12. One Answer for Alive

1098 Kata
“Aagh!” Teriakan itu membuat Canadia tersentak. Refleks, ia pun menoleh ke samping lantas membulatkan mata ketika melihat lelaki yang berdiri di sampingnya itu kini terjatuh di lantai, bersimpuh dengan lututnya. Ketakutan Canadia semakin bertambah ketika semilir angin berembus menerpa wajahnya, disusul dengan kemunculan seorang lelaki berpakaian serba hitam. Suasana dalam ruangan ini berubah mencekam. Seolah yang muncul itu adalah malaikat maut dan hari ini adalah hari penghakiman bagi seorang Richard Alton. “Kurang ajar!” Suara bariton berat itu menggema di dalam ruangan yang kini dipenuhi dengan cairan kental berwarna merah. Merambat ke seluruh permukaan lantai. Canadia yang menyaksikannya hanya bisa menelan saliva dan memeluk tubuhnya, menahan keinginan untuk bergidik. Sungguh ngeri apa yang sedang terjadi di depannya. “Berani-beraninya kamu menyentuh seorang Van Der Lyn.” Lelaki itu berucap dengan suara yang semakin terdengar berat. Menakutkan. Ia bahkan mencengkeram belakang kepala Richard Alton dan memaksanya untuk mendongakkan wajah. Terdengar embusan napas berat dari si pemburu kegelapan sebelum ia mendongak, memandang Canadia dengan tatapan tegas. Kedua sisi rahangnya mengencang, menimbulkan suara kertakkan gigi yang membuat Canadia semakin ketakutan. “You okay?” Ada sesuatu yang mencelos perih dari dalam hati Canadia ketika mendengarkan pertanyaan tersebut yang kemudian membuatnya memejamkan mata. Dua bulir cairan bening itu tumpah ke pipinya sebagai luapan dari ketakutan yang dirasakannya. Canadia pun menganggukkan kepala. Sang lelaki bermata vantablack itu dapat merasakan ketakutan yang dirasakan oleh sang adik hingga ia pun menegakkan badan dan mendekat dengan cepat, menghampiri Canadia. Ia pun memeluk tubuh itu lantas dengan satu tangan dan memberikan kecupan pada puncak kepalanya. “It’s okay, don’t be scared. They deserve it!” Berlindung dari kalimat tersebut, sang pemburu kegelapan seolah ingin membenarkan apa yang baru saja ia lakukan. Namun, tak ada yang tahu pasti bagaimana kondisi mental Canadia saat ini. Gadis itu tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa telah terjadi pembunuhan masal secara misterius dan brutal di sekelilingnya. Dan pelakunya tak lain adalah kakaknya sendiri, Leonard Van Der Lyn. “It’s okay, Cana. Jangan menangis. Inilah yang akan terjadi jika ada seorang penjahat yang mencoba untuk melukai dirimu, Cana, ketahuilah bahwa aku akan membunuh mereka semua tanpa ada setitik keraguan.” Ucapan Leonard membuat Canadia memejamkan mata, mengulum bibirnya dan menahan keinginannya untuk menangis. Wanita muda itu mencoba untuk tetap tegar dan menganggukkan kepalanya. Seakan ingin menyetujui apa yang dilakukan oleh sang kakak. Sekali lagi Leonard memberikan kecupan pada puncak kepala Canadia. Ia pun menepuk bahu kanan Canadia sebanyak tiga kali, sebagai isyarat bagi sang adik untuk menguatkan dirinya, tetapi di sisi lain juga memberi isyarat bahwa Canadia harus lebih siap untuk melihat ketakutan yang lebih besar. Leonard segera melepaskan pelukannya kepada Canadia lalu memutar tubuh dan dengan cepat lelaki itu kembali menghampiri Richard Alton. Ia pun menarik kerah kemeja lelaki itu dan memaksanya untuk berdiri. Sementara Richard Alton tak berhenti mengeluarkan darah dari dalam mulutnya. “Fu ... ck!” desis Alton di tengah usahanya untuk bernapas. Lelaki yang juga terkenal menakutkan itu hanya bisa pasrah sewaktu sang kegelapan menariknya, bagai ingin membawanya ke penghakiman. Canadia benar-benar hanya terdiam sambil menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh kakaknya. Leonard bertindak bagai tak punya perasaan. Dan ini pertama kali bagi Canadia melihat sang kakak melakukan tindakan brutal. “Agh!” Alton kembali menjerit saat