“Jika ingin memburu penjahat maka kamu harus berpikir seperti cara mereka,” ucap Leonard sambil memandang sang adik dengan tatapan tegas. Sementara Canadia memandang Leonard dengan tatapan amarah. Sedari tadi dadanya naik turun, mengembuskan napas yang bergemuruh. Hatinya memanas, sementara menahan desitan temperamen yang luar biasa. Wanita muda itu kembali memalingkan wajahnya memandang si lelaki yang tengah sekarat di depannya.
Leonard pun mendesah kasar dan ikut memutar wajah, menoleh ke samping. “Jika pun dia tidak memberitahu di mana keberadaan ayahmu dan memilih untuk mati di sini, maka aku akan mengejar seluruh keturunannya dimulai dari anak sulungnya, Rose.”
Mendengar nama itu disebutkan lantas membuat bola mata Richard Alton membesar. Seketika lelaki itu mendongak dan sambil memandang Leonard, ia pun menggelengkan kepalanya.
“Ja—jang—an!” ucap Richard Alton dengan terbata-bata.
Leonard pun menyeringai. “Tak sulit menemukan gadis yang sedang berkuliah di New York University, mengambil jurusan Filsafat.”
“Tolong!”
Akhirnya ada kalimat yang jelas terucap dari bibir Alton. Seketika pandangannya berubah, tampak mengemis memandang Leonard kini. Richard Alton terus saja menggelengkan kepalanya dan dalam pandangannya bermohon pada Leonard agar jangan sampai ia melakukan apa yang baru saja ia katakan.
“Selanjutnya aku akan mengejar Jasmine.”
Sepasang bola mata berwarna hijau milik Richard Alton kian membesar. “NO!” teriak lelaki itu. “please don’t!” ucap Richard. Kedua tangannya tampak gemetar, seolah ingin memukul Leonard saat ini juga.
“Ku—kumoho—uhuk!”
Leonard langsung mendekatkan tubuhnya ke Canadia, memeluk dan menyembunyikan wajah Canadia di depan tubuhnya agar jangan sampai gadis itu melihat apa yang sedang terjadi di depannya.
Richard Alton berbatuk keras dan mulutnya mengeluarkan cairan merah kental. “Argh!” Lelaki itu berteriak. Dadanya terasa panas, serasa dibakar. Kesakitan itu dirasakan Richard Alton dari ujung kaki hingga kepalanya. Demi apa pun, tubuhnya benar-benar sekarat.
Tatapan Leonard berpindah pada sepasang bola mata berwarna biru milik seorang lelaki yang sedari tadi berdiri tak jauh di belakang Canadia. Dia di sana, berdiri dalam diam dan menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh Leonard Van Der Lyn.
Sungguh pun, wajah Leonard tampak seperti Fredrick Van Der Lyn ketika ia masih muda dahulu. Wajahnya tegas. Pandangannya tampak seperti hewan buas yang siap menerkam siapa pun yang mencoba mengusik ketenteraman keluarganya.
“Dan yang terakhir aku akan menyeret Kanaya ke rumah bordil.”
“NO!” Alton menjerit makin kencang. Tak tahan lagi, pria itu pun menangis kemudian dia kembali berbatuk dengan keras hingga tubuhnya terjatuh dari atas kursi.
Terdengar desahan napas panjang dan kasar dari Leonard Van Der Lyn. Ia pun mendengkus kemudian beranjak dari tempatnya dan menghampiri Richard Alton yang tersungkur di lantai. Bertindak seperti manusia tak berperasaan, Leonard pun mencengkeram rambut Alton dan memaksanya untuk mendongak.
“Jika kau tidak ingin semua itu terjadi, maka beritahu aku di mana kamu menyembunyikan Lucas Van Der Lyn!” ucap Leonard dengan suaranya yang berubah serak. “waktumu tinggal satu menit dan kamu benar-benar akan mati di tanganku!”
Richard tampak memejamkan mata dan seolah berusaha menelan saliva. Matanya memerah dan tak henti mengeluarkan cairan bening. Tubuhnya mulai gemetar dan serasa ada sesuatu yang sedang meremas dadanya.
Leonard tahu bahwa sebentar lagi Richard Alton akan tiada dan dia akan kehilangan kesempatannya untuk bisa mengetahui di mana keberadaan sang paman. Namun, Leonard juga tak bisa mencabut prinsipnya begitu saja dengan memberikan penawar itu kepada Alton.
Terjadi pergulatan hebat di dalam hati Leonard. Tak tahan lagi, ia pun menyeret wajah Alton hingga berada tepat di depannya.
“Apakah aku perlu membawa kedua anakmu kemari!”
Alton pun menggelengkan kepalanya. “Tidak!” sangkal lelaki itu. Seolah-olah dia tahu persis bahwa ancaman yang dilontarkan Leonard tak main-main.
“Kalau begitu berhenti main-main denganku dan katakan di mana kalian menyembunyikan—“
“Yakuza!”
Mendengar jawaban dari Alton lantas membuat Leonard membulatkan matanya. “Apa?!” desis lelaki itu. Alton pun menganggukkan kepalanya.
“Yakuza!” ucap Alton sekali lagi. “mereka membawanya ke sana. Uhuk!” Alton kembali berbatuk dan kali ini dia mengeluarkan darah yang lebih banyak. Wajahnya yang tadi terlihat pucat itu berubah menjadi merah dan perlahan berubah lagi menjadi keunguan.
“Ya—yakuza!” ucap Alton dengan nada terputus-putus. Leonard tahu persis bahwa Alton tak sedang berbohong.
“Pe—penawarnya.” Ucapan itu membuat Leonard bergeming. Ia pun menoleh ke bawah. Tampak Richard Alton mendongakkan wajah, memandang Leonard dengan tatapan memelas juga dengan napas yang terputus-putus.
“Pe—penawarnya!” kata Richard. Matanya terpejam. Napasnya berembus kasar, tetapi Leonard masih terdiam dan tak berkutik di tempatnya.
“Kau yakin dengan jawabanmu barusan?” tanya Leonard dan Alton dengan sisa-sisa tenaganya lalu menganggukkan kepala. Sudah tak mampu lagi lelaki itu mengeluarkan sepatah kata. Napasnya serasa tersumbat di d**a dan tenggorokannya serasa sedang dicekik.
Leonard tampak memejamkan mata sambil menghela napas dalam-dalam, kemudian saat ia mengembuskan napasnya dalam desahan panjang ia pun menoleh ke samping.
“Sepertinya kita sudah mendapatkan jawabannya,” ucap Leonard.
“Aku tidak percaya pada ucapannya!” seru Canadia.
Leonard kembali mendengkus dan lantas memandang Richard Alton yang semakin tampak tak berdaya itu.
“Dia tidak berbohong, Cana,” Leonard menggelengkan kepalanya. “tak ada orang sekarat yang sanggup berbohong.” Lanjut Leonard.
“Pe—penawar!” ucap Alton sekali lagi lalu Leonard pun berdiri dari posisinya yang berjongkok. Tangannya pun memanjang, meraih sebuah botol di atas meja yang berisi penawar. Namun, lelaki itu tak langsung memberikan botol itu pada Alton. Dia hanya menoleh ke bawah, memandang Alton dengan tatapan penuh penghakiman.
“Canadia!” seru Leonard. Ia pun menoleh ke samping. “apakah kamu mau pria ini hidup?”
Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Leonard membuat Matheo Diaz membelalakkan matanya. Ia yang hanya diam sedari tadi lalu akhirnya bergumam, “No ....”
“Katakan padaku, apakah kamu mau pria ini hidup?”
Canadia Van Der Lyn masih di tempat duduknya. Dia diam dengan napas yang bergemuruh. Dadanya naik turun dan kedua tangannya mengepal dengan kuat. Tekanan jantungnya pun meningkat tatkala pergolakan itu terjadi dalam hatinya.
“Katakan padaku!” Leonard memberi penekanan pada ucapannya barusan hingga membuat Canadia mendongak. Matanya tampak memerah, seolah ingin menangis. Betapa pun Canadia sangat putus asa hingga ia memilih untuk menggelengkan kepalanya.
“Tidak!” jawab Canadia dengan nada putus asa. “aku memendam penderitaan selama hidupku dan semua orang yang menyebabkan aku menderita harus tiada!” Canadia berucap dengan tatapan yang berubah kosong.
Terdengar embusan napas kasar dari Leonard. Ia pun menganggukkan kepalanya kemudian menoleh ke bawah. Alton sudah kejang-kejang dan ia terus memandang Leonard dari bawah sana.
“Jadilah orang yang baik, Leonard!”
Hati Leonard mencelos perih ketika tiba-tiba saja suara seorang gadis yang begitu dicintainya menggema di dalam kepala. Seolah telah menyatu dengan alam bawah sadarnya. Namun, Leonard telah dikuasai oleh amarah sehingga ia memilih untuk mengabaikan teguran tersebut.
Leonard pun membungkuk lalu meletakkan botol itu di depan wajah Richard Alton. “Jika tuhanmu berkenan menyelamatkan nyawamu, maka kamu akan bisa meraih botol ini dengan tanganmu. Namun, jika tidak berarti kamu memang pantas mendapatkan hal ini,” ucap Leonard. Ia pun bangkit lalu menghampiri Canadia.
“Ayo!” ucap Leonard sambil mengulurkan tangan. Canadia diam sejenak dan tubuhnya tampak gemetar. Leonard pun mendengkus lalu mengambil tangan Canadia.
“It’s okay, he deserve it!” ucap Leonard. Canadia akhirnya bangkit. Ia pun berjalan bersama Leonard dan saat melihat tubuh Matheo, Canadia langsung melepaskan tangan Leonard lalu berlari ke arah Matheo dan merebahkan tubuhnya dalam pelukan Matheo.
Leonard memandang Matheo dengan tatapan tegas, sementara lelaki itu memandang Leonard dengan tatapan sendu. Matheo pun menggelengkan kepalanya, bagai ingin berkata bahwa Leonard baru saja menyeret Canadia pada situasi yang akan mengubah pola pikirannya mulai saat ini.