Suasana di ruangan tamu milik Canadia Van Der Lyn tampak begitu tenang. Semua orang sedang duduk sambil mengarahkan atensi penuhnya pada si gadis kecil yang kini sedang terbaring pada salah satu sofa.
“Letty, aku tidak mengerti. Dia berteriak, da—darah, kemudian pingsan. Ya Tuhan! Katakan padaku, Letty apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa kalian berada di sini!” Canadia bertanya sambil menekan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Demi apa pun, Letty terlihat begitu tenang. Berbeda dengan Canadia yang terlihat sangat panik.
“Letty!” Canadia memekik. Matanya membulat. Ia menarik kedua bahunya sambil membuka tangannya di depan d**a. “tell me something!” ucap Canadia dengan nada menekan. Sementara Letty masih terdiam. Tampak wanita muda itu melakukan tarikan napas. Ia menahannya selama beberapa detik kemudian mengembuskannya dalam desahan panjang sambil memutar wajahnya, memandang Aurora yang masih tak sadarkan diri.
“Dia sama seperti aku, Canadia,” ucap Letty. Wanita muda itu memutar wajahnya dan kembali memandang sepupunya sambil sekali lagi mengembuskan napasnya dalam desahan berat.
“Ya, Cana. Aurora seperti aku. Dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Semua emosi yang kamu rasakan dan membuatmu takut, dia bisa merasakannya. Dan sepertinya emosi dalam dirimu telah bercampur aduk dan menguar begitu kuat hingga membuat alam bawah sadarmu tersiksa. Jadi—“
“Hah ....” Canadia mendesah kasar sambil membanting punggungnya ke belakang, kembali ke sandaran. Gadis itu memalingkan wajahnya dan menoleh ke samping.
“Alam bawah sadarnya sangat peka. Dia bisa menyerap apa pun. Batinnya terlalu peka sehingga ia bisa melihat apa yang tak bisa dilihat oleh manusia awam. Bahkan hal mengerikan sekalipun,” ujar Letty.
Tampak kedua sisi alis Canadia melengkung ke tengah lalu membuat dahinya terlipat. Secara naluriah ia mendorong punggungnya hingga kembali terduduk tegap di depan. Canadia masih menekuk alisnya ke tengah, bagai tengah memikirkan sesuatu yang serius.
“Well—“ Canadia mendongak, memandang Letty kini. “jadi dia bisa melihat apa yang baru saja terjadi padaku?” Canadia bertanya dengan nada panik dan Letty menanggapinya dengan menganggukkan kepala.
“Hem,” gumam Letty.
Wajah Canadia semakin terlihat tegang. “Oh, s**t!” Gadis itu mendesis sambil menepuk dahinya dengan kuat. Sekali lagi dia membanting punggungnya ke belakang.
“Ya, Cana. Termasuk dengan perasaanmu yang ketakutan saat menghadapi Richard Alton.”
DEG
Canadia mendelik, ia pun kembali memandang Letty sambil melotot. “Bagaimana kau bisa—“ Seketika ucapan Canadia terhenti ketika gadis itu sepertinya mengingat sesuatu dengan sangat jelas sehingga ia kembali mendengkus.
“Of course you are,” gumam Canadia. Ya. Dia ingat dengan betul kalau kakak sepupunya itu seolah punya mata batin yang peka sehingga dia bisa melihat dengan jelas apa yang baru saja terjadi pada Canadia.
Terdengar desahan napas panjang yang menggema dari seberang tempat duduk dari Canadia. Wajah Letty Van Der Lyn tampak begitu lesu. Sekali lagi ia memandang putrinya lalu mengusap kepalanya.
“Alex akan membawa Aurora pergi dan aku bersama Leonard akan ikut dengan kalian.”
“Apa?!” Canadia kembali memekik dan menarik punggungnya menjauh dari sandaran sofa.
Tampak d**a Letty mengembang sewaktu ia melakukan tarikan napas panjang lalu mengempis dengan cepat ketika wanita muda itu mengembuskan napasnya dalam desahan panjang.
“Ya, Canadia. Kami telah memutuskan bahwa kami akan—“
“Siapa yang menyuruh kalian mengambil keputusan itu, hah?!” sergah Canadia dengan nada menanjak. Letty kembali terdiam selama beberapa detik dan yang bisa dilakukannya hanyalah mendesah berat.
“Aku, Canadia,” jawab Letty dengan nada tegas. “aku telah memutuskan—“
“Siapa yang menyuruhmu melakukannya, Letty. Kau ini—“ Canadia tersekat. Ia memejamkan mata. Mendesah sambil mengusap dahinya dengan kasar lalu gadis itu melayangkan kedua tangannya ke udara. Gadis itu kembali memalingkan wajahnya saat matanya terasa perih.
Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Canadia, lantas membuat Letty berinisiatif untuk menghampiri gadis itu. Ia pun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Canadia. Letty duduk di samping Canadia.
“Cana—“
“Letty, kalian selalu melakukan ini padaku. Kalian selalu mengambil keputusan sendiri tanpa pernah bertanya padaku.”
“Cana, tolong dengarkan aku. Kamu tidak bisa melakukan semua ini sendirian.”
“Kenapa?!” sergah Canadia dengan nada tinggi. Dua bulir cairan bening menutupi netranya. Sementara bulu matanya gemetar. Memandang Letty dengan pandangan nanar.
“Apakah karena aku tak punya kekuatan sepertimu?!” Canadia bertanya sambil menahan desitan temperamen di dalam dirinya dan Letty menggelengkan kepala.
“No ...,” gumam Letty.
“Ataukah karena aku tak bisa membunuh orang sesadis yang dilakukan Leonard?!”
“Apa?!” pekik Letty. Keningnya ikut mengerut. Canadia yang terlanjur emosi lantas tak bisa mengontrol mulutnya. Namun, setelah menyadari kesalahannya, ia pun segera memalingkan wajah.
Canadia mendengkus. Gadis itu kemudian membanting wajahnya di atas telapak tangan yang terbuka. Kedua sisi bahunya gemetar. Sungguh pun, Canadia sudah tak bisa menahan emosi yang terus tersulut di dalam dirinya.
“Cana!” panggil Letty dan dia hendak menyentuh punggung Canadia, tetapi Canadia menepisnya dengan cepat.
“Don’t f*****g do that!” ucap Canadia, seolah tahu apa yang ingin dilakukan kakak sepupunya. Letty terdiam sejenak. Kedua sisi alisnya melengkung ke tengah. Canadia hanya tak tahu bahwa kakak sepupunya itu sebenarnya sudah tak memiliki kekuatan itu. Semuanya seolah telah berpindah pada Canadia dan apa yang ingin dilakukan Letty barusan hanyalah untuk menenangkan Canadia.
“Cana, aku tidak tahu apa yang terjadi.” Ucapan Letty membuat Canadia mendongak. Sekarang Letty bisa melihat betapa sedihnya Canadia saat ini.
“Don’t bullshit me, Letty. You know everything like God!”
“Canadia, jangan pernah menyamakan aku dengan Tuhan karena aku hanyalah seorang manusia dan apa yang aku katakan barusan adalah kebenaran. Aku tidak tahu apa-apa.”
“Kau bohong!” Canadia menjerit, membuat Letty mendelik.
“Cana ... I swear to God!” sumpah Letty. Canadia terdiam sejenak dengan d**a yang gemetar, mulut yang menganga dan napas yang terengah-engah.
“Aku tak tahu apa pun.”
“Kau bohong, kamu jelas tahu kalau aku pergi ke tempatnya Richard Alton.”
“Ya, tapi aku mengetahuinya dari Leonard.”
Sekali lagi Canadia terdiam, tak dapat menyangkal lagi. Dia hanya mengerutkan dahi sambil meletakkan wajahnya dia tas kedua telapak tangannya yang terbuka.
“Leonard menyuruhku menunggumu di rumahmu dan dia bilang kalau dia akan ke tempatnya Richard Alton. Aku tak tahu apa pun. Aku bersumpah!” jelas Letty. Sungguh pun, wanita muda itu harus bersumpah berulang kali untuk membuat adiknya percaya.
Cana terdiam dengan mulutnya yang menganga. Tiba-tiba ia merasa lemas saat memori kembali menerbangkan Canadia pada kejadian di tempat Richard Alton.
“Canadia, sekarang katakan padaku apa yang telah terjadi,” ujar Letty dan Canadia hanya menggelengkan kepala sambil menelengkan wajahnya ke samping. Ia juga melayangkan kedua tangannya ke udara.
“Aku sedang tidak ingin membahasnya, Letty,” ucap Canadia. Sejurus kemudian matanya mendelik ketika otaknya mengingat sesuatu. Dengan cepat Canadia memutar wajahnya menghadap Letty. Melihat ekspresi Canadia yang berubah drastis lantas membuat Letty mengerutkan dahinya.
“Ada apa?” tanya Letty.
“Tell me something,” ucap Canadia. Ia masih menekuk alisnya ke tengah. “apakah kamu tahu soal Yakuza?”
Mendengar pertanyaan itu membuat Letty mendelik kaget. “Apa?”
“Ya, Yakuza. Sepertinya kamu tahu soal nama itu. Siapa dia?”
Detak jantung Letty bagai berhenti berdetak. Sekilas memori menerbangkannya pada kejadian bertahun-tahun yang lalu sebelum Aurora lahir ke dunia.
“Saat Leonard mendesak Alton untuk memberitahu keberadaan ayah, pria b******n itu hanya terus menyebutkan Yakuza. Siapa dia?!”
Letty makin terdiam dan tak bisa berkutik. “Apa?” Dia hanya bisa bergumam, tetapi mendadak hatinya berkedut ketika alam bawah sadarnya bergidik ngeri.