14. Guilty

1124 Kata
Ada rasa takut yang bercampur dengan amarah, seolah ingin ditunjukkan oleh Canadia Van Der Lyn kepada dua orang lelaki yang berada di dalam ruangan tersebut. Canadia bagai ingin mengadu kepada Matheo bahwa dia menyesal terhadap apa pun yang baru saja dia lakukan. Canadia benar-benar tak ingin bermaksud demikian, akan tetapi dia tersulut oleh api amarah yang membara di dalam dirinya lantas menghanguskan segenap kesadaran dan kewarasan yang ia miliki sampai akhirnya ia tega menyingkirkan rasa kemanusiaan yang ada di dalam dirinya. Dan Matheo merasakan semuanya itu sehingga ia semakin mempererat pelukannya kepada Matheo Diaz. “It’s okay, Cana. Semuanya sudah berakhir,” ucap Matheo. Andai ia bisa, Matheo ingin sekali mengeluarkan Canadia dari situasi mencekam tadi. Lelaki itu mendongak, memandang Leonard Van Der Lyn dengan tatapan penuh amarah. Sungguh pun, Matheo ingin sekali memarahi Leonard. Betapa teganya lelaki itu menyeret adiknya sendiri pada sebuah penghakiman yang dibuatnya. Matheo tak tahu apakah Leonard menyadarinya atau tidak, dia baru saja menanggungkan nyawa seseorang kepada Canadia. Mungkin ini hal yang biasa untuk Leonard, mengingat dia adalah putra dari Fredrick Van Der Lyn dan sejauh ini Matheo tahu apa yang dilakukan oleh Fredrick dan Lucas. Namun, status sosial dan posisinya tak membenarkan Matheo untuk dapat melawan seorang Leonard Van Der Lyn. Hingga akhirnya Matheo hanya bisa diam sambil menahan luapan emosi di dalam dirinya. “Bawa aku pergi dari sini, Matheo,” ucap Canadia. Suaranya terdengar kecil. Dadanya gemetar dan Matheo tahu persis bahwa gadis itu sedang menahan keinginannya untuk berteriak dan menangis. Menjerit dan meratapi kesedihan yang terjadi padanya. “Ya,” ucap Matheo dan sedikit pun lelaki itu tak melepaskan tatapannya dari Leonard Van Der Lyn. Leonard bukannya tidak peka. Dia tahu dan sadar persis bahwa apa yang dia lakukan barusan adalah sebuah hal yang tidak manusiawi. Tak ada yang tahu bagaimana Leonard juga berperang dalam dirinya bahwa dia pun telah menyeret Canadia di dalam bahaya yang besar yang nantinya akan memengaruhi kondisi mentalnya. Namun, yang sebenarnya ingin diperlihatkan oleh Leonard adalah seseorang harus berani menjadi buas dan sadis dalam satu waktu jika memang mereka ingin berperang dalam dendam. Leonard tahu persis bahwa Canadia sudah terlalu lama menderita. Dia terpisah dengan ayahnya selama bertahun-tahun. Berbeda dari Leonard dan Letty yang sudah tahu bahwa ayah mereka berada di penjara dan berpikir bahwa Fredrick memang pantas mendapatkan hukuman seumur hidup itu, akan tetapi Canadia berbeda. Canadia memang sepupu dari Leonard. Dia anak tunggal dari Lucas Van Der Lyn dan dia sama sekali tak tahu jika ayahnya seorang mafia. Canadia hanya tahu bahwa ayahnya adalah korban dari penculikan yang dilakukan oleh para penjahat di tanggal 26 Desember tujuh tahun silam. “Let’s go home,” ucap Matheo dan Canadia pun menganggukkan kepalanya. Sebelum beranjak dari tempatnya, Canadia sempat menoleh ke belakang dan memandang kakaknya. Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya, mereka hanya bertatapan selama beberapa detik, tetapi kemudian Leonard menarik sudut bibirnya ke atas dan membentuk senyum simpul. Lelaki itu kemudian menganggukkan kepalanya dan mengulurkan tangan untuk mempersilakan Canadia pergi. Maka Canadia menyeret pandangannya ke bawah. Dia benar-benar tersesat. Seolah ingin bertanya kepada Leonard, apa yang harus ia lakukan setelah ini? Bagaimana Canadia harus menemukan ayahnya? Siapa Yakuza dan di mana Canadia bisa menemukan mereka. Semua itu masih menjadi pertanyaan bagi Canadia, tetapi sejenak Canadia merasa ingin menyerah dan satu-satunya yang diinginkan oleh gadis itu saat ini hanyalah kembali ke rumah bersama Matheo Diaz. Sementara Canadia dan Matheo pergi, Leonard memilih untuk tinggal di tempat itu. Ia bergeming lantas memutar tubuhnya ke belakang. Tak berselang lama, muncul dua orang dari arah teras. Mereka pun bergegas menghampiri Richard Alton dan lantas menyuntikkan sesuatu ke tubuhnya. Leonard yang melihat hal tersebut terlihat begitu tenang. Seolah dia sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh dua orang tersebut dan Leonard pun membiarkan mereka melakukan pekerjaan mereka. “Bawa dia ke markas,” ucap Leonard dan tanpa menunggu jawaban dari The Redfox Couple, ia langsung pergi dan beranjak ke tempat tersebut. *** Sebuah mobil van tampak menepi, memasuki sebuah gerbang rumah yang sedari tadi terbuka. Saat hendak memarkirkan mobil ke garasi, Matheo sempat mengerutkan dahi ketika melihat sebuah mobil limosin berada di sana. “Letty.” Mendengar gumaman itu lantas membuat Matheo menoleh ke samping. Tampak Canadia sedang mendongak juga memandang ke arah garasi. “Itu mobilnya Letty,” kata Canadia. Matheo masih dilanda dengan kebingungan. Pertanyaan pertama, mengapa Letty berada di London dan apakah gadis itu juga terlibat dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, semua perasaan itu tiba-tiba sirna saat melihat kemunculan seseorang dari sana. “Mommy Can!” “Aurora!” gumam Canadia. Tanpa menunggu, dia langsung mendorong pintu keluar dan melesak dari dalam mobil. “Aurora!” “Mommy Can!” Canadia tersungkur di atas lantai. Dia langsung meraih tubuh mungil itu dan memeluknya. Aurora Oliver tertawa rikuh saat dipeluk oleh ibu yang sudah merawatnya selama tiga tahun lamanya. “Aurora, ya Tuhan.” Canadia terus bergumam dan seolah ada sesuatu yang menggetarkan hatinya saat memeluk Aurora. “Aurora, aku sangat merindukanmu, ya Tuhan!” Canadia menarik tubuhnya sejenak. Ia menangkup wajah Aurora dengan kedua tangannya. Dua bulir bola matanya dilapisi oleh cairan bening. Canadia sangat terharu melihat keponakannya berada di sini. Ia pun mengecup pipi Aurora dan kembali memeluknya. Aurora masih tertawa rikuh, tetapi saat Canadia menempelkan dadanya dengan d**a Aurora, gadis itu terdiam kaku dengan bola mata yang terbelalak. Mulutnya menganga dan ia tertegun sesaat. “Aurora, sayangku.” Canadia terus memanggil tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Sementara Aurora tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya seolah merasakan sesuatu dan secara perlahan ingatannya mulai terganggu. “Da—darah!” Mendengar ucapan itu lantas membuat Canadia mengerutkan dahinya. Secara perlahan ia pun menarik tubuhnya dari Aurora dan memandang gadis itu. “Apa?” gumam Canadia. Ia melihat wajah Aurora perlahan memucat. Aurora tak berkutik, selain bola matanya yang bergulir, memandang Canadia. “Da—darah.” Aurora kembali mengatakan hal yang sama dan Canadia semakin kebingungan. Sampai semilir angin menerpa wajahnya, disusul dengan kemunculan Letty. “Aurora!” Wanita itu mendekat dengan cepat lalu menempelkan tangannya di depan dahi Aurora, seperti menutup matanya. Canadia kebingungan. Ia mendongak, memandang kakak sepupunya. Letty tampak memejamkan mata dan melakukan tarikan napas dalam. Sejurus kemudian Aurora pingsan dan terjatuh. “AURORA!” pekik Canadia. Gadis itu mendekat dengan cepat, meraih tubuh Aurora. “It’s okay!” ucap Letty. Canadia lalu mendongakkan wajahnya. “It’s okay, you don’t have to worry.” Lanjut Letty. Canadia semakin kebingungan, tetapi ia hanya bisa mengerutkan dahinya sambil memandang Aurora yang kini sudah berada di pelukan ibunya. “It’s okay, Cana. Ayo kita masuk, ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ucap Letty. Ia langsung menggendong Aurora dan masuk ke dalam rumah, sementara Canadia terdiam dengan pikiran yang dipenuhi oleh rasa kebingungan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN