malu menyebutkannya. “Kok diam? Mama cuman pengen tahu berapa? “
“Sepuluh ribu sekali berangkat sekolah. Termasuk ongkos angkutan umum. “
“Kamu punya mobil, lho. Masa iya nggak diantar jemput gitu?”
Cindy menggeleng dan mengatakan apa adanya. “Nggak sama sekali. Kadang Aisha yang anterin. Mama boleh tanya sama Aisha atau tanya Pak Maman.”
“Pak, beneran sering anterin Cindy dulu?”
“Bener Bu, saya yang sering anter dulu pulang waktu sering anter jemput Mbak Aisha.”
Berarti selama ini jelas kalau orangtuanya Cindy memang pilih kasih bukan?
Cindy tidak akan berkomentar apa pun lagi. Dia akan tetap seperti ini sampai kapan pun. Itulah alasan Cindy ingin sekali hidup sukses dan bisa membanggakan orang yang dia sayangi. “Kalau semisal nanti Reyhan minta haknya, apa kamu kasih? Mama nggak yakin dia bisa tahan selama empat tahun lebih, Cindy. “
Berhubungan badan? Mama mertuanya menyinggung perihal hubungan badan bukan? “Aku nggak tahu, Ma.”
“Perlakuan Reyhan masih sama?”
Cindy ingin hubungan rumah tanggapnya tidak diikut campur, tapi tetap saja mertuanya ingin tahu tentang Reyhan. “Masih seperti biasa, Ma.”
“Tuh anak kapan sadar sih dia punya istri.”
“Aku nggak masalah kok, Ma. Dia kan memang harusnya nikah sama Kak Mona.”