Canadia Van Der Lyn kini mengangkat dagunya tinggi. Satu tarikan napas panjang untuk menarik keberanian dari dalam dirinya, lantas gadis itu mengembuskan napas dengan perlahan lalu mulai mengayunkan kakinya, berjalan memasuki sebuah kasino yang begitu terkenal di kota tersebut.
Ketukan sepatu heals milik Canadia mengundang atensi para pria yang kini duduk di depan meja persegi panjang berwarna biru dengan setumpuk kartu dan koin di atas meja.
Para wanita tak kala memberikan pandangan sinis, menyelidik dan menilai pada si gadis belia yang baru saja masuk itu. Rata-rata dari para wanita itu berumur pertengahan tiga puluh. Atau, mungkin saja dandan mereka yang terkesan dewasa. Ya, mungkin saja. Sebab, dari yang Canadia lihat, riasan di wajah para wanita itu terlalu tebal. Tentu saja untuk menutupi keriput di wajah.
“Are you lost, Baby girl?” gumam salah satu pria sambil memandang penampilan Canadia dari atas hingga ke bawah.
Gadis itu berhenti sejenak. Dia diam dan membiarkan bola matanya bergulir ke sudut, memandang si pria yang baru saja bergumam, menegurnya. Tak ada kalimat yang keluar di bibir Canadia selain sudut bibirnya yang terangkat membentuk seringai.
Wajah Canadia terlihat begitu santai dengan senyum sinis yang memperlihatkan keangkuhan, tetapi tak ada yang tahu bagaimana gadis itu begitu gugup. Detak jantungnya mengetuk dua kali lebih cepat dan Canadia sadar bahwa alam bawah sadarnya kini sedang bergidik ketakutan. Namun, tak peduli seberapa kuat jantungnya kini bertalu dengan kencang, gadis itu tak bisa mundur lagi.
Tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya, Canadia pun mendongakkan dagu. Mencoba untuk tetap tenang dan terlihat berani, Canadia pun membusungkan d**a dan kembali meneruskan langkah.
Pandangan Canadia tertuju ke depan, gadis itu kemudian menghampiri sebuah meja yang terletak di sudut, di mana para pria bertubuh kekar sedang berada di sana. Demi apa pun, jantung Canadia semakin berdetak dengan cepat. Nafasnya pun berembus cepat dan seperti ada gemuruh di dadanya. Namun, sekali lagi, Canadia tak bisa berhenti di sini. Dia punya misi yang mau tidak mau harus dilakukannya.
“Good night, gentlemen.” Canadia menyapa dengan nada yang monoton, berusaha menyembunyikan getaran di dalam tenggorokannya.
Satu pun tak ada yang menyahut ucapan Canadia. Semua orang tampak sibuk dengan kertas di tangan mereka sampai dua orang bermata sipit dengan tato naga di sekujur tubuh menggulirkan bola matanya ke atas, memandang Canadia kini. Bobot badan mereka kira-kira 120 kilogram. Para lelaki itu memberikan tatapan menyelidik. Dengan kompak bola mata mereka bergulir dari atas hingga ke bawah, menilai tampilan Canadia kemudian mendecih sinis. Namun, tatapan itu malah makin membakar keberanian sang gadis.
Dengan begitu santai ia melirik si pria dalam balutan tuxedo hitam yang berdiri di samping meja. Satu-satunya pria yang berpenampilan paling manusiawi di tempat ini.
Tanpa melepas tatapan, tangan sang gadis mulai meraih kartu di dalam dompet kotak berwarna hitam di tangannya. Dengan penuh percaya diri ia memberikan kartu tersebut kepada si pria yang berprofesi sebagai dealer.
Si pria tampak melongo. Ia menjatuhkan tatapan kini memandang kartu di tangan sang gadis.
“Aku ingin bertaruh semuanya,” kata si gadis. Dengan setengah alis yang terangkat dan bibir sek*si yang terbuka, ia pun memandang satu per satu pria yang sedang duduk di depannya.
“Cih!” Salah satu dari empat pria itu menggoyangkan kepalanya.
“Katakan siapa yang mengutusmu, Nona?” tanya salah satu dari empat orang pria tersebut. Ia yang barusan menelengkan wajah lalu kembali dengan tatapan menyelidik.
Sang gadis kembali menunggingkan senyum. Dengan begitu santai ia menaruh kedua tangan di atas meja. Belahan di dadanya sedikit terlihat ketika gadis itu membungkukan badannya.
“Dia,” ucapnya. Ia menunjuk seorang lelaki yang duduk di meja paling ujung. Satu lagi ternyata pria yang tampak berpakaian rapi. Pria berkulit hitam dalam balutan jaket kulit berwarna hitam hampir saja tak terlihat oleh karena ia duduk di sudut tergelap. “Nwet Alton,” kata si gadis menyebut identitas sang pria.s
Tampak pria yang baru disebutkan namanya itu memunculkan wajah. Terlihat kening yang mengerut di atas kedua tangan yang terlipat di depan da^da.
“Who are you?” tanya pria bernama Nwet Alton itu dengan pandangan menyelidik.
“Rubah merah,” kata si gadis.
Seketika kelopak mata Nwet melebar. “Are you ….”
“Yes, Mr. Alton,” sergah gadis bermata amber itu. “Akulah yang memenangkan judi online di situs webmu dan aku kemari setelah mendapat kiriman darimu.”
Si pria berkulit hitam dengan kepala plontos itu tertawa pelan. Mimik wajahnya menunjukan ketidakpercayaannya hingga ia harus menggelengkan kepala sembari membawa tatapannya ke bawah.
“Unbelieveble,” gumam Nwet.
Kembali lagi si gadis Van der Lyn menarik tubuh, menegakkan badannya. Tatapannya sungguh membingungkan para kawanan pria gahar di depannya.
“So, Mr. Alton, bolehkah aku bergabung di meja ini atau aku harus memulai dari meja para amatir?”
“Sure,” jawab si n***o sembari menganggukkan kepalanya. Bibirnya memberengut, tetapi tangannya terulur menunjuk salah satu kursi. Di mana tempat itu telah terisi oleh salah satu tamu VVIP.
Pria berkulit putih dengan rambut tembaga yang tampak begitu tenang kini harus membulatkan matanya.
“Why me?” tanya pria itu sembari telunjuknya menunjuk ke dadanya.
“Jadi, apakah aku harus mengusir si kembar?” tunjuk Nwet dengan wajahnya kepada dua orang pria Asia di depan lawan bicaranya.
Si rambut tembaga menelan ludah. Bawah sadarnya ikut bergidik ketika dua orang pria Asia di depannya memandanginya. Tak ada ancaman sebenarnya dari tatapan mereka. Hanya saja, tatapan itu terkesan seperti luapan lahar yang berbalut dinding salju.
“Ergghh …,” gumam si pria Eropa sembari mengedikkan kedua sisi bahunya. Ia langsung berdiri lalu memutar pandangannya kepada si gadis.
Tanpa menunggu lagi, gadis itu langsung menghampiri kursi yang baru saja dikosongkan. Ia tak lupa memberi ucapan terima kasih lewat senyum penuh arti di wajah cantiknya.
“Kau akan mati malam ini,” bisik si pria Eropa yang merasa kesal. Kelakuan si gadis tentu saja menggores harga dirinya. Hingga ia berharap para manusia berandal ini akan menghabisi si gadis.
“Okay ….” Nwet bergumam. Kali ini ia menampakkan diri. Melepaskan kedua tangan yang sejak tadi tumpang tindih di depan d**a. “Mari kita mulai permainannya. Neal,” panggilnya kepada si pria berpakaian tuxedo.
Neal mengerti kode itu. Ia langsung mengumpulkan kartu. Sementara ia mengedikkan kepalanya pada salah satu pria yang berdiri dekat mesin penukaran uang. Ternyata kartu yang dimiliki oleh Canadia berguna untuk ditukarkan.
Sebelumnya ia telah berhasil memenangkan sebuah pertarungan besar di mana melibatkan para poker di seluruh dunia. Canadia yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, tentu bukan hal yang sulit untuk memainkan judi online, karena wanita itu juga sudah sering melirik situs tersebut.
Beberapa kali uji cobanya gagal sampai ia menemukan sebuah cara untuk mengalahkan sang bandar. Hadiahnya dua puluh lima dolar. Dan itu sanggup membuatnya mendapatkan undangan exlusive dari sang bandar untuk ikut bermain di kasino miliknya.
“Well, sebaiknya kita segera memulainya,” ucap lelaki itu. Sekarang tampaklah bahwa dialah si penguasa.
Setengah sudut bibir Canadia terangkat, sekali lagi membentuk seringai sebelum dia mengedikkan kepalanya ke samping sambil mengangkat setengah bahunya, seolah memperlihatkan kesiapannya.
Wanita muda itu menoleh ke samping pada si dealer. “Well, bisakah kamu membantuku menukarkan uangku dengan koin?” tanya Canadia. Sungguh, wanita itu terlihat penuh percaya diri, membuat para lelaki yang duduk di sekelilingnya memandang Canadia dengan tatapan penuh arti.
Bahkan dealer di samping Canadia sempat melayangkan pandangannya kepada Mr. Alton dan lelaki itu hanya memberikan isyarat berupa gerakan bibir yang memberengut disertai dengan kedua sisi alisnya yang bergerak ke atas. Dari ekspresinya, sang dealer bisa tahu kalau si penguasa meja mengizinkan gadis mungil tersesat itu untuk bermain.
“Sure!” jawab si dealer. Ia pun berdiri dan mengambil black card milik Canadia.
Canadia kembali memutar wajah dan mengarahkan atensi penuhnya pada lelaki di depannya.
“Aku penasaran bagaimana ini akan berakhir,” gumam Alton. Sekali lagi Canadia menyeringai.
“Kamu akan mengetahuinya sebentar lagi,” ucap Canadia lalu Alton tergelak sinis. Para lelaki di sekeliling meja itu ikut tergelak. Terlebih, ketika Alton menggulirkan bola matanya, memandang satu per satu dari mereka yang duduk di meja itu.
“Well, well, well ... kuharap kamu tidak akan menyesali keputusanmu untuk datang ke kastil ini,” kata Alton. Ada jeda pada ucapannya ketika lelaki itu tampak seolah memicingkan mata dan mempertegas pandangannya. Mulutnya yang setengah terbuka itu kini membentuk seringaian, ia pun tak berhenti memandang Canadia.
“Van der Lyn,” sebut Alton.
Ada perubahan ekspresi di wajah Canadia. Gadis itu menghela napas, menahannya di d**a dan memandang ke sekeliling. Orang-orang di sekitarnya tampak membulatkan mata. Tampak jelas ekspresi syok di sana yang membuat Canadia ikut gugup.
Namun, dia berusaha sekuat mungkin untuk mengembalikan kepercayaan dirinya pada permukaan. Satu hal yang diyakini oleh Canadia bahwa dia tak akan mati di tempat ini. Tidak sampai dia mencapai tujuannya.
“Well!” Suara sang dealer memecah ketegangan yang mendadak tercipta di meja tersebut.
“Ini koin Anda dan mari bermain,” kata wanita itu sambil mendorong sebuah baki kecil yang tentunya dipenuhi dengan koin-koin judi.
Tak ada satu pun manusia yang memandang ke sana karena mereka sedang sibuk memerhatikan wajah si gadis bertubuh mungil dengan nyali sebesar dunia itu.
Beberapa saat masih hening dan Canadia bisa merasakan atmosfer di sekelilingnya yang berubah. Detak jantungnya pun bertambah dua kali lebih cepat dari sebelumnya sampai kemudian Alton bergeming. Lelaki itu memberengut bibir sambil mengedikkan setengah bahunya.
“Alright, baby girl, mari perlihatkan kemampuanmu,” kata Alton dengan santai. Ia pun mendesah panjang dan secara perlahan membawa punggungnya ke sandaran kursi. Sementara Canadia masih berusaha mempertahankan posisi, tetapi secara perlahan dia mulai mengembuskan napas yang tanpa sadar ditahannya sedari tadi.
‘f**k!’ desis Canadia dalam hati. Dia berpaling sekadar untuk membuang napasnya. ‘Matheo, kuharap kamu punya rencana B,’ batin Canadia.