Leonard memaksanya untuk duduk di kursi. Lelaki itu seolah tak peduli dengan kondisi Alton yang sekarat. Ia pun meletakkan tangannya pada kedua sisi bahu Alton lalu membungkukkan badan dan memandang Alton dengan tatapan penuh pehakiman. “Dengarkan aku baik-baik, Richard Alton!” Suara Leonard terdengar serak. Penuh intimidasi. “Aku memasukkan racun ke dalam tubuhmu dan secara perlahan dia akan merusak organ di dalam tubuhmu. Kau tahu?” Terlihat wajah Alton menegang. Urat-urat nadi di lehernya mengencang serta bola matanya yang melebar. Tubuhnya bagai mengejan, tampak seperti seseorang yang sekarat dan membutuhkan oksigen. “Kau hanya punya lima menit untuk bertahan hidup,” ucap Leonard. Satu tangannya bergerak, merogoh sesuatu dari dalam jaket kulit berwarna hitam yang dikenakannya. Kemudian lelaki itu meletakkan sebuah botol kecil. Kira-kira isinya sebanyak 5ml. Ia meletakannya tepat di depan Alton hingga membuat lelaki itu membulatkan mata. “Di sanalah penawar itu berada.” Perkataan yang baru saja terlontar dari dalam mulut Leonard membuat Alton gemetar. Ia pun berusaha keras untuk bisa mendongakkan wajahnya dan sekarang memandang wajah Leonard. Lelaki Van Der Lyn itu mengedikkan kepala, menunjuk penawar yang dimaksud. “Go. Try to get it,” ucap Leonard dengan enteng. Padahal dia tahu persis bahwa Alton sudah tak dapat bergerak lagi. Tubuhnya membeku dan secara perlahan tak bertenaga. Leonard yang melihatnya lalu menyeringai. Terlalu banyak polemik di dalam hidupnya dan melihat para penjahat sekarat akibat dirinya adalah sebuah hiburan bagi Leonard. “Waktumu untuk bertahan hidup tinggal empat menit lagi. Jika kamu ingin selamat, cobalah untuk menjawab pertanyaan dari adikku.” Setelah mengucapkan kalimat penuh peringatan tersebut, Leonard pun kemudian menegakkan tubuhnya. Sekali lagi terdengar desahan napas panjang darinya, ia pun menoleh ke samping dan memandang Canadia. Ada sebaris senyum yang tercipta di tengah kengerian yang ia sebarkan lewat pandangan mata. Lelaki itu menganggukkan kepala, sebagai isyarat bagi Canadia untuk bisa segera mengutarakan maksudnya. Namun, Canadia masih berdiri dalam posisi tercengang. Sepasang bahunya tampak gemetar serta wajahnya yang bergetar dan secara perlahan memutar hingga menoleh ke samping. “Di—di mana ayahku,” ucap Canadia dengan nada penuh keraguan. Alton masih tak berkutik. Melihatnya semakin lama membuat Canadia kian ketakutan. Tampak gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat dan memejamkan matanya. “Di mana ayahku!” teriak Canadia. “A—aku ... ti—tidak ... aagh!” Alton kembali menjerit sewaktu Leonard menarik rambutnya dengan kuat. “Kau bohong. KATAKAN PADAKU!” Suara Canadia kian melengking. Sementara Leonard bernapas terburu-buru. Ia pun membungkuk, mendekat ke arah Alton. “Kau tidak mengerti yang kukatakan? Hidupmu bergantung dari jawaban yang kamu berikan!” ucap Leonard. Ia pun mengempaskan kepala Alton dan memaksanya untuk kembali memandang Canadia. “Katakan padaku di mana kalian menyembunyikan ayahku!” ucap Canadia. Alton terdiam dengan posisi wajah menghadap pada Canadia. Terjadi pergulatan batin dalam diri Alton, tetapi lelaki itu masih memilih untuk diam. “Persetan denganmu!” Canadia berteriak. Ia mengambil sesuatu dari atas meja dan hendak melayangkannya ke arah Alton, tetapi Leonard dengan cepat berlari ke arah Canadia dan menghentikan perbuatannya. “Calm down, Cana!” Leonard tahu persis bagaimana kondisi mental adiknya saat ini, tetapi untuk mendapatkan jawaban dari Alton, Leonard punya cara sendiri. “You have to calm down!” bisik Leonard. Canadia sesenggukan memandang Alton, tetapi lelaki itu masih tak menjawab lalu bola matanya bergulir ke bawah, memandang botol yang disebut Leonard sebagai penawar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN